Jangan Sampai Terjadi Lagi, Korban Ibarat Mati Dua Kali
NIASONLINE, JAKARTA – Lamanya proses evakuasi jenazah korban perahu mesin tempel yang terbalik di perairan Pulau Sipika, Kepulauan Batu, Nias Selatan membuat banyak pihak, terutama keluarga korban terhenyak dan mengelus dada.
Mereka marah dan menilai Pemda Nias Selatan terkesan lamban mengurusi pemulangan jenazah anak dan keluarga mereka. Khusus untuk tiga jenazah terakhir ditemukan, butuh tiga hari sampai mereka bisa dievakuasi. Dinyatakan hilang pada Jum’at (6/9/2013) sore, ditemukan Minggu (8/9/2013) sore dan baru terevakuasi Rabu (11/9/2013) pagi.
Reaksi seperti itu sangat wajar dan masuk akal. Secara psikologis, mereka merasa hancur dengan kepergian tiba-tiba orang yang mereka sayangi. Namun, secara psikologis juga, duka cita itu bisa sedikit terobati bila jenazah bisa tiba lebih cepat sehingga bisa ‘melampiaskan’ rasa duka mereka dengan meratapi dan lalu memakamkannya.
Setelah ditemukan pada Minggu (8/9/2013), mereka berharap, esoknya, sudah bisa ‘bertemu.’ Tapi, sayang, itu jauh dari harapan. Kapal yang akan mengevakuasi jenazah, khususnya Azas Bu’ulölö harus balik ke Pulau Tello karena dihadang ombak besar.
Kegagalan evakuasi pada hari pertama itu juga harus dimaklumi. Kita tidak bisa melawan alam yang mengamuk. Bahkan beberapa hari sebelumnya, tim peliput dari salah satu TV nasional mengurungkan niat meliput ke sana karena faktor cuaca juga.
Namun, tidak berarti alternatif sudah habis. Bisa dengan menggunakan helikopter yang pada hari kedua telah digunakan mengevakuasi tiga korban pegawai Pemprov Sumut yang ditemukan lebih awal.
Guna memastikan keseriusan Pemda Nias Selatan, perwakilan keluarga dan Desa Bawömataluo berinisiatif menemui Bupati Idealisman Dachi di rumah dinasnya pada Senin (9/9/2013) malam. Mereka di antaranya, Kadis Perhubungan dan Camat Fanayama yang juga warga desa tersebut. Turut hadir juga perwakilan Si’ulu untuk urun rembug mencari solusi.
Hasilnya, seperti paparan perwakilan tersebut ke keluarga dan warga desa, Bupati akan mengupayakan penggunaan helikopter SAR melakukan evakuasi pada Selasa (10/9/2013) bila evakuasi melalui laut tidak memungkinkan. Rencananya, bila menggunakan helikopter, evakuasi jenazah Azas akan diusulkan didahulukan sebelum mengevakuasi jenazah Sutrisno dan Jireh Manullang yang direncanakan dievakuasi langsung ke Medan.
Namun, harapan itu kembali pupus. Pada pagi hari ada sedikit harapan. Helikopter SAR mendarat di Pulau Tello. Namun, bukannya untuk mengantar jenazah Azas lebih dahulu. Helikopter itu justru mendahulukan evakuasi Sutrisno. Jenazah Jireh Manullang tidak ikut dievakuasi. Keluarga dan warga yang menunggu helikopter di Pantai Lagundri akhirnya pulang dengan kekecewaan dan tentu saja, tambah kesal.
Ada yang mengatakan, akan dievakuasi pada penerbangan berikutnya. Tapi ternyata, sampai sore dan malam hari, helikopter itu pun tidak pernah datang lagi. Tidak ada pilihan lain, jenazah Azas dan Jireh Manullang harus dievakuasi melalui Telukdalam.
Yang lebih menyedihkan lagi, jenazah almarhum Jireh, setelah tiba di Telukdalam, kemudian dibawa lagi ke Gunungsitoli untuk selanjutnya menggunakan kapal laut diseberangkan ke Sibolga.
Dari sana, menggunakan perjalanan darat dibawa ke rumah duka dan direncanakan tiba pagi ini, Kamis (12/9/2013). Padahal dari sana ada pilihan untuk menggunakan pesawat pada kemarin sore atau pesawat penerbangan pertama pagi ini. Saat artikel ini ditayangkan, jenazah Jirah diperkirakan sudah sampai rumah duka.
“Kami sudah berkoordinasi, namun tidak memungkinkan karena faktor cuaca,†ujar Bupati Idealisman ketika dikonfirmasi mengenai seperti apa upayanya untuk percepatan evakuasi menggunakan helikopter itu.
Alasan berbeda diungkapkan Camat Pulau-Pulau Batu Hayudin Zamili. Katanya, sekitar pukul 15.00 wib mendapat kabar dari SAR di Gunungsitoli yang berhubungan dengan SAR di Medan bahwa helikopter tidak bisa terbang karena mengalami kerusakan.
Namun, informasi berbeda dari pejabat Pemkab Nisel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa tim evakuasi SAR hanya mendapat tugas untuk mengevakuasi Sutrisno. Itu artinya, mereka tidak mendapat perintah penugasan untuk mengevakuasi jenazah Azas dan Jireh.
Sungguh ironis. Karena kedua jenazah yang mulai rusak itu harus menginap lagi di Pulau Tello sampai kemudian dievakuasi menggunakan KMP Simeulue pada Rabu (11/9) pagi.
Wajar saja bila kemudian publik bertanya-tanya. Mereka berpendapat, andai upaya Pemda Nisel lebih maksimal, masih banyak cara yang bisa dilakukan. Tidak harus bergantung pada heli SAR yang notebene ukurannya lebih kecil sehingga memiliki banyak keterbatasan.
Pemda Nisel seharusnya bisa berkoordinasi dengan Pemprov Sumut, SAR, TNI dan Polda Sumut untuk penggunaan heli yang lebih besar. Dan kalau itu dilakukan, maka seharusnya sudah diantisipasi sejak hari pertama kejadian. Hal yang mungkin juga dilakukan adalah meminta bantuan SAR dari Sumatera Barat, yang secara geografis relatif dekat dengan Kepulauan Batu dibanding ke Medan atau Sibolga.
Sebab, semua tahu kondisi geografis yang sulit di kawasan itu, apalagi karena cuaca tidak menentu, tentu saja membutuhkan peralatan yang jauh lebih mumpuni. Tapi kenyataannya tidak seperti diharapkan.
“Ini sangat menyedihkan. Andra’a niwaöra, dua kali fa’amate (Ini yang orang biasa katakan, ibarat mati dua kali, red),†ujar beberapa tokoh masyarakat dan keluarga kepada Nias Online.
Keterlibatan SAR
Hal mengejutkan lainnya, seperti diungkapkan Hayudin, ternyata, sejak kejadian pada Jum’at (6/9/2013) sore, tidak ada keterlibatan tim Basarnas sama sekali. Baik pada upaya penyelamatan, pencarian maupun evakuasi dari lokasi kejadian (tempat kejadian perkara/TKP).
“Saya tidak melihat satu pun anggota SAR yang datang. Baik dari SAR Medan, Sibolga ataupun dari Pulau Nias. Tidak ada yang secara resmi juga melapor kepada saya. Kegiatan penyelamatan, pencarian dan evakuasi, sepenuhnya dilakukan tim Muspika dan warga masyarakat di sini,†kata dia ketika dikonfirmasi, Rabu (11/9/2013).
Dia mengatakan, tim SAR baru ada ketika helikopter tiba untuk mengevakuasi jenazah tiga pegawai Pemprov Sumut yang ditemukan lebih awal dan ketika mengevakuasi satu lagi jenazah kemarin (10/9/2013).
Wajar saja ketika Hayudin sempat memrotes pemberitaan berbagai media yang semuanya menyebutkan nama SAR sebagai pelaksana kegiatan penanganan pencarian dan evakuasi para korban tersebut.
Meski dalam segala keterbatasan mereka, kerja keras tim di lapangan, tim Muspika yang dipimpin camat Hayudin, juga Kepala Bagian Tata Pemerintahan Nias Selatan Monasduk Duha dan terutama masyarakat setempat yang berjibaku melakukan upaya penyelamatan, pencarian dan evakuasi jenazah ke Pulau Tello, sangat patut dihargai.
Antisipasi Dini
Pemda Nias Selatan dan juga Pemda lainnya di Pulau Nias harus jadikan kejadian ini pelajaran penting dan berharga.
Beberapa hal bisa dilakukan sebagai antisipasi dan kesiapan dini mencegah terjadinya hal serupa di masa mendatang. Ini juga berlaku bagi daerah lainnya di Pulau Nias yang secara geografis semua memiliki wilayah laut dan pulau terpencil.

Perahu yang digunakan rombongan PNS Sumut dan Nisel pada Jum’at (6/9/2013) kemudian terbalik dan menewaskan 8 penumpangnya | NN
Pertama, perlunya ketegasan sikap pada pengutamaan aspek keselamatan bertransportasi di laut. Beberapa pihak mengatakan, perahu mesin tempel yang digunakan tersebut sebenarnya tidak wajar ditumpangi 12 orang.
Jangan sampai terjadi lagi penggunaan alat transprotasi melebihi kapasitas di wilayah yang memang rawan seperti itu. Tidak cukup sampai di situ, juga perlunya penggunaan informasi cuaca secara benar dalam kegiatan pelayaran.
Dan yang sangat penting, penggunaan pelampung dan peralatan keselamatan lainnya, yang cukup dalam setiap kegiatan pelayaran, meski jarak dekat sekalipun. Faktor jarak yang dekat dan keterbiasaan sering kali menjadi jebakan maut. Untuk semuanya itu, pengawasan ketat dari pihak terkait, terutama Dinas Perhubungan sangat mendesak.
Kedua, perlunya kesigapan yang lebih baik menghadapi kejadian besar seperti ini. Tidak hanya dalam melakukan kegiatan pencarian dan penyelamatan, tapi juga mencakup tindakan selanjutnya, evakuasi yang cepat dan efisien.
Nias Selatan perlu membentuk unit khusus dengan fungsi SAR di wilayahnya, dan terutama di wilayah Kepulauan Batu. Dalam konteks ini, perlu ada semacam satuan SAR terpadu dengan empat daerah lainnya di Pulau Nias sehingga bisa bergerak dengan cepat pada kondisi darurat.
Ketiga, miliki sarana transportasi yang memadai untuk fungsi SAR di laut. Tentu saja tidak berarti harus membeli helikopter. Tapi minimal, menyiapkan beberapa kapal yang layak yang sewaktu-waktu bisa digunakan untuk keadaan darurat secara cepat di wilayah dengan kondisi laut yang berbahaya itu.
Keempat, perlunya kapal besar yang berlayar secara regular ke wilayah Kepulauan Batu. Sampai saat ini, selain kapal penyeberangan yang hanya dua kali berlayar dalam seminggu, tidak ada lagi kapal besar yang beroperasi dari dan ke Kepulauan Batu.
Bila saja selama ini kapal penyeberangan yang ukurannya relatif besar tersebut berlayar secara regular ke Kepulauan Batu, maka tidak ada kendala untuk mengevakuasi para korban tersebut.
Tentu saja, guna mewujudkan hal itu, perlu upaya maksimal Pemda Nias Selatan, termasuk kemungkinan memberikan subsidi agar kapal tersebut bisa berlayar ke sana secara reguler tanpa harus menanggung rugi. Tentu saja, frekuensi reguler juga akan berdampak secara ekonomi bagi perkembangan wilayah itu.
Kelima, perlunya penginformasian secara proaktif dan secara teratur perkembangan kegiatan pencarian dan evakuasi. Selain membantu masyarakat mengetahui perkembangan, juga akan menolong tim pencari dan evakuasi untuk mendapatkan dukungan publik lebih luas selama kegiatan berlangsung. (Tim NO)
kasihan memang keluarga yang di tinggalkan akibat musibah ini…