Sidang Raya Konferensi Gereja-gereja Asia di Parapat: Korporatokrasi Telah Bodohi Rakyat Asia

Sunday, March 11, 2007
By nias

Oleh Web Warouw

Pengantar
Penguasa ekonomi politik dunia (korporatokrasi) telah membodohi dan memaksa negara-negara miskin di Asia untuk menerima pasar dan persaingan bebas. Pemerintah di negara-negara Asia harus melindungi petaninya dalam menghadapi kerakusan dunia.

Demikiaan kata Presiden Dewan Gereja Sedunia Ephorus em D Dr SAE Nababan LLD dalam khotbah ibadah akbar pada Konferensi Gereja Asia di Parapat, Rabu (7/3). Di bawah ini adalah cuplikan dari khotbahnya dalam ibadah yang dihadiri oleh 5.000 orang, termasuk perwakilan dari berbagai dewan gereja berbagai negara di Asia, dan undangan dari Amerika, Eropa, Australia, serta Selandia Baru dalam perayaan HUT ke-50 CCA, di Stadion Teladan, Medan.

“Kamu akan menjadi saksi-Ku ke seluruh dunia … sampai akhir zaman!” Demikian pesan dan perintah agung Tuhan Yesus Kristus yang telah bangkit yang dikumandangkan dalam Kebaktian Raya 50 tahun yang lalu di Pematang Siantar. Pesan ini jugalah yang didengar hari ini.

Pada saat kita sekarang mendengar secara baru dan secara bersama panggilan ini, kita semua berada dalam suatu zaman yang kita hadapi bersama—yaitu era globalisasi.

Namun, kita perlu sekali tahu ciri utama zaman kita ini agar orang-orang percaya jangan hanyut terbawa arus atau tergilas atau ketinggalan, tercecer, dalam perkembangan zaman. Teramat penting diketahui, hukum zaman ini adalah hukum rimba, the survival of the fittest: yang kuat, kaya, dan maju menentukan nasib mereka yang lemah, miskin, dan terbelakang, serta bodoh.

Bersamaan dengan itu, banyak di antara kita datang dari kebudayaan yang mewariskan hukum-pembalasan: “Kau berbuat baik padaku, aku berbuat baik padamu; kau datang ke pestaku, aku datang ke pestamu; kau berbuat jahat padaku, aku balas padamu; tidak sekarang, nanti kubalas.” Hukum inilah yang memupuk dendam kesumat dalam hati manusia. Kedua hukum ini seolah-olah bekerja sama mengatur kehidupan manusia.

Meniru Yesus
Untuk itu, Yesus berpesan kepada semua pengikut-Nya sepanjang zaman, agar jangan takut menghadapi hukum rimba dengan binatang-binatang buasnya, dan agar jangan larut dalam kebiasaan dendam kesumat, yang membuat manusia rusak, salah taksir dan mata gelap. Yesus berkata, ”Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala. Oleh sebab itu, hendaklah kamu cerdik seperti ular, dan tulus seperti merpati” (Mat 10:16).

Jadi menghadapi serigala-serigala—atau harimau-harimau lapar—masa kini, kita harus sadari keadaan dan keterbatasan kita, supaya kita jangan ikut atau ikut-ikutan menjadi serigala atau pendukung serigala, juga tidak supaya kita gemetar ketakutan, melainkan, supaya kita tahu bersikap secara mendasar: yaitu “cerdik seperti ular.” Artinya kita perlu terus belajar, terus menambah pengetahuan dari kegagalan atau keberhasilan, pada waktu sulit atau tenang, mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi, bukan lihai atau licik, tapi cerdik.

Menghadapi hukum rimba, sekaligus hukum-pembalasan, Yesus memberikan hukum kasih, dan memanggil semua pengikut-Nya agar saling mengasihi (Yoh 13:34). Bagaimana hokum kasih menghadapi hukum-rimba dan hukum pembalasan? Yesus menjawab “sama seperti Aku mengasihi kamu”.

Dengan meniru Yesus di tengah zaman ini, itulah panggilan dan kesaksian kita. Mari, meniru Yesus! Kepedulian terhadap sesama ini, itulah salah satu tiang penopang, sokoguru dari suatu komunitas. Roh Kudus ini bukan asal kekuatan, tetapi dinamit, kekuatan yang terkuat dari segala kekuatan di dunia ini.

Inilah yang harus kita minta setiap hari sebagai perlengkapan utama dalam kehidupan kita sehari-hari, supaya kita bisa hidup dan membangun komunitas dalam zaman ini. Karena kasih jauh lebih kuat daripada kekerasan dan pengampunan jauh lebih kuat daripada dendam kesumat!

Penguasa Zaman Ini
Siapakah yang menguasai zaman ini? Sebenarnya tidak ada nama resminya, bukan satu negara kaya saja, bukan satu perusahaan raksasa, bukan satu pemilik uang melimpah. Tetapi kumpulan dari kekuatan – kekuatan yang tiga ini, yang pernah dinamai seseorang “korporatokrasi”. Inilah ibu binatang buas zaman ini.

Mereka membangkitkan kerakusan yang bercokol dalam hati setiap orang dengan cara licik dan lihai. Sasaran utamanya adalah angkatan muda, wanita, dan anak-anak. Itu sebabnya mereka merupakan kelompok manusia yang paling banyak dipakai dalam iklan. Inilah yang disebut konsumerisme, yaitu nafsu yang dibangkitkan dalam diri manusia untuk ingin memiliki, memakan, dan menghabiskan lebih banyak.

Cara lain dari korporatokrasi ini adalah membodoh-bodohi. Sering kali “pasar bebas” dan “persaingan bebas” dipaksakan kepada negara-negara miskin! Seperti Indonesia yang dipaksa membuka pasarnya untuk beras atas nama “pasar bebas” dan “persaingan bebas” Akibatnya, jutaan petani Indonesia akan kehilangan pencarian dan menjadi kuli tani.

Kekerasan Terbuka
Tetapi penguasa dunia zaman ini tidak puas dengan membodoh-bodohi atau dengan mengancam, melainkan bertindak dengan kekerasan, baik secara terbuka, maupun secara terselubung. Kekerasan terbuka adalah seperti perang Irak yang mengakibatkan ratusan orang Irak terbunuh setiap hari. Bukan untuk menjadikan bangsa itu bebas dan demokratis, tetapi hanya dengan maksud menguasai harta milik bangsa Irak, yaitu minyak!

Kekerasan terselubung adalah seperti kasus lumpur-panas Sidoarjo. Ribuan rakyat kehilangan tanah, rumah, penghasilan, dan pendapatan, dan penduduk yang hidup cukup-cukupan selama ini telah menjadi pengemis di Tanah Air sendiri yang mencari tempat tinggal dan ganti rugi. Tidakkah seharusnya yang memiliki perusahaan itu wajar dihukum berat karena menyengsarakan ribuan rakyat!

Seharusnya para pemimpin negara-negara dan kaum cendekiawan Asia menolak dibodoh-bodohi dan ditakut-takuti korporatokrasi ini. Para pemimpin gereja harus bangkit menyuarakan suara pembelaannya pada orang miskin dan tertindas yang menjadi korban korporatokrasi ini.

Kita harus bersatu menghadapi roh zaman ini, yang terus membodoh-bodohi. Para pemimpin gereja harus membantu umatnya menyadari bahaya zaman ini dengan segala bentuk kelihaiannya, serta melengkapi mereka dengan perlengkapan iman yang terus bertumbuh dewasa, agar mampu mengahadapi serigala zaman ini.

Terbukti bahwa perjuangan gereja dalam bidang keadilan, kemanusiaan, dan demokrasi belum selesai. Gereja secara terbuka ditantang untuk menghadapi penindasan terhadap manusia oleh kepentingan ekonomi politik dunia. (n)

Sumber: Sinar Harapan, 10 Maret 2007

Leave a Reply

Kalender Berita