Agar Nias Bisa Menggeliat
Koran Tempo, 10 September 2007
Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nias mulai sibuk membangun dan memulihkan kondisi Nias setelah bencana tsunami yang terjadi pada 2004. Lembaga itu sudah bekerja selama tiga tahun. Rencananya, pada 2009, badan ini akan menyelesaikan tugasnya. Untuk melihat bagaimana upaya pemulihan wilayah itu, Tempo mengunjungi daerah tersebut pekan lalu.
Jalan utama di sepanjang pantai timur Kabupaten Nias nyaris semuanya tertutup aspal. Perbaikan jalan dimulai dari ibu kota kabupaten di Gunung Sitoli hingga ke Tuhemberua di ujung pulau, yang berhadapan langsung dengan Sumatera Utara. Setelah bencana tsunami dan gempa bumi tiga tahun lalu, pembangunan infrastruktur di Nias meningkat. Jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara diperbaiki.
Sepanjang jalan dari Gunung Sitoli menuju Tuhemberua tampak pantai timur Nias di sisi kanan. Pantai berpasir putih itu terletak sekitar 10 hingga 20 meter dari jalan utama. Sisi kiri dan kanan jalan adalah tanah yang ditumbuhi berbagai tanaman. Karet, cokelat, kelapa, enau, pisang, ubi jalar, kangkung, jagung, jati, pinang, bakau, dan rumbia menyegarkan mata yang memandangnya. Warga Nias belum memanfaatkan keragaman sumber daya alam itu agar bernilai lebih secara ekonomi. Tanaman itu tumbuh di pekarangan atau lahan warga tanpa perawatan khusus.
Berdasarkan pantauan Tempo, aktivitas keluar-masuk bahan pokok tetap berlangsung. Awak kapal sibuk memindahkan berkarung-karung beras ke truk yang siap mengangkut ke berbagai daerah. Menurut William, setengah dari kebutuhan beras di Nias masih dipasok dari luar daerah.
Menurut Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nias William P. Sabandar, pembangunan infrastruktur ekonomi di Nias meliputi pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara. Pelabuhan yang dibangun adalah Gunungsitoli, Teluk Dalam, Lahewa, Sirombu, dan Pulau Tello. Sedangkan bandara yang dibangun adalah Binaka, Pulau Tello, dan Teluk Dalam.
Pelabuhan Gunung Sitoli mengalami kerusakan akibat tsunami 2004. Tsunami berakibat fondasi dermaga goyah. Padahal selama ini arus distribusi komoditas masyarakat melalui laut. Rekonstruksi Pelabuhan Gunung Sitoli akan dimulai akhir tahun ini. Rencananya, pembangunan akan selesai sekitar 18 bulan.
Pembangunan diutamakan pada perluasan dermaga. Fondasi dermaga pun akan diperkuat dengan konstruksi baru. Dermaga utara selama ini digunakan untuk jalur penumpang. Sedangkan dermaga selatan untuk arus barang.
Biaya pembangunan Pelabuhan Gunung Sitoli sebesar US$ 10 miliar. BRR membiayai 70 persen dari total dana. Sisanya ditanggung Multi Donor Fund, yang membiayai pembangunan itu. Technical assistance (perencanaan) dilakukan oleh Multi Donor Fund.
Sebagian jalan di sepanjang Kecamatan Gido pun masih diperbaiki. Aspal di jalan tersebut yang utuh hanya selebar sekitar satu setengah meter di bagian tengah. Di sisi kiri dan kanan jalan umumnya aspal sudah terkelupas dan tanah menampakkan dirinya. Sebagian pinggir jalan tersebut tertutup batu-batuan dan kerikil.
Belasan buruh bangunan sibuk menggali, menutup, dan merapikan badan jalan. Kendaraan roda empat yang lewat pun harus bergantian. Badan jalan hanya mampu menampung satu kendaraan roda empat. Kendaraan roda dua bergantian menyelinap di antara mobil-mobil rombongan Bank Dunia dan BRR yang datang ke Gido.
Pembangunan rumah warga yang rusak akibat gempa masih berlangsung. Dana Rp 50 juta dari BRR Nias menjadi modal pembangunan rumah yang rusak berat. Di Desa Tuhembuasi, Kecamatan Gido, Kabupaten Nias, pembangunan rumah masih berjalan. Umumnya, warga menambahkan biaya pembangunan rumahnya sendiri. Seperti Erisoklti Gulo, 29 tahun, yang menambahkan sekitar Rp 10 juta untuk membangun rumah berdinding tembok dan berlantai keramik berukuran 6 x 6 meter.
Rumah Erisoklti rusak akibat gempa bumi pada 2005. Dia membeli sebidang tanah yang agak jauh dari rumah lamanya. Rumah sepanjang pantai timur yang berdinding kayu umumnya tidak mengalami kerusakan. Kelenturan bahan kayu dan atap rumbia berdaya tahan terhadap guncangan.
Beberapa lembaga swadaya masyarakat membangun rumah pascabencana. Sebagian rumah itu dibiarkan kosong tak berpenghuni. Warga tidak mau menempati karena pembangunan rumah itu tidak selesai. William mengatakan umumnya LSM yang membangun rumah tidak menyelesaikan pembangunan karena sudah selesai kerjanya. Selain itu, ada kontraktor yang tidak bertanggung jawab atas pekerjaan itu. Rumah-rumah itu umumnya tidak punya pintu dan jendela.
Pembangunan sekolah pun masih berlangsung di kecamatan itu. Sekolah Dasar Negeri Nomor 074051 Sisarahili telah selesai dibangun dengan biaya dari berbagai lembaga donor internasional. Namun, di sekolah lain di Kecamatan Gido, pembangunan gedung belum selesai. Siswa-siswi pun belajar di rumah warga yang dekat dengan sekolah. Beberapa kelas harus dipadatkan dalam satu ruangan agar pelajaran tetap berlangsung. Meskipun gedung sekolah baru dan para siswa berseragam putih-merah, beberapa di antaranya tampak tak bersepatu. Bahkan siswa-siswi itu menyimpan buku dan alat tulisnya dalam kantong kresek hitam.
BRR berencana membangun 11 puskesmas plus di Nias dan Nias Selatan.
Puskesmas plus memberi layanan rawat inap dan penanganan masalah kesehatan 24 jam. Menurut William, masalah kesehatan utama adalah malnutrisi pada anak. Malnutrisi itu berakar pada kemiskinan. Akibatnya, beragam penyakit pun mampir pada anak malnutrisi itu. Kematian ibu dan anak pun tergolong tinggi. Selain itu, jumlah tenaga kesehatan masih kurang.
Konsultan kesehatan BRR, Astrid Kartika, mengatakan saat ini sudah dibangun enam puskesmas plus di dua kabupaten itu. Puskesmas plus itu terdapat di Desa Awa’ai, Alasa, Gunung Sitoli, Lahusa, Teluk Dalam, dan Lolowau.
Berdasarkan pantauan Tempo di Desa Awa’ai, Kecamatan Sitolu Ori, terdapat sebuah puskesmas plus. Mercy Malaysia merupakan donor pembangunan puskesmas itu. Puskesmas dibuka 24 jam. Jadwal pelayanan pengobatan pagi hari dari pukul 08.00 hingga 13.00. Sedangkan sore dari pukul 17.00 hingga 20.00, “kecuali keadaan darurat”, begitu tertulis di papan yang ditempelkan di dinding depan puskesmas.
Seorang pasien laki-laki tua tampak terbaring di ruang perawatan. Ruang perawatan terdapat di sisi kiri bangunan utama. Perempuan yang seusia dengannya duduk di samping tempat tidurnya. Daun-daun kering tampak berserakan di lantai ruang perawatan. Debu dan kotoran pun tampak jelas menempel di lantai ruang itu.
Kondisi ruang partus (melahirkan), yang terletak satu gedung dengan ruang perawatan, pun tidak jauh berbeda. Lantai ruang itu dipenuhi sayap laron dan daun-daun kering. Baik dokter maupun perawat tidak tampak di puskesmas. Ada selembar kertas karton bertuliskan pemberitahuan bahwa puskesmas akan dibuka kembali pada pukul 18.00. Menurut seorang anak yang tengah berada di lokasi itu, dokter puskesmas sedang pergi. KURNIASIH
Sumber: Koran Tempo, 10 September 2007 – dikirim ke Redaksi oleh Emanuel Migo Communication & Public Information Manager – BRR NAD-Nias (Nias Representative Board)