KPUD Akhirnya Menetapkan Hasil Pilkada Nias 2006*
Akhirnya KPUD menetapkan hasil Pilkada Nias 2006 pada tanggal 9 Maret 2006 dengan pemenang: pasangan Binahati Baeha – Temazaro Harefa. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, rakyat Nias memilih langsung pemimpinnya, tidak lagi melalui perwakilannya di DPRD.
Ada beberapa hal yang dapat kita catat dalam Pilkada langsung yang pertama ini. Pertama, kini para pasangan calon yang berkompetisi mendekati massa – rakyat Nias – untuk mengambil hati mereka, untuk meyakinkan mereka, untuk menjual “visi dan misi†kepada masyarakat. Dulu, selama zaman Orde Baru, para tokoh politik itu cukup mengandalkan para kaki tangannya di kecamatan-kecamatan, desa-desa, dan biasanya semuanya “beresâ€. Kalaupun mereka datang ke desa-desa, mereka tidak mau “berbaur†dengan rakyat, mereka “didampingi†dan “dilindungi†dari “serbuan†rakyat oleh para pengawalnya. Hal itu telah menjadi masa lalu; kini, rakyat harus “didekati:, “dimanjakanâ€, “disapaâ€, pokoknya dijadikan “raja†dalam konteks demokrasi.
Kedua, pelaksanaan kampanye berjalan dengan aman dan tentram. Ini juga suatu hal yang pantas dibanggakan di tengah kekuatiran kemungkinan terjadinya “bentrok†antar massa pendukung masing-masing pasangan calon yang berkompetisi. Ternyata masyarakat Nias memahami betul bahwa Pilkada adalah ibarat pertandingan suatu cabang olah raga di mana sportivitas harus dijunjung tinggi. Pilkada harus “dinikmatiâ€, karena memang ini adalah “pesta†demokrasi. Rakyat “berpesta†karena berharap bahwa Pilkada akan memberikan harapan, memberikan perubahan kondisi kehidupan ke arah yang lebih baik. Tentu saja pasangan pemenang dituntut memiliki komitmen yang kuat untuk merealisasikan berbagai program kerja yang “dijual†dan dijanjikan kepada masyarakat Nias selama masa kampanye.
Ketiga, pelaksanaan Pilkada juga berlangsung aman dan lancar. Siaran Pers Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) berjudul: “75.000 Warga Tidak Menggunakan Hak Pilih Di Kabupaten Nias” sebagaimana ditayangkan oleh NiasIsland.com sehari sesudah Pilkada memberikan penilaian yang sangat positif tentang suasana berlangsungnya Pilkada:
“Proses pelaksanaan pilkada di Nias berlangsung aman dan lancar, masyarakat berdatangan ke TPS-TPS tempat dilangsungkannya pencoblosan, tidak terdapat tanda-tanda adanya mobilisasi dan pengerahan massa secara besar-besaran. Umumnya masyarakat Nias menyadari betul akan haknya sebagai warga negara dalam melaksanakan pemilihan Bupati. Begitu pula pada malam sebelum pencoblosan, masyarakat dan situasi Nias pada umumnya berlangsung aman; hanya terlihat kumpulan massa terkonsentrasi pada sekretariat team sukses para calon Bupati Nias.”
Keempat, hari-hari sesudah Pilkada diwarnai oleh protes oleh keempat pasangan calon yang tidak berhasil mendapatkan suara terbanyak. Sayang, bahwa protes mereka sempat diwarnai kerusuhan kecil oleh massa pendukung yang mengakibatkan adanya petugas keamanan dan wartawan yang terluka. Namun secara umum, kita boleh mengatakan, ini merupakan sebuah langkah maju bagi Nias: tokoh-tokoh masyarakat Nias mulai menempuh cara-cara yang elegan, bersih untuk menyampaikan protes dan ketidakpuasan politis. Ini merupakan perkembangan menggembirakan dan membuat kita semakin optimistis ke depan.
Kelima, penetapan hasil Pilkada Nias 2006 oleh KPUD belum dengan sendirinya membuat kita – masyarakat Nias – merasa lega total. Bisa jadi, pasangan – pasangan yang tidak berhasil meraih suara terbanyak akan menempuh jalur hukum selanjutnya untuk menganulir keputusan KPUD itu. Ini adalah hak mereka. Jadi kalau mereka pada akhirnya memutuskan menempuh jalur hukum selanjutnya, kita – masyarakat Nias – harus sabar menunggu. Inilah resiko atau konsekuensi dari keputusan kita memilih sistem demokrasi.
Secara teoritis, upaya hukum mereka akan “beratâ€. Berat, karena Panwaslih selaku lembaga formal yang mengawasi Pilkada ternyata sejalan dengan KPUD: tidak ada kecurangan sistematis yang terpantau selama Pilkada. Sinyalemen kecurangan yang dilaporkan oleh surat-surat kabar datang bukan hanya dari pihak yang menang tetapi juga dari pihak yang gagal meraih suara terbanyak. Misalnya saja, kita mendengar atau membaca adanya pejabat yang ikut mendukung pasangan tertentu, kita juga mendengar atau membaca “serangan panjar†di daerah tertentu. Akan tetapi kasus-kasus ini tidak sistematis, hanya bersifat sporadis.
Siaran pers JPPR seperti yang kita singgung di atas juga memberi kesan Pilkada berjalan aman, lancar dan relatif bersih. Memang, judul siaran pers JPPR ini sendiri terkesan agak “dramatis†berkenaan dengan penyebutan jumlah warga Nias yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada 2006 ini. Namun harus juga diingat bahwa siaran pers JPPR tersebut menyebut 5 alasan mengapa sebanyak “75000†tidak menggunakan hak pilihnya. Kita kutip di sini:
“(1) Banyak warga yang berpindah tempat tinggal ke kecamatan lain atau ke luar Nias, (2) Sebagian warga ada yang tidak memperoleh kartu pemilih, sehingga merasa enggan untuk datang ke TPS, meskipun nama mereka tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), (3) Sebagian warga juga tidak menerima surat undangan (C6) menghadiri pemungutan suara di TPS. (4) Warga tidak mau menggunakan hak pilihnya karena bosan, tidak peduli serta tidak menyukai semua calon kandidat yang ada, (5) Warga yang terdaftar dalam DPT sudah meninggal akibat bencana alam.”
Dengan membaca secara seksama ke lima alasan yang dikemukakan JPPR, kita tidak menemukan indikasi adanya unsur kesengajan KPUD menghilangkan hak pilih ke 75000 orang itu untuk memenangkan pasangan calon terentu (baca: pasangan Binahati – Temazaro). Bagaimana mungkin menebak pilihan masyarakat sebanyak 75,000 yang tersebar di berbagai pelosok Nias ? Bagaimana bisa diyakini bahwa jumlah suara sebanyak “75000†itu akan jatuh semua kepada keempat pasangan calon yang merasa “dicurangi†dan karenanya harus “dilenyapkan†?
Kita memang menemukan semacam “kritik†JPPR kepada KPUD Nias dalam siaran persnya, tetapi sekaligus mengemukakan apa yang telah dilakukan oleh KPUD Nias:
“Dalam mengantisipasi warga yang tidak mendapatkan kartu pemilih dan surat undangan tetapi terdaftar dalam DPT ini, KPUD Kabupaten Nias sebetulnya telah mengeluarkan himbauan agar warga tetap melakukan pencoblosan di TPS tempat mereka terdaftar. Namun karena himbauan KPUD tersebut tidak tersosialisasikan dengan baik, maka banyak warga yang enggan mendatangi tempat pemungutan suara.”
Selanjutnya, dalam kata akhirnya, JPPR memberi himbauan berikut:
“Dari temuan tersebut, JPPR menghimbau kepada KPUD-KPUD di seluruh Indonesia agar lebih memberi perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun daftar pemilih tetap (DPT), terutama di daerah-daerah paska bencana seperti Nanggroe Aceh Darussalam dan lain-lain.”
Himbauan JPPR ini sama sekali tidak memberikan indikasi bahwa JPPR mencurigai adanya persekongkolan antara KPUD Nias dengan pasangan calon tertentu (baca: pasangan Binahati – Temazaro).
Dari paparan di atas, ke empat pasangan calon yang gagal meraih suara terbanyak terpaksa harus mengandalkan bukti-bukti yang mereka temukan langsung di lapangan sebagai pegangan bagi mereka apabila mereka ingin menempuh upaya hukum selanjutnya. Hal ini tidak gampang dan karenanya mereka harus mempertimbangkan langkah-langkah mereka selanjutnya secara matang.
Apapun langkah yang mereka akan tempuh, sejauh itu dalam koridor hukum, kita hargai dan sambut secara positif. Kita juga berharap dan yakin bahwa mereka tetap mengingat dan mengedepankan kepentingan yang lebih besar: rekonstruksi dan rehabilitasi Nias pascagempa yang menuntut partisipasi positif semua pihak. (eh)
* Dimuat di Blog Yaahowu 12 Maret 2006