Dari Dialog Publik KKJD Sumut
*Hentikan Politisasi Politik Identitas
Medan, (Analisa)
Realitas pluralitas suku, budaya, agama dan kepercayaan merupakan salah satu modal sosial yang menjadikan warga Sumut bisa hidup dalam kebersamaan, minimal hingga saat ini.
“Modal sosial yang plural seperti itu harus sama-sama kita rawat dan pupuk agar iklim kehidupan yang harmonis dapat terus kita pertahankan,†demikian dikatakan Koordinator Kelompok Kerja Jaringan Demokrasi (KKJD) Sumut J Anto di sela-sela kegiatan Dialog Publik yang digelar di Hotel Antares, Selasa (28/11) dengan mengusung tema “Mengkritisi Menguatnya Politik Identitas di Sumut†yang menampilkan Sosiolog dari Universitas Indonesia Jakarta Tamrin Amal Tomagola dan Teolog AB Sinaga sebagai pembicaranya.
Menurut J Anto, KKJD Sumut merupakan kelompok kerja politik dari 11 Ornop di Sumut yang mengagendakan terwujudnya kehidupan demokrasi yang lebih bermakna bagi rakyat, khususnya di level lokal dan regional.
Salah satu agenda jangka panjang KKJD Sumut adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas representasi pada institusi-institusi politik. Strateginya dengan mempersiapkan rakyat untuk terjun sebagai pelaku politik.
“Tapi jangan salah paham, yang mau dimajukan adalah aktifis organisasi rakyat, bukan aktifis ornop. Dan itupun harus dilakukan proses politik yang terbuka dan fair sehingga sungguh-sungguh bisa mencerminkan bahwa aktifis yang bersangkutan merupakan representasi dari akar rumput,†tambah J Anto seraya menyebutkan ornop yang bergabung dalam KKJD Sumut adalah BAKUMSU, KSPPM, YPRK ‘Pondokan’, HAPSARI, ORI, PESADA, SBSU, KPS, Bina Insani, Walhisu dna KIPPAS.
PROSEDURAL
Dikatakan J Anto, saat ini sistem politik sudah mengalami kemajuan di sana-sini. Sudah ada pemilu langsung, juga pemilihan kepala daerah secara langsung. Namun dalam amatannya, yang muncul bukan kehidupan demokrasi yang sejati, tapi masih sebatas demokrasi prosedural.
Artinya, semua proses politik yang berlangsung di lembaga politik, misalnya di DPRD, hanya mengedepankan aspek prosedural dan mengabaikan kepentingan serta amanat penderitaan mayoritas rakyat. Khususnya mereka yang berada di lapis bawah. Akibatnya banyak kebijakan-kebijakan politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan maupun hukum tidak memihak kepada kepentingan rakyat.
“Hal ini disebabkan orang-orang yang mengisi lembaga-lembaga demokrasi kebanyakan tidak representatif. Mereka masih jauh dari rakyat,†cetus J Anto. Implikasinya, lanjut J Anto, orientasi politik mereka lebih untuk mempertahankan kepentingan politik kelompok mereka.
Orientasi politik seperti itu, menjadikan mereka kerap melakukan manuver-manuver politik yang justeru mencederai demokrasi.
Dalam pandangan KKJD Sumut, politisasi politik aliran tersebut akan mengkondisikan rakyat untuk kembali berada dalam pola hubungan patron-klien yang tidak sehat. Dampaknya, ketika menjatuhkan pilihan politik, misalnya dalam pemilu 2009 kelak, atau dalam Pilkada 2008 di Sumut, pilihan rakyat bukan dilandasi karena kompetensi kandidat. Tapi karena ikatan-ikatan primordial rakyat dengan kandidat.
“Karena itu, KKJD Sumut berinisiatif menggelar dialog publik ini. Tujuannya agar publik yang hadir, khususnya aktifis organisasi rakyat yang tengah mempersiapkan diri sebagai calon pemain politik dapat memahami realitas pluralitas yang ada di Sumut dan menjadikan hal tersebut menjadi modal kreatifitas berpolitik, bukan sebagai pemicu banalitas politik,†terangnya.
Dikatakan J Anto, Ornop yang terlibat dalam KKJD Sumut sudah banyak yang melakukan pengorganisasian dan pendidikan politik di kalangan warga pedesaan di Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, Tobasa, Dairi Pakpak Barat, Nias, Samosir, Humbahas, Taput, Labuhan Batu dan Medan. (mc)
*Sumber: Analisa, Rabu 29 November 2006