Selebritisasi Pengkhianat

Wednesday, April 8, 2009
By susuwongi

Oleh Etis Nehe

Sekitar pertengahan tahun lalu, saya mulai merasa risih dengan gaya pemberitaan media massa, khususnya media televisi. Perasaan itu masih sama sampai saat ini. Rasa risih itu terutama terkait dengan eksplorasi massif yang cenderung eksploitatif berbagai kasus.

Misalnya, kasus eksekusi mati pelaku pengeboman, pembunuhan sadis dengan korban banyak atau pun kasus kawin-cerai atau perselingkuhan di kalangan selebritis.

Pada kasus-kasus itu, para pelaku mendapat tempat utama dan merajai semua jam-jam utama pemberitaan. Mulai dari pelaku, keluarga atau teman-temannya ‘digarap’ sedemikian rupa agar memilii ‘nilai jual’ berita.

Itu sebenarnya normal saja. Tapi, menurut saya, dunia pemberitaan tidak selesai sampai pada kenormalan seperti itu. Media massa tidak berada di ruang hampa atau ruang tanpa koneksi dengan konteks.

Ada sisi lain yang harus dipertimbangkan. Di antaranya, kepekaan akan rasa keadilan bagi korban dan citra yang terbentuk yang membuat terjadinya kekaburan dalam membedakan antara yang benar dari yang salah, yang baik dari yang buruk dan yang mana penjahat dan yang mana pahlawan.

Tidak sedikit yang akhirnya memprotes gaya pemberitaan itu meski tidak berarti akan terjadi perubahan secepatnya. Terutama dari keluarga korban, apalagi yang masih menderita akibat dari tindakan kejahatan tersebut.

Beberapa pihak menilai cara pemberitaan seperti itu sebagai bentuk selebritisasi penjahat. Beberapa kesimpulan nyeleneh pun akhirnya terbentuk. “Kalau mau terkenal, jahatlah” atau “Kalau mau jadi pahlawan, jadilah penjahat.”

Sekitar dua minggu lalu, saya mendengar penilaian yang sama oleh Mario Teguh pada salah satu episode Golden Ways-nya di MetroTv. Dibantu dengan media massa, sindir Mario, penjahat di negeri ini tidak akan terlihat seperti penjahat.

“Penjahat tidak ditampilkan sebagaimana sewajarnya penjahat. Media massa malah menjadikan penjahat seperti selebritas. Akibatnya, batas-batas antara yang jahat dan yang benar menjadi kabur. Masyarakat pun kehilangan tolok ukur untuk membedakan keduanya,” ujar dia.

Hampir seminggu kemudian, kali ini Deputi Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Eko Susanto Tjiptadi mengungkapkan hal yang sama.

Hari itu (Kamis, 2/4), Eko memberikan pembekalan pencegahan korupsi kepada lebih 50 orang pejabat eselon III Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Kebetulan, pejabat-pejabat tersebut baru dilantik beberapa jam sebelumnya.

Menurut Eko, pemberantasan korupsi di Indonesia ini diwarnai dengan hal-hal lucu dan tidak lazim. Koruptor di Indonesia, kata dia dengan merujuk berbagai kasus yang telah dan saat ini ditangani KPK, koruptor dengan piawai bisa menampilkan diri sebagai orang baik-baik. Koruptor masih bisa memakai jas bahkan membawa massa untuk mendemo KPK. Juga tidak malu-malu berfoto-foto dan menebar ‘pesona’ di televisi dan media massa.

“Koruptor malah menjadi selebritas baru dan tanpa malu-malu masih bisa berstatemen-ria, “Saya ini korban politik” padahal semua bukti sudah jelas. Akibatnya, tidak sedikit yang prihatin dan simpati atau merasa kasihan dengan mereka seolah-olah tidak bermasalah. Padahal, tindakannya jelas-jelas merampas kesejahteraan saya, Anda dan rakyat negeri dan anak cucu kita,” tegas dia.

Pria itu, tanpa tedeng aling-aling juga mengungkapkan anomali dan ketidaklaziman yang luar biasa dimana semua orang menyadarinya namun juga secara sadar mengabaikannya. Di negara yang selalu diklaim agamis ini, kata dia, tidak ada yang mau masuk neraka, semua ingin masuk sorga.

“Namun, korupsinya tidak karu-karuan. Bahkan, korupsinya diiringi doa segala,” kata dia yang spontan memancing tawa peserta pembekalan.

Dia merujuk pada pemberitaan tentang persidangan tersangka korupsi yang ditangani KPK akhir tahun lalu. Di salah satu media cetak, ada cuplikan percakapan antara penyuap dan pejabat negara yang menerima suap yang akhirnya tertangkap tangan. Ternyata, pada salah satu pesan yang dibaca pada telepon seluler tersangka tersebut ditemukan kalimat-kalimat yang bersifat rohani saat mengkonfirmasi penerimaan kiriman uang suap.

“Ada pesan begini. “Sudah sujud syukur?” Jadi korupsi pun diiringi dengan doa. Semua koruptor itu kelihatan orang-orang terhormat, padahal mereka adalah pengkhianat-pengkhianat. Korupsi adalah tindakan pengkhianatan penyelenggara negara kepada rakyat yang telah memberikan kepada mereka kepercayaan dan mandat untuk menjalankan roda pemerintahan,” jelas dia.

Kini masa agenda lima tahunan, pemilihan umum (Pemilu) sudah di depan mata. Beragam janji tentang kehidupan yang lebih baik telah disebar. Berjubel janji yang tidak akan pernah ditepati telah disemai. Rakyat disuguhi tontonan kemunafikan dan kemungkinan pemutaran ulang episode kelam pengkhianatan setelah mereka berada di tampuk kekuasaan.

Di negeri ini, terutama di masa kampanye, hampir semuanya tidak mau kalah untuk saling klaim kesuksesan. Juga saling mengkritik kelemahan pihak lain. Namun, tidak ada satu pun yang berani mengakui kelemahan dirinya sendiri.

Selama ini, bukan hanya selama kampanye, masyarakat sudah bosan menyaksikan episode ‘Maling Teriak Maling’ yang entah kapan mencapai edisi The End (Tamat).

Tentu saja, episode itu akan terus bertambah bila setiap saat muncul selebritas baru yang berlatar belakang pengkhianat rakyat. (Jakarta, 04/04/09)

One Response to “Selebritisasi Pengkhianat”

  1. Deivine Signor

    Selebritisasi Penghianat kerap memang terjadi tanpa disadari dalam setiap pemberitaan media masa. Manuver-manuver yang tidak/tanpa disadari ini bagaimanapun menjadi salah satu keyword media jika memang mau melejit. Ini bukan pembelaan, tetapi kenyataan bahkan kendati media dan berbagai muatan yang ada di dalamnya kerap disoroti tapi sampai sekarang tetap berjalan seperti adanya mereka.

    Pertanyaan selanjutnya dari artikel di atas mungkin adalah “What next?” What next dalam arti apa yang harus dilakukan kemudian baik dalam isi dan konteks.

    #7175

Leave a Reply

Kalender Berita

April 2009
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930