Press Briefing Konferensi Perubahan Iklim, Bali – 4 Desember 2007
Press briefing UN Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) hari Selasa, 4 Desember 2007 dibuka dengan pernyataan Kishan Kumarsingh, Ketua Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) tentang pentingnya mengurnagi emisi dari deforestasi.
Kumarsingh menjelaskan bahwa ekosistem hutan memainkan peran penting secara global baik dalam mengatasi pemanasan global – dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfir – maupun dalam penyesuaian terhadap perubahan iklim dengan memelihara jasa-jasa ekosistem dan pilihan-pilihan kehidupan.
Deforestasi diperkirakan berlangsung dengan laju yang mengkuatirkan, 13 juta hektar per tahun dalam kurun waktu 1990-2005, yang menyumbang sebesar 20% dari emisi gas rumah kaca global tahunan pada akhir dekade 1990an dan merupakan sumber emisi gas rumah kaca kedua terbesar.
Konferensi diharapkan mengambil keputusan mengurangi emisi-emisi dari deforestasi di negara-negara berkembang. Teks kesepakatan yang sedang dibahas, menurut Kumarsingh, memahami urgensi untuk mengambil tindakan berkaitan dengan masalah ini dan meletakkan landasan kerja untuk memulai secepatnya aktivitas-aktivitas pengembangan kemampuan dan projek-projek percontohan di negara-negara berkembang. Kesepapakan itu diharapkan juga memecahkan masalah mobilisasi sumber-sumber daya oleh pemerintah negara-negara berkembang dan kerja metodis yang diperlukan untuk mengestimasi emisis-emisi dari deforestasi. Keputusan-keputusan ini, tambahnya, penting untuk memuluskan jalan untuk pengaturan pengurangan emisi-emisi dari deforestasi pada kesepakatan perubahan iklim di masa depan.
Dalam kaitannya dengan penegakan kesepakatan, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Yvo de Boer menyebutkan pilihan antara pendekatan penghargaan atau penghukuman (stick or carrot approach). Dalam proses, katanya, pilihan telah dibuat untuk memilih jalur penghargaan, dengan melihat pada keprihatinan masyarakat miskin terkait dengan masalah ekonomi dan menawarkan pada mereka alternatif ekonomis daripada aktivitas penebangan pohon.
Dalam rangkumannya sedemikian jauh, de Boer mengatakan Konferensi ini dimulai dengan awal yang melegakan, terutama terkait keputusan Presiden Convention on Climate Change (COP) Rachmat Witoelar untuk membentuk sebuah kelompok kontak khusus. Fokus dari kelompok ini, yang dipimpin sendiri oleh Rahmat Witoelar, adalah berkaitan dengan: bagaimana negosiasi dilakukan untuk perundingan perubahan iklim pasca-2012, topik-topik apa yang dirundingkan dan kapan perundingan-perundingan harus diselesaikan.
Tujuan adalah mempersempit pandangan-pandangan yang berbeda pada ketiga isu tersebut dan menyerahkan sejumlah terbatas usulan kepada Menteri-menteri yang menghadiri segmen Tingkat Tinggi minggu depan, yang nanti akan mengambil keputusan akhir tentang apa yang harus menjadi keputusan Konferensi Bali untuk rencana-rencana ke depan.
Yvo de Boer memahami keprihatinan dari negara-negara berkembang yang mengatakan bahwa fokus yang terlalu terarah ke masa depan mungkin akan mengalihkan perhatian dari masalah-masalah saat ini, yang bisa mengabaikan kebutuhan-kebutuhan mendesak dalam bidang adaptasi, transfer teknologi dan pengembangan kemampuan.
Menyebut pentingnya tercapainya keseimbangan antara isus masa kini dan masa depan, de Boer merangkum dengan mengatakan bahwa pertemuan hari pertama telah menghasilkan “suatu langkah maju ke depan,†baik dalam hal negosiasi masa depan maupun dalam keprihatinan masa kini dari negara-negara enrkembang. (Sumber: Situs UNFCC)