Kerusakan Pantai Nias Mengkhawatirkan
[NIAS] Kerusakan lingkungan Pantai Teluk Dalam, Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengkhawatirkan, karena adanya penambangan pasir pantai dan batu karang di lokasi itu. Kelestarian alam dan keindahan pantai terancam hilang akibat penambangan pasir pantai secara besar-besaran oleh warga setempat.
Kondisi terparah itu terjadi di Desa Hilisataro, Kecamatan Teluk Dalam, Nias Selatan. Di wilayah tersebut, warga bebas mengambil pasir dan karang. Akibatnya, jalan provinsi antara Gunungsitoli-Teluk Dalam sebagian longsor akibat tergerus air.
Tumpukan pasir dan karang di kawasan itu sebagian menutup badan jalan, sehingga arus lalu lintas pun menjadi tidak lancar.
“Kami tidak punya pekerjaan lain lagi. Kami mengambil pasir dan karang ini untuk memenuhi permintaan orang beli,” kata warga setempat bermarga Laia (38) ketika ditemui, di Pantai Hilisataro, Kecamatan Teluk Dalam, Nias Selatan, pekan lalu.
Laia, yang enggan menyebut nama lengkapnya itu, mengakui, pekerjaannya bisa merusak lingkungan. Namun, katanya, tidak ada petugas dan kepala desa yang melarangnya.
Meskipun Pemerintah Daerah Nias Selatan telah memasang papan larangan mengambil pasir pantai dan batu karang, namun tidak mampu mencegah warga yang ingin menambang. Larangan pemerintah setempat, seperti tertera di papan larangan yang berada di kawasan itu, memang mencantumkan ancaman bagi warga yang melakukan penambangan sesuai dengan Undang-Undang No 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ancaman Tsunami
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Siti Maemunah di Jakarta, Selasa (13/11) mengingatkan, agar proses rekonstruksi Nias tetap memperhatikan kerentanan wilayah itu terhadap bencana yang menghancurkan daerah itu, yakni tsunami.
Menurutnya, eksploitasi di kawasan pasir dan batu karang di daerah sudah tertimpa bencana itu memang kontradiktif dan kalau jika tidak diurus dengan benar, penduduk berikutnya akan mengalami kerentanan juga.
Dia berharap penambangan pasir Pantai Teluk Dalam Nias Selatan itu bisa dikendalikan oleh pemerintah setempat. Justru kalau perlu, sepanjang pantai itu direhabilitasi pula dengan penanaman pohon bakau untuk menahan gelombang tinggi bila terjadi tsunami.
Pengamatan di lokasi penambangan itu terlihat ratusan anak sekolah lengkap dengan pakaian seragam. Salah seorang anak, Septi Yanti Telambanua (13), mengatakan, dirinya ikut menambang pasir membantu orangtua. “Saya bantu bapak,” ucapnya.
Septi ikut menambang pasir sebelum diangkut ke tempat penimbunan. Anak sekolah lainnya, Muralji (15) mengatakan, warga akan mematuhi larangan pemerintah jika ada ketegasan dari aparat pemerintah. Dia mengatakan, warga berani mengangkut pasir dan karang, karena warga tidak pernah mendapat teguran langsung dari aparat.
Diduga, banyaknya penambangan pasir pantai dan batu karang itu terjadi akibat maraknya pembangunan yang dilakukan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD- Nias. Upaya rekonstruksi pascagempa itu akan terus dilakukan BRR hingga akhir 2008.
Manajer Informasi dan Komunikasi Publik BRR Perwakilan Nias Emanuel Migo, mengatakan, lembaganya meminta pengambilan pasir dan karang dari pantai dihentikan. Permintaan itu sudah dilayangkan ke pemerintah daerah melalui surat resmi. [W-12] (Suara Pembaruan, 12/11/07)
Kenapa ga ditindak tegas ya ? kalau dibiarkan, kan kita sendiri yang kena batunya..! bencana yang diakibatkannya ga akan mengenai orang lain,kan? Di mana kesadaran kita akan lingkungan hidup?
1jan88_juma@yahoo.co.id
duh prihatin bgt ya lht kerusakan pantai saat ini.
alam kita sndiri yang menempati knp kita jg yg merusak?
ayo lebih tegas
lbih peduli…
memprihatinkan bgt keadaan pantai yg skr pantai yg bgs2 jd rusak karena ulah manusia yg mementingkan kepentingan pribadi. Padahal kl bnr2 mau menjaga yang di untungkan jg qt2 semua..ayo lah sadar untuk tdk merusak lingkungan yg dah qt punya.
kenapa ga ditindak tegas ya..? kasian pada anak cucu penerus bangsa…