Memimpin Dengan Kebijaksanaan a la Prof. Roy Sembel
Kata Wisdom sendiri, yang berarti kebijaksanaan, juga merupakan akronim dari beberapa prinsip yang dikembangkannya.
Dalam seminar yang digelar pada Minggu (14/9/2014) di lantai 12, Central Park, Jakarta Barat itu, Prof. Roy yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia (UKI) mengatakan bahwa prinsip itu terinspirasi oleh Nabi Sulaiman (Salomo) seperti diriwayatkan di Alkitab.
Dia menjelaskan, ketika Tuhan menawarkan pilihan antara kebijaksaan dan kekayaan, Sulaiman justru memilih kebijaksanaan dan bukannya kekayaan. Prinsip seperti itu, kata dia, membedakan Salomo dari siapapun, sekaligus juga mengandung beberapa prinsip penting.
“Nabi Sulaiman, ketika ditawarkan kekayaan oleh Tuhan, dia justru meminta kebijaksanaan, wisdom. Sederhananya, dengan memiliki wisdom, maka dia mendapat semuanya. Dengan wisdom itu dia bisa memeroleh kekayaan. Tapi dengan kekayaan, dia tidak bisa mendapatkan kebijaksanaan. Itu seumpama Anda ditawarkan pohon atau buah. Kalau memilih buah, maka hanya mendapatkan buah. Tapi dengan memilih pohonnya, sekaligus mendapatkan buahnya,†jelas dia.
Akronim WISDOM sendiri, papar dia, di awali dengan W, yang berarti Watak. Hal ini terkait dengan pengenalan akan diri sendiri dan juga lingkungan. Tanpa mengetahui lingkungan, juga tidak akan tahu apa yang bisa dilakukan.
I berarti impian. Hal ini terkait dengan penetapan tujuan. S berarti Siasata, tentang strategi yang akan digunakan guna mencapai tujuan tersebut. Kemudian, D berarti Didik yang berarti menjadi manusia pembelajar. O berarti otak dan otot. Guna mencapai tujuan, maka harus kerja cerdas, selain kerja keras.
M terdiri dari tiga. Yakni, Meter, adanya ukuran akan pencapaian. Dengan adanya ukuran, maka akan mengetahui apakah yang dilakukan tercapai atau sebaliknya. Kemudian juga berarti Monitor, yakni memantau pencapaian dan Manajemen dalam kaitan dengan pengelolaan sumber daya yang ada secara optimal.
Prof. Roy mengatakan, di era global dengan segala keberagamaannya saat ini, memungkinkan banyak orang dari luar akan masuk ke Indonesia. Akan terjadi persaingan yang ketat. Dalam situasi seperti ini, bekerja sendiri bukanlah pilihan terbaik.
“Harus bisa bekerjasama, merangkul org lain. Bekerjasama secara positif. Berbagai cara bisa dilakukan. Misalnya, memanfaatkan kemampuan yang ada saat ini, melalui sebuah sistem ataupun menggunakan teknologi,†jelas dia.
Prof. Roy juga menjelaskan, tidak semua orang memang memiliki modal menjadi pemimpin. Namun, tidak berarti tidak bisa sama sekali. Ketekunan berlatih menjadi kunci pentingnya.
“Dalam perjalanan waktu, kerja keras dan kerja cerdas itu bisa mengalahkan bakat. Perlu kerja keras, tapi itu tidak cukup. Jadi, perlu kerja cerdas. Mungkin saja tidak punya kemampuan leadership saat ini, tapi itu bisa dimiliki bila belatih atau belajar terus menerus.
Dalam acara tersebut, Prof. Roy juga sempat membagikan hadiah buku kepada dua peserta yang berhasil menjawab kuis yang diberikannya sebagai bagian dari paparannya.
Korupsi Demi Kebahagiaan?Sementara itu, pendiri LEAD Center Nias, Eloy Zalukhu mengulas poin penting tentang kebahagiaan. Mengulas bahan diskusi dari buku Desiring God yang ditulis oleh Dr. John Piper.
Eloy mengutip Blaise Pascal yang mengatakan bahwa pada dasarnya apapun yang dilakukan oleh manusia, entah itu baik ataupun buruk, bermuara pada satu tujuan, yakni kebahagiaan, bahkan termasuk bunuh diri sekalipun. Sebagai contoh sederhana, kata dia, merantau dari Nias ke Jakarta, itu pasti salah satu alasannya adalah karena ingin hidup bahagia, atau membahagiakan orangtua.
Tak cuma itu, bicara dalam konteks korupsi, maka itu juga karena ingin bahagia. Cuma caranya saja yang tidak benar yakni bahagian melalui cara korupsi.
“Ujung-ujungnya, kalau bicara korupsi, kenapa terpikir untuk melakukan kroupsi. Dia mengejar sesuatu. Dan ujungnya dia mau bahagia. Itu pasti. Jadi menurut saya kalau definisi bahagia dan sumber mencari kebahagiaannya salah, saya tidak berharap bahwa akan ada orang yang memimpin nias dengan baik. Karena ketika jadi bupati, walikota, bahkan gubernur sudah pasti seperti Blaise pascal itu bilang, akan mencari kebahagiaannya, tapi dengan cara yang salah,†papar dia.
Karena itu, penting sekali untuk memahami apa sumber dan tujuan akhir dari kebahagiaan itu. Eloy menjelaskan, setiap detik, apa pun yang dilakukan pasti ujung-ujungnya kebahagiaan.
Dia menjelaskan, berbicara mengenai kebahagiaan, pada akhirnya, akan sampai pada pertanyaan yang paling dasar. Kenapa misalnya, dengan menjadi dokter, Anda bahagia. Ada yang bilang karena bisa membantu orang lain, bisa bantu orang miskin, bisa melayani seperti kata Alkitab. Tapi pertanyaan selanjutnya, kenapa membantu orang lain itu membuatmu bahagia.
Di posisi itu, tidak ada alasan lagi, kecuali bahwa ini adalah soal ‘persaingan’ antara ‘aku’ (diri sendiri) dan Tuhan. Apakah melakukan segala sesuatu itu adalah untuk kebagiaan diri sendiri belaka.
“Jadi, pada akhirnya, apapun yang kita lakukan itu adalah bukan tentang saya, tentang kita. Tapi tentang Dia. Hanya dengan itu, kita mengharapkan pemimpin masa depan Nias yang kita sebut bersih itu akan ada. Yakni, yang memahami sungguh bahwa apa yang dilakukannya itu bukan untuk dirinya sendiri,†tandas dia.
Seminar tersebut diakhiri dengan paparan singkat perkembangan yang terjadi dan terkait dengan Kepulauan Nias. Di antaranya, tentang perkembangan terkini proses pengusulan pembentukan Provinsi Kepulauan Nias yang dijadwalkan akan diketahui hasil akhirnya pada Sidang Paripurna DPR RI pada 25 September 2014.
Kemudian, juga mulai hangatnya diskusi publik mengenai calon pemimpin yang diharapkan memimpin Nias ke depan. Dalam brief update yang disampaikan oleh Etis Nehe dari redaksi www.niasonline.net tersebut, mengingatkan agar semua lapisan masyarakat Nias melibatkan diri dalam mewujudkan terpilihnya calon-calon pempimpin yang bersih, berintegritas.
Hal itu bisa dilakukan dengan mendoakan, mendorong dan mendukung merek yang layak memimpin untuk berada di tempat yang seharusnya dalam membawa Nias menuju keadaan yang lebih baik. (en)