Protap Semakin Sulit Dibentuk
Medan WASPADA Online
Kalangan akademisi, menyatakan, beberapa kabupaten pemekaran di Sumatera Utara yang belum mampu berdiri sendiri, dapat dikembalikan kepada kabupaten induk.
“Fenomena ini juga mengganjal peluang terbentuknya Provinsi Tapanuli (Protap), yang ingin berpisah dengan Provinsi Sumatera Utara,” kata Faisal Akbar Nasution, M.Hum, dosen Universitas Sumatera Utara (USU) merangkap Dekan Fakultas Hukum Universitas Dharma Agung (UDA) di Medan, Kamis (8/2), menanggapi wacana tentang status beberapa kabupaten pemekaran di Sumut akan ditinjau ulang.
Faisal menjelaskan, dalam UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah dan PP No. 129/2000 tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah disebutkan, apabila dalam jangka waktu lima tahun suatu daerah pemekaran ternyata tidak mampu melaksanakan otonomi daerah, maka status mereka akan dievaluasi kembali.
Yang dimaksud dengan tidak mampu, kata Faisal, apabila setelah lima tahun dimekarkan, ternyata kabupaten baru masih harus menerima bantuan dana dari pemerintah pusat dan kabupaten induk sebagai sumber pendapatan.
“Kabupaten tersebut ternyata masih harus menerima bantuan Dana Alokasi Umum (DAU), sehingga malah menjadi beban bagi pemerintah pusat dan kabupaten induknya,” kata Faisal.
Faisal menjelaskan, DAU yang diberikan pemerintah sebenarnya hanya untuk memberikan stimulus kepada kabupaten baru agar pemerintahan berjalan efektif. Sifatnya tidak permanen, karena hanya diberikan pada lima tahun pertama. Dan jumlahnya semakin lama semakin kecil. Selain itu, kata Faisal, kabupaten baru tersebut harus mampu mewujudkan tujuan otonomi yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan pelayanan publik semakin baik.
“Jadi apabila masyarakat justru merasa terbebani dengan semakin banyaknya pungutan, maka kabupaten tersebut dianggap tidak mampu,” kata Faisal. Lebih jauh Faisal mengatakan, apabila ternyata beberapa kabupaten baru seperti Toba Samosir, dan Humbahas ataupun kabupaten baru lainnya yang berada dikawasan Tapanuli ikut ditinjau ulang, maka hal tersebut akan semakin mempersulit terpenuhi syarat-syarat terbentuknya Protap.
Karena, kata Faisal, dalam UU No.32/2004 disebutkan, untuk membentuk provinsi baru harus memiliki minimal 5 kabupaten/kota.
“Jadi kalau jumlah kabupaten berkurang karena ada beberapa yang harus bergabung lagi dengan induknya, maka akan semakin kecil peluang Protap untuk mendapatkan lima kabupaten,” katanya.
IARAPI menolak
Sementara itu, Ikatan Anak Rantau Pak-Pak Indonesia (IARAPI) menolak dengan tegas pembentukan Protap karena akan menimbulkan perpecahan suku dan etnis secara berkepanjangan di Sumut.
Demikian pernyataan sikap Ikatan Anak Rantau Pakpak Indonesia (IARAPI) yang disampaikan Ketua Umum IARAPI Ashrun Brampu bersama Sekretaris Umum Arjuna Bancin serta Bendahara Umum Ruslan Brutu, Selasa, usai mengikuti aksi demo gabungan yang dimotori Forum Masyarakat Pak-pak Medan dan Sekitarnya untuk menolak pembentukan Protap di Gedung DPRD-Sumut dan Kantor Gubsu Jalan P. Diponegoro Medan.
“Andai kata Protap jadi juga terbentuk, maka Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Bharat jelas tidak boleh digabungkan dengan provinsi yang baru dalam wacana pembentukan itu,” kata Ashrun Bancin yang mengaku menurunkan anggotanya dari IARAPI ratusan orang pada aksi demo Selasa (6/2). Penolakan pembentukan Protap, kata Ashrun, merupakan harga mati. Karena, bila ditinjau dari SDM. Protap jelas tidak layak untuk ditumpangi bakalan menyengsarakan daerah dan masyarakat Dairi dan Pakpak Bharat.
“Bergabung dengan Protap sama halnya dengan menumpang kapal bocor,” kata Arjuna Bancin yang berjanji akan kembali melakukan aksi-aksi damai untuk berjuang agar Protap batal dibentuk dan sekaligus Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat tetap bergabung dengan Provinsi Sumut seperti sekarang.
Kepada DPRD Sumut, Gubsu dan pemerintah pusat, pengurus IARAPI berharap agar bersedia menyahuti aspirasi seluruh masyarakat Pak-pak yang terhimpun dalam berbagai elemen, suku dan kelompok baik yang berada di kampung halaman sendiri maupun yang berdomisili di daerah perantauan.
PAN menolak
Sementar itu, usulan tentang Protap dinilai Sekretaris DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Sumut belum tepat. Disebutkan Drs H.M. Subandhi, Bsc, jika tetap dipaksakan maka akan memunculkan kesenjangan antara Provinsi Sumut dengan Protap.
Sekretaris DPW PAN Sumut H.M Subandhi, mengatakan hal itu, menjawab pertanyaan wartawan, Kamis (8/2).
“Sikap ini merupakan garis partai dan telah menjadi sikap partai,” katanya. Bagi DPW PAN Sumut, kata Subandhi, menyikapi masalah pembentukan Protap bukan soal setuju atau tidak setuju. Tapi bagaimana agar Sumut dapat kondusif, terlebih saat menyongsong pemilihan gubernur 2008. Katanya, bukan tidak mungkin, persoalan ini dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan situasi.
Kata Subandhi, PAN Sumut melihat, baik wilayah maupun masyarakat yang akan digabungkan ke dalam Protap juga belum siap. Termasuk dalam aspek ekonomi secara umum. Jika tetap dipaksakan, katanya, akan mengorban masyarakat di wilayah-wilayah itu. Kata Subandhi, akan muncul kesenjangan antara Provinsi Sumut dengan Protap itu. ”Ini sangat tidak baik bagi masyarakat,” katanya.
Subandhi juga mengajak para tokoh dan komponen masyarakat yang ada untuk melihat masalah ini dengan jernih. “Jangan hanya karena keinginan kelompok-kelompok tertentu akan menimbulkan perpecahan di masyarakat.”
Menurut Subandhi, PAN Sumut juga menilai usulan pembentukan Protap ini belum murni keingian masyarakat. (cnol/m17) (ags)
Sumber: Waspada Online, 9 Februari 2007