Nias dan Keperdulian Para Diplomat Indonesia
Penderitaan masyarakat Nias akibat gempa bumi pada 28 Maret 2005 yang mengikuti bencana tsunami pada tahun sebelumnya, belum sepenuhnya pupus. Keindahan pantai Nias tak lagi memikat para wisatawan yang masih dicekam trauma. Bukan hanya sektor wisata, aktivitas belajar-mengajar pun ikut terdampak bencana tak kalah mengenaskan. Tidak mengherankan, bantuan pembangunan dua kompleks sekolah terpadu di Kabupaten Nias dan Nias Selatan dari Departemen Luar Negeri (Deplu) RI disambut hangat.
Dua sekolah tersebut dibangun dengan dana yang dihimpun oleh Deplu melalui perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negeri. Bantuan secara khusus disalurkan untuk membantu daerah Indonesia yang terkena bencana alam, seperti Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Nias, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) serta Pantai Pangandaran, Jawa Barat.
“Harapan menimba ilmu sebagai bekal kehidupan di masa depan sempat tersendat dihadang cobaan berat ketika bencana gempa dan tsunami datang menerpa,” ungkap Menlu RI Hassan Wirajuda dalam peresmian Sekolah Terpadu (SD, SMP dan SMK) di Desa Hiligeho, Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, sebagaimana disampaikan oleh Sekjen Deplu RI Imron Cotan, Sabtu (10/1).
Terlepas penderitaan besar yang dirasakan, di balik cobaan selalu ada hikmah yang bisa dipetik. Sejak terjadinya gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Pulau Nias yang menelan korban ratusan ribu jiwa dan gempa bumi yang melanda Yogya dan Jawa Tengah, serta tsunami di Pangandaran, disusul gempa bumi di Sumatra Barat dan Sumatra Utara, Deplu beserta 119 perwakilan RI di luar negeri secara serentak bahu-membahu menggalang bantuan kemanusiaan bagi para korban.
Bersama-sama
“Bersama-sama dengan masyarakat internasional, dan warga Indonesia di negara-negara tersebut, dana kemanusiaan dikumpulkan untuk membantu meringankan penderitaan korban bencana,” kata Hassan, dalam sambutan yang disampaikan Sekjen Imron Cotan. Dana kemanusiaan yang terkumpul lalu disalurkan ke daerah-daerah yang terkena bencana.”Sungguh mengharukan dan membahagiakan perasaan saya melihat gedung sekolah ini telah dapat digunakan anak-anak kita untuk kembali menimba ilmu,” ia mengimbuhkan.
Pembangunan SD, SMP dan SMK Terpadu Dharma Caraka di Kabupaten Nias dan Nias Selatan merupakan program pembangunan sekolah terbesar ke-2 yang dilakukan Deplu RI setelah politeknik di NAD. Kompleks sekolah terpadu di Teluk Dalam dibangun di atas tanah seluas 2,8 hektare dengan biaya mencapai Rp 11,37 miliar. Sementara pembangunan kompleks sekolah terpadu di Gunung Sitoli pada tanah seluas 2,6 hektare menelan biaya Rp 10,18 miliar. Penggunaan bangunan Sekolah Terpadu (SD, SMP dan SMK) di Desa Ononamdo, Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, diresmikan secara langsung oleh Menlu.
Diungkapkan, pembangunan sekolah di Gunung Sitoli relatif lancar, berkat tersedianya tanah di lokasi yang baik. Sementara sekolah di Teluk Dalam dibangun di atas tantangan yang cukup berat, terutama ketersediaan tanah yang hanya berupa lahan bekas rawa-rawa dan tanah gambut. Pembebasan tanah di wilayah Teluk Dalam sempat diwarnai kendala karena masalah-masalah yang muncul di antara masyarakat sendiri.
“Lokasi sempat berpindah tiga kali. Tak urung kami sedikit kesulitan dan realisasi pembangunan jadi semakin mahal,” ungkap Dubes RI duntuk Brasil, Pieter Taruyu Vau, yang menjadi koordinator pembangunan sekolah di Kabupaten Nias dan Nias Selatan.
Kendati meleset dari jadual waktu penyelesaian, berkat kerja keras dan doa, pembangunan gedung sekolah di Kabupaten Nias dan Nias Selatan akhirnya dapat dirampungkan.
Nama “Dharma Caraka” sengaja dipilih untuk dua kompleks sekolah terpadu tersebut, sama halnya sekolah-sekolah lain yang dibangun Deplu selama ini. “Bakti para diplomat Indonesia,” kata Dubes Pieter tentang arti nama tersebut. Penggunaan nama itu diharapkan dapat menjadi lambang ketulusan para diplomat Indonesia di dalam menggalang bantuan kemanusiaan bagi masyarakat Indonesia yang menjadi korban bencana alam. [SP/Elly Burhaini Faizal]
Sumber: Suara Pembaruan