Gempa Bergeser ke Sumut
*Gempa Beruntun Karena Arus Konveksi
Selain bagi warga Bengkulu dan Padang, gempa Bengkulu juga meninggalkan kekuatiran bagi daerah ini. Bagaimana tidak? Gempa serupa ternyata juga berpeluang terjadi di Sumut. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) melansir arah gempa di pesisir barat Sumatera mulai bergeser ke utara.
Efeknya mulai terlihat. Kemarin, pukul 09.34 WIB BMG melaporkan gempa berkekuatan 5,1 skala Richter (SR) di kedalaman 30 km di bawah tanah di Nias mengguncang ke 197 km arah tenggara Gunungsitoli, Nias. Namun gempa ini tidak dirasakan begitu kencang oleh warga Nias dan sekitarnya.
Koodinator Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumbagut, Jonathan I Tarigan, Jumat, mengatakan sumber-sumber gempa jalur laut atau megatrash berada di wilayah Pulau Simeuleu, Pulau Nias, Pulau Mentawai, Pulau Enggano dan untuk jalur darat hampir di seluruh pulau Sumatera.
“Sebenarnya para pakar sudah menduga akan terjadi gempa besar di jalur patah laut, yang sebelumnya diperkirakan terjadi di wilayah Kepulauan Mentawai tapi terjadi di Pulau Enggano,” katanya.
Untuk itu ia mengharapkan seluruh masyarakat tetap waspada karena bencana tidak tahu kapan datang. “Besar atau kecil guncangan gempa, semua tidak boleh lengah,” katanya.
Menurutnya, gempa besar biasa terjadi setiap rentang waktu 100-200 tahun sekali di tempat yang sama, dan untuk gempa di jalur patahan daratan biasa terjadi setiap 30-50 tahun sekali. Di Sumut, kata dia, terdapat tiga patahan daratan yakni patahan toru, angkola dan renun.
Patahan toru dan angkola berada di wilayah Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Patahan renun di wilayah Dairi, Karo, Samosir dan Humbang Hasudutan. “Satu jalur lagi patahan bahorok yang membentang di sepanjang Langkat, Pakpak Bharat, Tapanuli tengah hingga Nias Selatan.
Dituturkannya, riwayat gempa besar pernah terjadi di Sumut. Beberapa gempa besar yang pernah terjadi, yakni di kepulauan Batu Nias Selatan pada 1935 dengan kekuatan 7,7 SR. Selanjutnya gempa di Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal tahun 1892 juga 7,7 SR. “Jadi kemungkinan gempa di Sumut besar, karena biasanya peristiwa gempa berulang di tempat yang sama dan rentang waktunya tidak bisa diprediksi,” katanya.
Dari Semarang, pakar geologi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Dwiyanto Joko Suprapto, mengatakan, gempa beruntun pada 12 hingga 13 September lalu di Bengkulu, Padang dan Jambi disebabkan arus konveksi yang menyebabkan perbedaan struktur lempeng bumi sehingga bergerak dan mengakibatkan gempa.
Arus konveksi adalah peristiwa gerakan lempeng karena perbedaan suhu dan tekanan. Dwiyanto mengatakan, lapisan tektonik di Bengkulu, Padang dan Jambi merupakan satu rangkaian pergerakan lempeng bumi, maka gempa yang terjadi bisa beruntun hanya selang satu hari saja.
Ia menjelaskan, penyebab terjadinya gempa itu karena lapisan tanah di dalam bumi bergerak setiap saat dan saling menekan, sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi tegangan akibat gerakan lempeng.
Karena lempeng bumi menekan terus, akumulasi tegangan semakin besar sehingga batuan di dalam bumi tidak kuat menahan dua lempeng, akhirnya pecah dan saling bertumbukan. “Pecahan tersebut membentuk patahan yang kedalamannya jauh di bawah permukaan tanah. Karena pecah, muncul pelepasan tegangan di antara lempeng tersebut, yang menyebabkan terjadinya gempa,” katanya.
Karena lempeng di satu daerah pecah, maka keseimbangan geologis di daerah lain yang juga dalam satu rangkaian pergerakan juga akan pecah. “Jika sudah pecah tetapi masih bergerak, maka timbul gempa susulan,” katanya. Namun, ia tidak setuju jika gempa di Padang dan Jambi dikatakan sebagai gempa susulan walapun hanya selang satu hari.
Untuk kepentingan penelitian, saat ini Undip bersama UGM telah menerjunkan tim ke Bengkulu guna meneliti lebih lanjut.
Sumber: Harian Global, 15 September 2007