Dari Osama ke Obama, Sampai Nirwana?

Saturday, December 6, 2008
By susuwongi

Christianto Wibisono*

Seluruh Dunia Ketiga hiruk-pikuk mengklaim dan mensyukuri terpilihnya Obama sebagai presiden negara adi kuasa Amerika Serikat, dengan harapan yang sangat muluk, bahwa AS di bawah Obama akan menciptakan nirwana dunia. Kaum sekuler dengan mengandalkan rasio membayangkan bahwa Presiden Obama yang disambut antusias oleh Hamas akan segera memaksa Israel mengakui negara Palestina.

Dengan demikian, salah satu konflik yang menjadi alibi, argumen, dan justifikasi, serta legitimasi serangan “teror model 911” telah ditiadakan. Jika memang alasan “menyerang AS ” adalah karena AS melindungi Israel dan mengingkari hak orang Palestina untuk merdeka, maka dengan perdamaian Israel dan Palestina di bawah restu Presiden Obama, tidak ada lagi alasan untuk memusuhi Barat. Dunia akan menjadi nirwana setelah Palestina merdeka berdampingan dengan Israel. Kecuali, kalau isu Israel dan Palestina hanya merupakan alasan belaka, sedangkan di balik itu terdapat kebencian turun-temurun sejak perang sabil atau perang salib. Sehingga, meskipun sudah ada perdamaian Israel dan Palestina, tetap saja unsur anarkis Al Qaeda mengobarkan jihad terhadap kelompok yang dianggap kafir, atau kufur.

Sejak beberapa minggu, Pendeta Steven Tong mengekspos Kitab Injil Yohanes dengan menguraikan bandingan empiris, teologi Yohanes dengan filosofi Timur dan Barat, mengenai kekuatan supranatural omnipoten permanen yang disebut logos dalam bahasa Yunani. Di luar agama Samawi yang mengklaim Tuhan yang sama, tiga filsafat, Yunani, Tiongkok dan India, telah mengeksplorasi teologi eksistensi Tuhan. Confucius yang hanya mengatur hubungan antarmanusia dalam 5 strata. Penguasa-rakyat, orangtua-anak, suami-istri, saudara -sekerabat, dan teman-rekan, tidak membahas hubungan vertikal dengan Tuhan yang dipersonifikasikan sebagai Thian (Langit). Lao Tze yang lebih senior dan mendalami eksistensi kekuatan supranatural itu menyebut sebagai sesuatu yang infiniti, tak terbatas dan tak terhingga.

India mempunyai trimurti Brahma, Wisnu, dan Siwa sebagai 3 superdewa mengatasi ribuan dewa-dewi dalam agama Hindu. Budha mengeliminasi segala macam dewa dan 4 kasta sehingga merupakan gelombang reaksioner terhadap dominasi kasta Hindu. Sementara rasionalitas Yunani mengalami evolusi sejak Heraklitus, Stoicism terus ke abad pertengahan Eropa. Merger budaya Yunani dan Romawi serta konversi Konstantin menjadi Kristen di abad ketiga mengubah budaya Eropa berbasis Viking dengan Valhalla sebagai Nirwana versi Viking menjadi Kristen Injili.

Ideologi

Sekitar tiga setengah abad agama Kristen menguasai Timur Tengah, dan baru setelah lahirnya Muhammad dan Agama Islam, maka terjadi rivalatas penguasaan wilayah dan penduduk Timur Tengah, bahkan sampai ke Spanyol yang pernah diduduki tentara muslim dari Afrika Utara. Sejarah penguasaan Spanyol yang menjadi Al Andalusia dan perang salib mendominasi hubungan dua agama besar. Sementara itu di Eropa sendiri, terjadi skisma besar antara Gereja Katolik Roma dengan kaum Protestan yang menimbulkan perang saudaara yang memakan banyak korban di kedua pihak.

Setelah reformasi, maka kelompok sekuler Barat dengan kemajuan iptek dan revolusi industri akan melahirkan ideologi ateistis sebagai oponen agama yang dianggap irrasional, immaterial, dan hanya merupakan candu untuk menjinakkan rakyat proletar.

Padahal, suksesnya revolusi industri pada zaman modern adalah karena etika Protestan yang mengajarkan hemat, rajin, cerdas, cermat, tekun, dan proaktif menunaikan profesi sebagai panggilan untuk menyantuni dunia (world stewardship). Max Weber adalah sosiolog Jerman dengan teori rahasia keunggulan Barat meninggalkan Timur dan sisa dunia, sukses dalam modernisasi dan revolusi industri. Demokrasi yang memberi peluang kepada rakyat untuk memilih sendiri pemimpinnya dan sistem Trias Politika merupakan upaya manusia mengatasi kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa absolut.

Meskipun demikian, Barat menyaksikan tampilnya Hitler dan Musolini yang mengobarkan Perang Dunia II dengan ideologi fasisme yang baru dikalahkan pada 1945. Kekalahan fasisme tidak membuat dunia menjadi nirwana, melainkan Perang Dingin antara blok Barat dan Timur. Lenin yang memakai ideologi Marxisme merebut kekuasaan di Rusia pada 1917, menegakkan diktator proletariat yang diikuti oleh RRT pada 1949, dan pencaplokan Eropa Timur setelah Perang Dunia ke II dalam rezim Marxis yang tunduk ke Moskwo. Tapi, nasionalisme Tiongkok tidak bisa menerima hidup sebagai mitra junior Rusia, dan terjadi konflik yang dimanfaatkan Nixon untuk membuka poros Washington Beijing dalam percaturan segitiga dengan Moskwo.

Ekonomi global

Sementara itu, secara “ajaib” para pewaris imperium Islam Timur Tengah memperoleh harta karun minyak yang menjadikan mereka kelompok kaya dan ingin menikmati kembali kejayaan lama rezim khalifah Islam. Setelah bangkrutnya Marxisme di Rusia dan Tiongkok, serta kembalinya sistem pasar di Tiongkok, maka negara ini melejit menjadi kekuatan ekonomi global yang bahkan menjadi kreditor dan banker bagi adikuasa AS.

Masuklah teori besar konflik peradaban Confucius, Islam dan Barat menurut Samuel Huntington dengan pelbagai fenomena, simptom dan komplikasinya. Tapi di Barat sendiri, perang saudara antara kelompok sekuler ateis, dan fundamentalis agama yang masih yakin akan kebenaran doktrin Max Weber terus berlangsung. Kelompok sekuler ateis, bahkan masih percaya bahwa Marxisme bukan gagal, yang gagal ialah Leninisme Soviet dan Maoisme RRT. Karena itulah dalam kampanye pilpres, John McCain menyebut Obama sebagai sosialis dan Marxis, serta tokoh pemerataan pendapatan alias komunis.

Kemenangan Obama adalah kemenangan ideologi kontra kemapanan yang dianggap terwakili oleh George Bush. Seluruh dunia menyambut gegap gempita, bahwa Obama akan mewakili Dunia Ketiga, proletar dan kaum buruh sedunia, serta kaum terjajah dan tertindas untuk membebaskan mereka dari belenggu “kapitalisme global” binaan Bush.

Masalahnya tidak sedemikian sederhana, perlu penjelasan tuntas bahwa kegagalan Dunia Ketiga adalah karena tidak adanya perubahan sikap mental elite politik yang menghargai meritokrasi. Sedangkan, AS mencapai kejayaan karena memberi reward kepada potensi unggulan untuk memimpin. Amerika Serikat yang meninggalkan Max Weber dan merangkul populisme murahan Dunia Ketiga, residu Marxisme bangkrut dan proporsionalitas etnis, hanya akan membuat AS merosot terus.

Sementara India dan Tiongkok, justru sedang menerapkan etika kerja keras dalam konteks kebangkitan Asia, filosofi Lao Tze dan atma sejati Hindu. Maka bukan nirwana kisah sukses ala Bill Clinton yang muncul, tapi keterpurukan AS menjadi “Zimbabwe raksasa”, sebuah caveat yang dilontarkan kelompok American Renaissance.

Penulis adalah pengamat masalah nasional dan internasional
Sumber: Suara Pembaruan

Leave a Reply

Kalender Berita

December 2008
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031