Gempa 5,7 SR di Nias
Takut Terjadi Tsunami, Warga Nias Keluar Rumah. Warga Nias seketika berhamburan, ketika gempa berkekuatan 5,7 SR melanda Sumatra Utara dan sekitarnya.
Menurut salah seorang warga Nias, mereka takut bila gempa yang terjadi Sabtu (13/3) malam ini disusul dengan gelombang tsunami. Sebab, tambahnya, wilayah Nias dekat dengan laut. Ia juga mengungkapkan gempa yang terjadi pukul 21.59 WIB tadi bukan menggoyang ke kanan atau ke kiri, tapi ke atas dan ke bawah. Sebelum gempa terjadi Nias, listrik di Nias padam dan hingga sekarang keadaan masih juga gelap gulita.
Menurut Laporan dari US Geographical Survey, sumber gempa terletak 190 km Barat Daya Gunung Sitoli dengan kedalaman 9 km. Gempa ini tak berpotensi Tsunami.
Pada hari Minggu, 14 Maret, pusat gempa bergeser ke Flores dan mengakibatkan gempa sebesar 5,2 SR.
Dampak Gempa 2005
Jika kebanyakan kota bergeser horizontal akibat gempa, maka Nias menjadi salah satu daerah yang bergeser secara vertikal. Pasca gempa 8,6 SR pada 28 Maret 2005, Nias naik ke atas dari kondisi sebelumnya.
“Setelah gempa, ada permukaan kota yang turun dan naik. Di Nias itu naik,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Dr Fauzi. Seberapa jauh kota berpindah, lanjut Fauzi, tergantung kepada ukuran gempa dan kedalaman gempanya. “Kalau di Aceh, itu banyak kota yang turun sehingga banyak daerah yang kini terendam permanen. Tapi kalau di Nias, itu semakin naik ke atas,” jelasnya.
Fauzi menceritakan, di masyarakat Nias ada sebuah kata populer untuk tsunami, yaitu smong. Pada gempa tahun 2005, masyarakat berlarian menuju tempat yang tinggi.
“Dan setelahnya, mereka mengamati airnya nggak surut-surut. Nah ternyata bukan surut airnya, tapi pantainya naik,” kata Fauzi.
Kepala Pusat Geodesi dan Geodinamika Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Cecep Surbaya menambahkan, gempa Nias juga mengakibatkan beberapa kota di dalamnya bergeser ke arah barat. “Yang di Pulau Nias bergeser 3-3,5 meter ke barat. Kalau di pantai timur Nias itu naik beberapa centimeter,” katanya.
Sumber: CyberNews, USGS, detiknews
Dengarlah suatu kisah. Pada zaman dahulu kala tenggelam suatu desa, begitulah dituturkan. Gempa yang mengawali, disusul air yang surut. Tenggelam seluruh negeri secara tiba-tiba. Jika gempanya kuat, disusul air yang surut, segera carilah tempat dataran tinggi agar selamat. Itulah smong namanya. Sejarah nenek moyang kita. Ingatlah ini semua!
Smong itu cerita dr pulau Simeulue, NAD. Orang pulau Nias, Sumut, mana tau istilah ‘smong’… taunya ‘goloro’ pak Fauzi 🙂
Fauzi menceritakan, di masyarakat Nias ada sebuah kata populer untuk tsunami, yaitu smong.
→ Mangkanya jang SOK TAU Nias.. Bapak Pejabat!!!
Smong dumek-dumek mo
Linon uwak-uwak mo
Elaik keudang-keudang mo
Kilek suluh-suluh mo
[Tsunami air mandimu
Gempa ayunanmu
Petir kendang-kendangmu
Halilintar lampu-lampumu]
Syair di atas adanya di pantun Nandong tradisi tutur masyarakat Semeuleu, bkn dr hoho Nias. Utk disadari Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Dr. Fauzi.
Semoga Pulau Nias tidak kenapa-napa….
SEKHULA SATORU
(Asril Dachi)
Usonda zekhula satoru labe ogu vofo go de’u
Ha likhe labe fetologu, ha bulu lae labe bukugu
Alai zi lo talifuso, silo satua sondorogo
simate ba dalina mbato asu zondoro ba lewato.
Tuhan takkan berikan penderitaan yang tak mampu dioukul oleh anak2nya, gempa hanya mengingatkan kita agar lebih kita dekat kepada Tuhan. Tuhan akan selalu melindungi masyarakat Nias, BERDOA BAPA KAMI, BERDOA SALAM MARIA, MENGUCAPKAN KREDO (AKU PERCAYA),DAN SHOLAT SAYA YAKIN KITA LEPAS DARI MALA PETAKA. AMIN.
Ba mofönu Bauwadanö Hia,
mofönu Zimayamaya Rao.
Ifadögö danö ifahisi,
ifadögö ifaosofaoso.
[Marahlah Bauwadanö Hia,
marahlah Simayamaya Rao.
Bumi digoncangnya diayun-ayun,
bumi dibuai digoyang-goyang.]
Nahh… ini syair hoho. Maka org Nias pun berseru: “Biha Tuha! Biha Tuha!” atau “Awuyu nama, awuyu nama! Yamuhuku ndra’ugö Lowalani na löna öböhöli!†Sudah itu baru org bertobat memperbaharui fondrakö.
Dr Fauzi Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG salah sebutkan smong pada masyarakat Nias, cermin dari Pejabat yg cuman duduk di belakang meja yg gayanya sok tau… Sering-sering tinjau lapangan dech Bapak biar bisa bedakan mana etnis Nias mana Simeulue. Jangan lah pulak omdo ‘omong doang’!! Macam mana ditarok muka awak ini Bapak, malu kali bah !!!
Wah…susah kali bapak ini…Bahasa Aceh kok disamakan dengan bahasa Nias…Cari sumber yang benar dulu donk pak baru bisa ngomong….Di buku antropologi nusantara aja kearifan lokal masyarakat Nias terhadap gempa sudah ada sejak dahulu kala…Kami selaku pembaca berita mengharapkan kiranya sebelum berita ditampilkan kiranya melalui Editor dulu agar berita yang kami baca dapat menambah informasi yang benar dan memperkaya pengetahuan kita bersama apalagi kami anak Nias yang sudah lama merantau kurang informasi mengenai kearifan lokal dan budaya di Nias…Saran buat redaksi untuk menampilkan berita kearifan lokal lain yang terdapat di Nias..Ya’ahowu
Kaitan berita diatas memang terdpat ketidak benaran narasumber Fauzi semestinya hal ini sudah disaring lebih dulu oleh situs yg tayangkannya agar budaya Nias gak kontaminasi sebab salahnya narasumber tsb. Sy se7 ini ada sistim editor utk menyaring berita ‘sampah’ jelek ini spt yg disarankan reps 8 diatas.
Setiap orang bisa saja salah, termasuk Dr Fauzi Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG.
Para pencinta budaya Nias yang cukup memahami permasalahannya bisa menulis artikel resmi sebagai bentuk koreksi atau pelurusan. Itu akan lebih ‘terhormat’ ketimbang hanya mengirim komentar seperti ini.
Ono Niha diharapkan memiliki sifat lebih ‘pemberani’, termasuk tentunya dalam meluruskan bentuk-bentuk kesalahan yang terkait dengan bahasa, tradisi, budaya dan apa pun yang terkait dengan Nias. Keberanian itu dituangkan dalam bentuk tanggapan formal, misalnya dalam sebuah tulisan. Di Nias Online telah banyak artikel semacam itu.
Salam,
Redaksi