“Slippery Slope”

Thursday, December 10, 2009
By susuwongi

Oleh JB Blikololong

Saya menemukan adanya kesesatan logika (logical fallacy) dalam kontroversi tentang talangan Bank Century. Para politisi ulung tidak luput dari kesesatan logika baik secara paralogis (tak sengaja) maupun sofistik (dengan sengaja).

Kita ingat, di tengah kontroversi rencana invasi militer ke Irak (2003), Presiden George W Bush melakukan kesesatan logika jenis Argumentum ad Ignorantiam (Dalih Pengabaian: seseorang dinyatakan bersalah jika ia tak bisa membuktikan dirinya tak bersalah). Dia mengatakan, Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal karena negara tersebut tidak dapat membuktikan bahwa tidak ada senjata jenis itu.

Irak lalu diserang, Saddam Hussein jatuh, tetapi ternyata tak ditemukan senjata pemusnah massal. Bush sebetulnya punya agenda lain: menyerang Irak. Senjata pemusnah massal disodorkan sebagai evidensi untuk mendukung agenda itu, tanpa menunggu laporan final tim PBB yang dipimpin Hans Blix yang justru menegaskan bahwa tidak ada senjata pemusnah massal di Irak.

Dalam kontroversi Bank Century yang ”membakar” kita saat ini, muncul lagi slippery slope dalam argumentasi yang menjadi dasar pertimbangan dana talangan Bank Century. Argumentasi itu dikemukakan oleh Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati ketika menjawab pers yang menanyakan alasan penggelontoran Rp 6,7 triliun bagi bank tersebut.

Stephen Downes Guide (2000) menyebut slippery slope sebagai pemakaian operator ”jika-, maka” (if-then) secara tidak tepat. Slippery slope terjadi kalau si pembicara berargumentasi bahwa suatu tindakan akan menyebabkan dampak negatif. Bagai orang tergelincir di sebuah jalan menurun yang licin, dampak negatif itu akan menyebabkan rangkaian efek negatif berikutnya. Slippery slope disebut juga Camel’s Nose, mengacu pada peribahasa, jika Anda membiarkan seekor unta mendongakkan hidungnya ke dalam tenda, unta-unta lain akan segera melakukan hal yang sama. Pemakai slippery slope memang bermaksud membenarkan diri dan meminta orang lain membenarkan tindakannya.

Bush pernah mengemukakan slippery slope ketika berbicara tentang betapa berbahayanya Saddam. ”Saat ini, ancaman terbesar dalam perang melawan teror… bahaya mematikan bagi Amerika dan dunia… adalah rezim-rezim penjahat yang mencari dan memiliki senjata nuklir, kimiawi, dan biologis. Rezim-rezim ini dapat menggunakan senjata itu untuk pemerasan, teror, dan pembunuhan massal. Mereka dapat juga memberikan atau menjual senjata itu ke sekutu teroris mereka, yang dapat menggunakan tanpa basa-basi,” kata Bush. Diharapkan orang setuju bahwa Saddam harus dienyahkan. Berarti invasi ke Irak suatu yang dapat dibenarkan.

Pada kasus talangan Bank Century, Boediono dan Sri Mulyani berargumentasi: jika tak dilakukan penalangan terhadap Bank Century, maka akan muncul risiko sistemik bagi industri perbankan (sejumlah bank lain akan ditutup juga) mengingat krisis finansial global belum pulih waktu itu. Dampak ikutannya macam-macam: perekonomian Indonesia melempem dan pada akhirnya rakyat menderita serta berbagai akibat negatif lain.

Pihak lawan bicara melontarkan argumentasi balik bahwa penalangan tak perlu dilakukan karena kondisi Century sebetulnya disebabkan ”perampokan” oleh pemiliknya, sebab itu lebih tepat kalau bank itu ditutup. Risiko sistemik tak akan terjadi karena Century merupakan bank kecil. Bank-bank lain toh tidak menempatkan uang di sana.

Sejumlah kejanggalan

Ada hal lain perlu dicatat, misalnya adanya sejumlah kejanggalan dalam prosedur penalangan Century. Apalagi jumlah Rp 6,7 triliun dirasakan terlalu besar untuk Indonesia yang sebagian besar rakyatnya masih jauh dari sejahtera. Tidak heran Kwik Kian Gie menyebut alasan ”dampak sistemik” sebagai kamuflase, yang dalam logika disebut slippery slope.

Seandainya Bank Century ditutup tempo hari dan terjadi hal-hal negatif seperti dalam argumentasi Boediono dan Sri Mulyani, apakah semua itu disebabkan oleh dampak sistemik penutupan Century? Hampir pasti tidak! Bukankah masih ada penyebab lain, seperti tidak adanya visi pembangunan yang tepat dari pemerintah, suburnya praktik korupsi, tidak fokusnya program pemerintah, Darwinisme sosial, atau ideologi neolib dalam penanganan masalah ekonomi?

Karena risiko sistemik dan rangkaian dampak negatifnya merupakan slippery slope, tampaknya ada agenda lain dalam talangan Bank Century. Inilah yang harus ditemukan oleh KPK dan Pansus Century di DPR.

JB Blikololong Belajar Filsafat di STF Driyarkara dan UI; Mengajar di Universitas Gunadarma

Sumber: Kompas

2 Responses to ““Slippery Slope””

  1. ABL

    “Slippery Slope Dalam Kasus Bank Century ?”

    JK Blikololong: “Saya menemukan adanya kesesatan logika (logical fallacy) dalam kontroversi tentang talangan Bank Century.”

    Kesesatan logika terletak di mana ? Dalam “kontroversi” atau dalam “argumentasi” Boediono dan Sri Mulyani menalangi Bank Century ?

    Kalau dalam kontroversi tentang talangan … maka JK Bikololong dalam tulisannya tidak menjelaskan hal itu.

    Kalau kesesatan logika yang dimaksud JK Blikololong adalah dalam argumentasi Boediono dan Sri Mulyani dalam menalangi Bank Century, maka mari kita menyimak argumentasi itu seperti ditulis oleh JK Blikololong:

    “Jika tak dilakukan penalangan terhadap Bank Century, maka akan muncul risiko sistemik bagi industri perbankan (sejumlah bank lain akan ditutup juga) mengingat krisis finansial global belum pulih waktu itu. Dampak ikutannya macam-macam: perekonomian Indonesia melempem dan pada akhirnya rakyat menderita serta berbagai akibat negatif lain.”

    Bagi saya, argumentasi itu masuk akal, sekurang-kurangnya tidak menyalahi kaidah berpikir logis. Di mana letak kesesatannya secara logis ?

    JK Blikololong: “Para politisi ulung tidak luput dari kesesatan logika baik secara paralogis (tak sengaja) maupun sofistik (dengan sengaja).”

    Dengan kalimat ini JK Blikololong memberikan pernyataan yang sangat umum tanpa diikuti oleh penjelasan yang memadai dalam tulisannya. Sayang sekali.

    Dalam tulisannya, JK Blikololong secara panjang lebar menguraikan kesesatan logika Presiden Bush dalam memakarkan alasannya menyerang Irak. Antara lain JK Blikololong menulis kesesatan logika itu:

    “Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal karena negara tersebut tidak dapat membuktikan bahwa tidak ada senjata jenis itu.”

    Bandingkan kalimat ini dengan argumentasi Boediono dan Sri Indrawati untuk menalangi Bank Century seperti dikemukakan JK Blikololong.

    Mari kita membaca sekali lagi argumentasi Boediono & Sri Mulyani seperti ditulis oleh JK Blikololong:

    “Jika tak dilakukan penalangan terhadap Bank Century, maka akan muncul risiko sistemik bagi industri perbankan (sejumlah bank lain akan ditutup juga) mengingat krisis finansial global belum pulih waktu itu. Dampak ikutannya macam-macam: perekonomian Indonesia melempem dan pada akhirnya rakyat menderita serta berbagai akibat negatif lain.”

    Menurut JK Blikololong, argumentasi Boediono dan Sri Mulyani ini termasuk “slippery slope”.

    Slippery slope-kah itu ?
    “Jika tidak dilakukan penalangan terhadap Bank Century” maka “akan muncul resiko sistemik bagi industri perbankan”.

    Kalimat itu bisa kita ubah bentuknya untuk mempermudah pemahaman:
    “Apabila Bank Century tutup, maka bank-bank lain akan tutup juga.”

    Secara sepintas, pernyataan itu terkesan tergolong “slippery slope”.

    Menurut definisinya, slippery slope adalah kesesatan berpikir di mana seseorang berkeyakinan sebuah kejadian niscaya akan diikuti oleh kejadian lainnya (yang umumnya lebih dahsyat efeknya) tanpa memberikan alasan keniscayaan itu.

    Dalam sebuah tulisan di internet, diberi beberapa contoh “slippery slope” yang menarik. Dintaranya adalah yang berikut:
    1. Kita harus berusaha agar uang kuliah tidak naik semester ini. Kalau mereka berhasil menaikkannya tahun ini, tahun depan uang kuliah akan menjadi dua kali lipta besarnya. (Tidak ada alasan yang logis atas ‘ramalan’ itu.)
    2. Jangan biarkan pemerintah melarang buku-buku pornografi. Itu kan hanya alasan mereka untuk melarang buku-buku lain. (Tidak ada alasan logis atas ‘ramalan’ itu).

    Apabila Bank Century tutup, maka bank-bank lain akan tutup. Itulah alasan Boediono dan Sri Indrawati Mulyani yang menurut JK Blikololong masuk dalam kategori “slippery slope”.

    Tapi tunggu dulu. Di belakang kalimat itu ada pengggalan kalimat yang mesti dilekatkan padanya, sebagai berikut:

    “… mengingat krisis finansial global belum pulih waktu itu”.

    Apakah ini argumen yang sahih ?

    Karena hal ini (baca: seluk beluk “krisis finansial global”) menyangkut kompetensi orang-orang yang berlatar-belakang ekonomi, maka saya – seorang yang awam dalam ilmu ekonomi – tak mampu memberikan penilaian yang mencerahkan. Konsekuensinya, saya tak boleh memberikan kesimpulan bahwa argumentasi Boediono dan Sri Mulyani termasuk dalam kategori “slippery slope”.

    Sama halnya, kalau saya seorang filsuf, saya hanya boleh sampai pada usaha pencerahan menyangkut kelurusan berpikir, dan tidak boleh menyerempet ke ranah ilmu yang tidak saya kuasai.

    Sebab kalau saya memaksakan juga, saya ikut menggiring para pembaca ke dalam kesesatan berpikir. Benar gak Pak Blikololong ? 🙂

    ABL

    #13202

Leave a Reply

Kalender Berita

December 2009
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031