Selangkah Maju Menumbuhkan Rasa “Saling Percaya”

Saturday, September 16, 2006
By nias

Oleh: Mathias J. Daeli

Pertemuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nias dengan Panitia Pemrakarsa & Pembentukan Propinsi Tapanuli (P4T) tanggal 12 September 2006, memiliki arti penting dan strategis dalam upaya mewujudkan gagasan Propinsi Tapanuli.

Dari pemberitaan Harian SIB tanggal 13 September 2006, dapat kita ketahui, sedikitnya ada dua sisi positif yang diperoleh dari pertemuan itu. Pertama : “mengikis kekhawatiran” banyak pihak mengenai landasan pembentukan Propinsi Tapanuli. Kedua: mengindikasikan tumbuhnya rasa “saling percaya”.Kedua hal tersebut tentu tidak menjadi perhatian utama dalam rangka ini, apabila tidak ada pendapat yang mengatakan bahwa gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli diilhami kebudayaan suku Batak dan sisi geografis eks Kresidenan Tapanuli, seperti yang dikatakan oleh sosiolog Prof Dr Robert Sibarani dan Saudara Nababan (Situs Yaahowu: “Sambutan Atas Nama Peserta Diskusi” Menyambut dan Menyikapi Kelahiran Propinsi Tapanuli oleh Mathias J. Daeli, tanggal 26 Agustus 2006). Pendapat seperti ini membenarkan sinyalemen Basyral Hamidy Harahap dalam tulisannya “Tribalisme: Sisi Gelap Otonomi Daerah” yang mangatakan “ bahwa dibalik semboyan peningkatan kesejahteraan masyarakat Sumatera Timur atau Tapanuli, ada muatan semangat tribalisme”.

Kalau (berandai-andai) landasan gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli berdasar kesukuan Batak, jelas tidak sesuai dan bertentangan dengan tujuan otonomi pemekaran daerah dan dengan sendirinya bertentangan dengan cita-cita negara Indonesia. Dalam wilayah Tapanuli (dan di daerah lain pun demikian) hidup dan berdomisili beragam etnis dan berbagai ragam budaya.

Kita percaya bahwa ide dasar yang dimiliki penggagas awal dan Panitia pembentukan Propinsi Tapanuli ini adalah “luhur”, demi kelancaran pelaksanaan pembangunan di wilayah Tapanuli. Kita percaya bahwa penggagas awal dan Panitia tetap dalam koridor cita-cita nasional. Kita semua tidak ingin mengaburkan apalagi mengkhianati perjuangan dan pengorbanan banyak putera-puteri daerah Tapanuli untuk negara-bangsa ini. Bahwa ada pendapat yang berbeda seperti tersebut di atas dapat kita pahami dalam negara demokrasi. Namun yang perlu disadari bersama bahwa penonjolan kesukuan dalam pemekaran daerah tidaklah pada tempatnya.

Seperti dikatakan di atas, pertemuan itu mengikis kekhawatiran pada kebenaran landasan gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli. Hal ini sangat penting dalam rangka menumbuhkan rasa “saling percaya” antara warga. “Kebenaran landasan” penting bagi timbulnya kepercayaan bagi warga untuk bekerjasama dalam proses mencapai tujuan.

Warga percaya dapat berada bersama dalam satu perahu (otonomi daerah) dan bersama-sama mendayung untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat di wilayah Tapanuli. Dengan rasa “saling percaya” terhindar dari cara berpikir “tujuan menghalalkan cara (the ends justify the means). Rasa “saling percaya” yang kita butuhkan harus yang didasarkan pada pengertian dan bukan kenaifan.

Tidak semua rasa percaya merupakan hubungan baik. Rasa saling percaya antara para pencuri jelas tidak baik. Rasa percaya haruslah merupakan kesediaan untuk menghormati dan menyandarkan diri pada orang lain. Artinya, dalam contoh mendayung tadi, masing menyadari fungsional. Bahwa kalau saya tidak mendayung, terlambat atau gagal mencapai tujuan.

Orang-orang yang mempercayai satu sama lain sepakat secara tidak langsung untuk tidak memperalat satu sama lain, untuk tidak mengejar kepentingan peribadi dengan merugikan kepentingan pihak lain. Sejalan dengan berkembanganya rasa saling percaya ini orang-orang (pihak-pihak) yang bersangkutan mampu bertingkah laku secara kooperatif terhadap satu sama lain, mampu bekerja sama dan tidak saling bersaing. Atau, kalau pun mereka saling bersaing, mereka melakukan hal ini dengan cara bekerja, yaitu “mengikuti aturan permainan yang ada”. Tentu aturan permainan yang adil. Inilah yang harus diperhatikan oleh semua pihak terkait sebelum melakukan kerjasama.

Akan tetapi hendaklah selalu diingat bahwa kerjasama bukanlah hal yang spontan. Kerjasama harus diciptakan, dipelihara, dihargai, dikembangkan, dan dilindungi.

Di samping hal-hal positif tersebut di atas, dalam pemberitaan Harian SIB 13 September 2006 itu, sedikitnya menurut saya, juga ada yang dapat menimbulkan tafsiran lain. Yaitu, kalimat: “Warga atau rakyat daerah Kabupaten Nias mendukung sepenuhnya rencana dan perjuangan pembentukan Propinsi Tapanuli sebagai realisasi pemekaran daerah Propinsi Sumatera Utara, dan minta dilibatkan dalam proses dan gerakan perjuangan perwujudan propinsi baru itu karena Nias sejak awalnya memang bagian tak terpisahkan dari rangkaian wilayah pemerintahan Keresidenan Tapanuli dulunya”.

Benar warga atau rakyat daerah Kabupaten Nias “wajar mendukung dan semoga sukses” gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli. Tetapi tidak berarti meminta bergabung atau tidak bergabung. Dengan semangat demokrasi, tentu tidak ada alasan untuk mengatakan setuju atau tidak setuju pada keinginan suatu daerah berotonomi. Terwujud atau tidak terwujud keinginan itu tergantung pada persyaratan objektif menurut peraturan perundangan yang berlaku.

Inisistif Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nias mengundang Panitia adalah untuk lebih mengerti dan memahami gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli. Sebab situasi dan kondisi di wilayah Tapanuli, langsung atau tidak langsung mempengaruhi Nias. Untuk kepentingan wilayah Nias, maka warga harus sungguh-sungguh memiliki “pengertian” atas perkembangan gagasan pembentukan Propinsi Tapanuli itu langsung dari Panitia.

Selanjutnya kalimat “sejak awalnya memang bagian tak terpisahkan dari rangkaian wilayah pemerintahan Keresidenan Tapanuli” mengandung pengertian mutlak yang dapat menimbulkan reaksi yang tidak diperlukan dari pihak-pihak terkait. Apakah itu berarti wilayah Nias tidak dimungkinklan untuk berpisah dan mengembangkan diri ? Bahasa wartawan dapat kita pahami. Namun hal-hal seperti ini hendaknya dihindari untuk tidak menimbulkan tanggapan-tangapan keras seperti yang dikemukakan oleh tokoh Pakpak Barat Azis Angkat “… jika dipaksa untuk bergabung (yang diusulkan propinsi Tapanuli) mengundang perpecahan dan konflik horizontal” (Medan Bisnis – Medan, Jumat, 11-08-2006).

Hendaklah sungguh menjadi perhatian semua pihak pendapat dalam pertanyaan yang dilontarkan Prof Dr Hotman Siahaan dalam seminar nasional “Pembentukan Provinsi Tapanuli: Dari dan untuk Siapa” di Medan, tanggal 19 Agustus 2006. Prof Dr Hotman Siahaan bertanya di depan peserta : “Apakah cukup membentuk sebuah provinsi hanya berdasarkan garis kultural saja” ? Selanjutnya menurut Hotman, “… pembentukan Provinsi Tapanuli paling tidak harus memperhatikan faktor perseturuan budaya antara subkultur Batak yang belum selesai“.

Apa yang dikhwatirkan oleh Prof Siahaan tercetus di Tapanuli Bagian Selatan (Tapanuli Selatan, Medina, dan Padangsidempuan). Tokoh-tokoh masyarakat Tapanuli Selatan menolak bergabung dengan Propinsi Tapanuli dan menyusulkan untuk membentuk Provinsi Tapanuli Bagian Selatan (Analisa May 05, 2006).

Kita tegaskan bahwa pertemuan DPRD Kabupaten Nias dengan Panitia Pemrakarsa & Pembentukan Propinsi Tapanuli (P4T) tanggal 12 September 2006, memiliki arti penting dan strategis. Dan telah terdapat kesepakatan untuk melanjutkan dialog-dialog sehingga lebih menumbuhkan rasa “saling percaya” atas gagasan itu. Disadari bahwa tugas Panitia di hari-hari yang akan datang berat. Mengusahakan agar semua pihak menyadari bahwa gagasan pembentukan propinsi Tapanuli ini adalah diatas landasan yang benar dan dengan tujuan dalam koridor tujuan nasional. Adanya langkah-langkah yang jelas dan dirasa adil oleh pihak-pihak terkait, menciptakan rasa “saling percaya” dan “kerjasama” mencapai tujuan.

Semoga.

Euless, 14 September 2006

*Dimuat di Blog Yaahowu, 16 September 2006

Leave a Reply

Kalender Berita

September 2006
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
252627282930