Nias Butuh Balai Karantina Hewan
Medan, Kompas – Pulau Nias hingga kini belum memiliki balai karantina hewan. Pemikiran untuk mendirikan balai karantina muncul pasca-masuknya virus rabies ke Pulau Nias, Sumatera Utara, yang diduga mulai masuk pada akhir tahun lalu.
â€Sudah ada pemikiran untuk membuat balai karantina. Hari Jumat tanggal 12 nanti, Gubernur melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait di Medan, termasuk balai karantina, pemerintah daerah di Pulau Nias, dan dinas kesehatan,†tutur Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Sumatera Utara Mulkan Harahap, Selasa (9/3).
Analisis Dinas Peternakan Sumut sementara menunjukkan bahwa virus diduga masuk lewat hewan pembawa rabies atau HPR dari Pulau Sumatera melalui jalur laut. Selama ini lalu lintas manusia dan hewan secara intens masuk ke Pulau Nias dari Tapanuli Tengah-Sibolga melalui jalur laut. Di sisi lain, pulau dengan satu kota dan empat kabupaten itu belum memiliki balai karantina untuk pintu masuk, baik dari laut maupun udara. â€Masih perlu penelitian lebih lanjut dari mana virus berasal,†kata Mulkan.
Menurut Mulkan, Dinas Peternakan Sumut telah mengajukan draf surat penutupan sementara lalu lintas HPR, yakni anjing, kera, dan kucing, ke Pulau Nias selama enam bulan. Draf surat sudah masuk ke Biro Hukum Pemerintah Provinsi Sumut.
Bupati Nias Binahati Baeha mengakui, Pulau Nias belum punya pengalaman mengatasi rabies sebab selama ini dinyatakan bebas dari rabies. Maka, pemerintah kabupaten/kota banyak yang tak punya vaksin antirabies berikut tenaga vaksinatornya.
â€Tapi, kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah di lima kabupaten/kota di sini,†tutur Binahati.
Kasus gigitan anjing gila pertama kali terjadi kepada Elvi Kristiani Lase (7) di Desa Saewe, Kota Gunungsitoli. Elvi digigit anjing gila pertengahan November dan meninggal 11 Januari 2010. Selain Elvi, korban lain adalah Rosila Ndraha (52) di Desa Idanö Tae yang digigit anjing tanggal 17 Desember 2009 dan meninggal pada 4 Februari 2010.
Kasus lain menimpa Amina Zega (70), warga Desa Gawugawu Bauso, yang digigit anjing pada awal Desember dan meninggal 1 Februari 2010. Selain mereka, juga ada Elisari Arefa (51), warga Desa Leleana, yang digigit anjing pada 27 Desember dan meninggal pada 30 Januari 2010.
Kasus terakhir menimpa Kepala Dinas Kesehatan Nias Utara Christian Zai (40). Korban digigit anjing awal Januari dan meninggal 6 Maret lalu.
Penanganan rabies di Nias, kata Mulkan Harahap, sulit karena populasi anjing di pulau itu diperkirakan puluhan ribu ekor, sementara sampai saat ini hanya ada empat tenaga vaksinator. Vaksinasi juga sulit dilakukan pada siang hari karena warga bekerja. (WSI)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/10/03574737/nias.butuh.balai.karantina.hewan
Saya kira ini bukan masalah karantina, tapi binatang peliharaan kesayangan sekalipun dipakai iblis untuk menghancurkan hidup dan ketenangan manusia, karena seperti saya kutip satu pernyataan seorang Bapak Pdt Nias mengatakan, semua bangunan2 megah di Nias, sudah runtuh, tapi yang masih kokoh berdiri dan belum hancur oleh gempa di Nias adalah KESOMBONGAN DAN IRIHATI. Untuk itu fuli’o ba lala sindruhu saekhu ba zomasi Lowalangi, ba i’orifi ndra’ugo…………..!!!!!
Ini saya mau katakan sama seperti wabah penyakit yang dilakukan Allah di Mesir pada masa orang Israel di Perbudak di sana. Maka dengan kehadiran Musa, umat Israel dibebaskan. Mudah2an Allah mengutus Musa zaman ini di Pulau Nias.
Ya’ahowu.