Karakter “ö” Dalam Li Niha

Sunday, December 3, 2006
By nias

E. Halawa*

Dalam Li Niha bunyi “e” yang muncul seperti dalam kata-kata: seperti, kemarin, merpati, dan sebagainya dituliskan dengan karakter khusus “ö”. Jadi dalam Li Niha tidak ada keraguan pengucapan antara bunyi “e” seperti yang muncul dalam kata-kata di atas dengan bunyi “e pepet” yang muncul seperti dalam kata-kata: enak, sepak, dan tembak.

Karakter “ö” ini sudah dikenal sejak dulu dalam bahasa tulis, sejak buku-buku berbahasa Nias mulai dicetak. Yang dapat penulis sajikan sebagai contoh ialah Alkitab Perjanjian Baru dalam Li Niha yang berjudul SOERA GAMABOE’OELA LI SIBOHOU terbitan Amsterdam 1911 yang disusun H. Sundermann dan dicetak ulang Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, tahun 1984.

Menurut hemat penulis, para misionaris Jerman yang datang ke P. Nias memperkenalkan huruf “ö” dalam penulisan kata-kata Li Niha. Karakter “ö” memang dikenal dalam bahasa tulis latin untuk bahasa Jepang, tetapi Jepang datang belakangan dan juga agaknya tidak memiliki peninggalan berupa tulisan-tulisan berbahasa Nias.

Di era mesin tik dulu, seringkali susah menuliskan “ö” sekali jalan. Biasanya “ö” dicetak sebagai berikut: pertama-tama huruf “o” diketikkan, lalu ‘rol’ mesin tik dimundurkan lagi ke posisi “o” yang telah diketikkan. Kemudian pada posisi yang sama diketikkan lagi karakter “~” (tilda), kalau perlu dengan mengatur spasi sehingga karakter “~” tersebut tepat berada di atas “o”.

Tetapi di era itu, untungnya, ada juga mesin tik yang memiliki karakter “ö” di papan ketiknya, terutama mesin-mesin tik yang dibawa para misionaris Jerman untuk tugas-tugasnya.

Untuk tulisan tangan, penulisan karakter “ö” tidak mengalami kendala, yaitu dengan menempatkan tilda (~) di atas “o” sebagaimana diuraikan di depan. Sekedar informasi, orang-orang tua zaman dahulu pada umumnya memiliki tulisan tangan yang indah, karena pelajaran menulis merupakan salah satu pelajaran penting dan sangat diutamakan para murid zaman dulu, entah karena apa. Nah, kelihatan sekali bagaimana orang-orang tua kita dulu begitu menikmati saat ketika mereka menulis, dan terutama cara mereka “melukis” karakter “~” di atas “o” dengan sangat telaten. Di zaman orang tua kita dulu, ternyata dalam soal menulis mereka umumnya memegang prinsip: biar lambat (menulis) asal indah.

Pentingnya mempertahankan karakter “ö” dalam Li Niha
Begitu pentingkah karakter “ö” dalam kata-kata Li Niha ? Jawabnya: ya ! Kehadiran karakter “ö”, misalnya, sangat membantu orang-orang tua kita dulu dalam membaca, misalnya untuk membaca Alkitab. Tentu saja kita jangan membandingkan kecepatan kita membaca dengan kecepatan mereka membaca yang umumnya terbatas.

Ada kecenderungan (dan sayangnya kita tidak mempedulikan ini) untuk menghilangkan ciri khas Li Niha ini dengan mensubstitusi karakter “ö” dengan “o” karena dianggap kedua bunyi itu berdekatan. Berikut ini diberikan beberapa contoh kata-kata untuk melukiskan betapa fatalnya ‘penyederhanaan’ itu:

tölö-tölö (kerongkongan) vs. tolo-tolo (bantuan)
törö-törö (singgah-singgahlah) vs. torotoro(nama sejenis burung)
fötö (sejenis burung elang) vs. foto (potong, pintas)
dörö (barangkali) vs. doro (dorong)
föfö (bagian dari sesuatu) vs. fofo (burung)
ö’ö (tokek) vs. o’o (ilalang)

Agak mengherankan juga bahwa para pejabat di Nias yang terkait dengan pendataan penduduk tidak memperhatikan hal ini. Lihat saja begitu banyak nama dalam KTP di Pulau Nias yang ditulis tidak secara benar: huruf “ö” tidak pernah muncul, tetapi digantikan langsung dengan “o”.

Dalam sebuah wawancara di SCTV semasa banjir besar melanda Nias beberapa waktu yang lalu, seorang pejabat pemda Nias diwawancarai oleh pembawa berita siang itu. Sambil wawancara berlangsung, nama beliau ditayangkan di layar dengan marga yang ditulis secara kurang benar: “Gulo” yang seharusnya “Gulö”. Kita salut kepada beliau yang sempat meralat pengucapan pewawancara ketika menyebut marganya: “Gulo”. Beliau beberapa kali berusaha mengoreksi walaupun si pewawancara tetap berpedoman pada teks yang ditayangkan di layar.

Cara menulis “ö” di komputer Di komputer, fasilitas penulisan karakter “ö” tersedia, sehingga tidak ada alasan untuk menghilangkannya dan menggantikannya dengan “o”. Karakter “ö” adalah sebuah karakter ASCII bernomor urut 148 yang dapat dimunculkan dengan menekan sejumlah tombol ketik di papan ketik (keypad). Caranya adalah sebagai berikut.

Tekan dan tahan (hold) tombol ketik “Alt” yang terletak di sebelah kiri (dan kadang-kadang ada juga di kanan) spacebar, lalu tekan berturut-turut angka 1, 4, dan 8 yang ada di keypad yang ada di sebelah kanan papan ketik. Kemudian tombol Alt dilepaskan, maka muncullah karakter “ö”. Kadang-kadang pada beberapa keypad, angka 0 harus ditekan terlebih dahulu sebelum angka 1, 4, dan 8 ditekan. Jadi cobalah keduanya.

Catatan:

  1. Sebelum melakukan hal di atas, yakinkan dulu bahwa lampu Num Lock yang ada di sebelah kanan papan ketik hidup dengan men-toggle tombol Num Lock di keypad.)
  2. Selain cara di atas,”ö” bisa juga dimunculkan dengan menekan tombol “Alt” dan kombinasi angka-angka 0244, 0245 atau 0246 di keypad.

Pemunculan “ö” dengan cara ini berlaku untuk teks murni (tanpa format). Untuk teks yang ditulis dengan pengolah kata seperti Microsoft Word, berbagai jenis huruf (font) memiliki karakter ö dalam berbagai tampilan.

Semoga dengan informasi ini, kata-kata berbahasa Nias yang mengandung karakter ö dapat ditulis secara benar.

*Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di situs Nias Portal dalam Topik Li Niha, tanggal 5 Mei 2003. Dengan sedikit revisi, dipublikasikan kembali dalam blog Yaahowu, 25 September 2005.

Tags: ,

5 Responses to “Karakter “ö” Dalam Li Niha”

  1. Hans Gulö

    Saya sedang googling untuk mencari tahu asal muasal huruf o umlaut (ö) terdapat dalam bahasa Nias ketika menemukan artikel ini.

    Ceritanya begini…
    Barusan tadi siang saya bertemu dengan seorang client kemudian saya menyerahkan kartu nama saya. Dia — orang Finlandia — setelah agak lama mengamati kartu nama saya mengatakan kenapa ada o umlaut di nama saya. Dia kemudian mengeja marga saya, pronouncenya sempurna… Gulö! Kemudian saya menjelaskan bahwa saya berasal dari Nias dan dalam bahasa Nias huruf ö memang lazim dipakai dalam banyak kata. Dia cukup bersemangat mendengar cerita saya, dan kemudian mengatakan bahwa pasti ada pengaruh dari Finlandia, negara asalnya. Kemudian saya menjelaskan dengan agak tidak yakin bahwa kemungkinan itu adalah pengaruh dari bahasa/orang-orang Jerman yang dulu datang di Nias. Saya pernah dengar-dengar begitu. Sekali lagi dia dengan yakinnya dia mengatakan pasti tidak. Bukan Jerman, tapi Finland. Dia menjelaskan bagaimana huruf ö dipakai di negaranya dan bagaimana membunyikannya. Ditambahkan juga bahwa bahkan satu huruf “ö” saja dalam bahasa Finland sudah memiliki arti, yaitu “pulau”. Saya sempat berpikir apa ada relevansinya dengan Nias yang berupa pulau… hanya kebetulan semata?
    Saat itu saya tidak bisa mengiyakan atau membantah karena tidak memiliki latar belakang pengetahuan sama sekali mengenai hal ini. Selama ini take for granted saja. Kami hanya saling takjub saja. Yah… setidaknya omongan soal huruf ö ini lumayan juga jadi topik obrolan pembuka untuk mengencerkan suasana 🙂

    Jadi sekarang saya jadi penasaran ingin tahu juga, dari mana huruf ö ini berasal, apa tujuannya, siapa yang memperkenalkan. Apa benar dari para misionaris Jerman? Apa bukan orang Finland? Atau malah dari negara lain? Pada tulisan diatas, dikatakan oleh para misionaris Jerman menurut hemat penulis 🙂 Jadi tidak begitu konklusif. Lalu kenapa hanya o umlaut? Kenapa tidak ada huruf u, a, e umlaut atau accent characters lain yang kemungkinan terdapat pada bahasa tulisan di negara asalnya.

    Kalau ada yang bisa menginformasikan artikel atau literatur mengenai topik ini, atau etimologi bahasa Nias, terutama yang online saya akan berterimakasih sekali. Saya sangat yakin informasi tersebut akan bermanfaat bagi orang banyak.

    Sekarang saya akan meneruskan googling lagi. Mudah-mudahan saat lain kali bertemu dengan client yang orang Finland itu saya sudah bisa menyetujui atau membantah argumen dia 🙂

    Ya’ahowu!

    #2278
  2. ehalawa

    Bung Gulö,

    Sangat menarik kisah Anda tentang karakter “ö” dan pertemuan Anda dengan orang Finland itu. Kisah ini lebih relevan lagi karena marga Anda (Gulö) seringkali ditulis/dibaca secara salah oleh orang bukan Nias.

    Saya belum pernah menemukan pengaruh Finlandia terhadap Nias. Rasa-rasanya belum pernah ada misionaris asal Finlandia yang berkarya di Nias, saya juga belum pernah mengenal ada peneliti Finlandia atau karya tulis orang Finlandia tentang Nias.

    Mudah-mudahan ada dari antara pembaca yang bisa memberikan informasi lebih lanjut atau mengoreksi pernyataan ini.

    Atas dasar itu, dan atas kenyataan adanya tulisan karya orang Jerman seperti Sura Gamaboe’oela Li Siföföna dan Sura Gamaboe’oela Li Sibohou, atau buku karangan Eduard Fries: “Nias – Amoeata Hulo Nono Niha”, maka saya memberikan simpulan yang “tidak begitu konklusif” itu dalam artikel di atas.

    Mengapa mereka (para penulis) itu memperkenalkan karakter “ö” ? Barangkali karena mereka tahu bahwa bunyi yang terdapat dalam sejumlah kata-kata Nias itu dekat dengan bunyi “ö” yang ada dalam bahasa mereka, Jerman, dan jauh dari bunyi huruf “o” atau “e” yang biasa.

    Seingat saya (ini sungguh ingatan yang sangat samar-samar dan mohon koreksi kalau ternyata salah), saya pernah melihat ijazah “sekolah rakyat” yang dikeluarkan di zaman Jepang (Jepang menjajah Indonesia 1942-1945). Dalam ijazah itu ada juga karakter “ö” untuk kata-kata Jepang, kalau tak salah untuk menunjukkan nama sekolah dasarnya atau nama sertifikatnya itu, jadi bukan dalam kata-kata Nias. Jepang sendiri memiliki sistem tulisan sendiri tetapi ijazah yang saya sebutkan itu dicetak dalam aksara Latin.

    Mengapa a, e, dan u umlaut tidak ada dalam kata-kata Nias ? Lebih tepat: mengapa mereka itu (siapa pun yang mula-mula memperkenalkan karakter ö dalam bahasa Nias) tidak memperkenalkan a, e, dan u umlaut dalam kata-kata Nias ? Jawaban: karena kata-kata Nias tidak memiliki bunyi yang perlu direpresentasikan oleh a, e, dan u umlaut itu. Huruf-huruf a, e,i, o, u, dan ö mampu merepresentasikan bunyi yang muncul dalam kata-kata bahasa Nias.

    Silahkan juga melihat kamus nias online: di: http://niasonline.net/kamus-nias/

    Yaahowu,

    ehalawa

    #2281
  3. Fofo'usö

    Ya’ahowu ira talifusö:

    Ini barangkali masih terkait dengan topik di atas dan menyangkut ketatabahasaan Nias, ada beberapa hal yang masih sering menimbulkan kebingungan setidaknya bagi saya, dalam hal pengejaan kata-kata dan juga kaidah penulisan Bahasa Nias, di antaranya:

    1. Penulisan kata ulang.
    Dalam Bahasa Indonesia kata ulang menunjukkan makna jamak baik yang menyangkut benda misalnya kata: orang-orang, buku-buku, rumah-rumah, dan lain-lain, maupun yang menyangkut proses misalnya: melihat-lihat, tolong-menolong, terus-menerus, dan sebagainya, ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-).
    Dalam penulisan Alkitab berbahasa Nias, penulisan kata ulang dengan menggunakan tanda hubung (-) agaknya tidak dikenal, misalnya “Ngenoengenoe, fa’owoeawoea dödö, waöwaö, dll.

    2. Konsonan ganda “kh,” dengan lafal yang sama seperti pada kata “akhir” dalam Bahasa Indonesia, dalam bahasa Nias dieja dengan menggunakan konsonan ganda “ch” misalnya, “lachömi, “aechula,” dll., seperti dalam ejaan lama Bahasa Indonesia. Juga fonem “u,” yang dieja menjadi “oe.” Misalnya “Soera Gamaboe’oela Li Si Bohooe.”

    3. Penulisan huruf “W” dan “Ŵ” yang dikenal dalam bahasa Nias untuk membedakan penulisan lafal yang memang merupakan salah satu keunikan bahasa Nias seperti dalam kata-kata “bawa” (mulut), “mowaöwaö” (berjalan-jalan), “niwöwöi” (ciptaan) dengan kata-kata “baŵa” (bulan), “ŵa’a” (akar), ŵalu (delapan)” dll.

    Lafal “w” ini, seperti yang terdapat dalam bahasa Nias pada kata “bawa” (mulut) tidak dikenal dalam bahasa Indonesia, tetapi mungkin dikenal atau agak mirip dengan lafal yang terdapat dalam bahasa di beberapa negara Eropa sepeti bahasa Jerman.

    Pertanyaannya adalah:

    1. Yang mana yang merupakan kaidah acuan kita dalam mengeja dan menulis dalam Bahasa Nias, apakah cara penulisan seperti yang terdapat dalam Alkitab bahasa Nias atau harus mengikuti kaidah-kaidah penulisan Bahasa Indonesia menurut aturan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD)? Atau dapat juga berupa gabungan keduanya dalam artian mengikuti kaidah Bahasa Indonesia dengan mempertahankan karakter-karakter tertentu seperti “ö” dan “ŵ.”

    2. Apakah dengan diberlakukannya Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EyD) berarti pula bahwa pedoman ini berlaku bagi bahasa-bahasa daerah di Indonesia?

    Saohagölö

    #2295
  4. Andi Pangerang

    ya’ahowu

    saya sangat tertarik dengan bahasa nias karena ibu saya yang bermarga hia dan terkadang berbicara dengan li niha…

    seandainya ejaan huruf ö memakai ejaan sunda eu, agaknya kurang pantas, mungkin karena kurang kelaziman.

    #153370
  5. ehalawa

    Ya’ahowu Bung Andi Pangerang, terima kasih atas informasi Anda. “eu” yang sering muncul dalam bahasa Sunda memang kurnag lebih berbunyi sama dengan “ö” dalam Li Niha. Kini karakter “ö” itu telah menjadi salah satu ciri khas bahasa lisan Li Niha.

    Cara memproduksi karakter “ö” dalam tulisan di atas masih relevan, khususnya kalau menggunakan komputer biasa.

    Akan tetapi sekarang banyak orang menggunakan hape (smartphone) untuk menulis. Hape-hape sekarang umumnya sudah menyediakan karakter “ö”, tapi tidak langsung terlihat pada papan ketik (ril atau layar sentuh) hape itu. Sebagai contoh beberapa hape berbasis android dan juga iOS (iPhone) menyediakan “ö” di “belakang” huruf “o”, artinya kalau mau menulis “ö”, “o” harus ditekan agak lama untuk memunculkan beberapa karakter lain, termasuk “ö”. (Catatan: Informasi ini saya tujukan ke pembaca lain, sebab saya yakin Anda sendiri telah mengetahuinya).

    Salam

    #153398

Leave a Reply

Kalender Berita

December 2006
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031