Gunungsitoli, WASPADA Online
Akibat tidak tersedianya sarana sanitasi, khususnya air bersih di lokasi penampungan pengungsi di Nias, sebagian dari pengungsi korban bencana gempa terpaksa menggunakan air yang sengaja ditampung dari aliran parit di sekitar lokasi untuk memenuhi kebutuhan mandi dan mencuci. Kondisi mengenaskan ini dialami para pengungsi di lokasi pengungsian Desa Lasara Bahili, Kec. Gunungsitoli yang didiami sekira 15 kepala keluarga. Kejadian ini sudah berlangsung beberapa bulan terakhir dan belum ada perhatian dari instansi terkait termasuk BRR urusan pengungsi.
Seperti halnya yang dirasakan Februari Sarumaha, 33, ibu tiga anak kepada wartawan, kemarin di lokasi pengungsian. Dia mengungkapkan, telah menggunakan air parit sejak beberapa bulan terakhir. Dia dan keluarga pengungsi lainnya terpaksa menggunakan air parit yang mengalir di sekitar lokasi karena stok air yang dipasok ketempat mereka setiap harinya hanya satu tangki atau 5.000 liter setiap harinya.
Untuk memenuhi kebutuhan air, para pengungsi berinisiatif menampung air dari parit yang mengalir di sekitar lokasi pengungsian untuk mandi dan mencuci. Selain itu katanya, akibat hidup terlalu lama tinggal di dalam shelter, kondisi kesehatan para pengungsi di tempat itu khususnya anak-anak sering menderita sakit seperti demam dan mencret. Kendala lain yang mereka rasakan yakni, tempat tinggal mereka yang masih belum pasti, dimana tanah yang mereka tempati selama delapan bulan lamanya, sudah didesak pemiliknya, agar para pengungsi segera pindah, karena lahan itu akan digunakan pemiliknya.
Rumah Permanen
Sementara itu, pantauan di beberapa relokasi pembangunan rumah permanent bagi para pengungsi yang telah dijanjikan BRR Nias hingga saat ini masih belum dapat ditempati karena belum selesai dikerjakan. Seperti pembangunan relokasi 109 unit rumah di Desa Dahana Gunungsitoli yang diperuntukkan bagi pengungsi masih terbengkalai, bahkan oleh pihak rekanan telah menghentikan pembangunannya.
Demikian juga relokasi pembangunan 28 unit rumah pengungsi di Desa Olora Kec. Gunungsitoli hingga saat ini masih belum ada kejelasan dari BRR Perwakilan Nias, kapan dapat ditempati. Wakil Direktur CV Asean Utama, Ir. Adieli Gulo, kontaraktor yang menangani pembangunan perumahan pengungsi di Desa Dahana Kec. Gunungsitoli yang ditemui Waspada, kemarin di kediamannnya Jl. Supomo Gunungsitoli membenarkan hal itu. Pihaknya menghentikan pekerjaan pembangunan rumah untuk para pengungsi karena banyaknya kendala yang dihadapi, seperti tidak cairnya dana proyek rumah tersebut padahal sudah lama diajukan permintaan pembayaran kepada BRR Perwakilan Nias.
Gulo menjelaskan, adapun kendala yang dihadapi di lapangan sehingga pihaknya menghentikan pekerjaan seperti pembayaran termin yang dalam kontrak dilaksanakan setiap bulannya sesuai dengan kemajuan pekerjaan belum terlaksana hingga saat ini. Pihaknya sendiri dari CV Asen Utama telah beberapa kali melayangkan surat kepada pihak BRR melalui Kepala Pewakilan BRR Nias maupun kepada Satker Perumahan dan pemukiman untuk hal itu, namun BRR perwakilan Nias hingga saat ini belum menanggapinya. (cbj)
Sumber: Waspada Online, Sabtu 21 Januari 2007
This entry was posted
on Sunday, January 21st, 2007 at 6:34 PM and is filed under Berita Lain Lain.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed.
Alamak… kasihan para pengungsi. Gimana nih BRR? Janganlah pameo di masyarakat “BRR = Badan Rapat Rapat” semakin berkembang saja.
Di mana pula LSM yang katanya bertanggungjawab atas air bersih? Udah kapok ya ngurusin para pengungsi yang telah tinggal di camp selama berbulan-bulan itu?
Jangan disalhkan terus dong BRR atau pun LSMnya. Selama ini Setiap hari untuk pengungsi Lasara selalu diantarkan air dari PDAM. Tapi apa lacur, mungkin karena katanya air itu BANTUAN, maka biarpun air mengalir dari kran air atau dari ember yang dibiarkan begitu saja eh orang – orangnya pada cuek bebek. Nah, pas butuh baru berkoak – koak perlu air bersih. Atau juga mungkin ini salah satu cara agar orang – orang lain akan berpikir bahwa mereka tidak diperhatikan???? kasihan sekali bila berpikir seperti itu. Makanya, yang sudah ada dijaga dong!!!
Aduh, nggak tega melihat saudara/ saudari kita sampai menggunakan air parit. Tapi kalau kesusahan itu akibat dari ulah sendiri seperti respon sdr.Zebua (#2) Mudah-mudahan kejadian tsb jadi pelajaran supaya warga meningkatkan rasa peduli serta rasa memiliki terhadap bantuan atau sumbangan yg diberikan.
ada juga pengalaman salah satu NGO di Nias, salah seorang Ononiha diberi bantuan perahu boat penangkap ikan. berselang dua tiga bulan sang NGO datang ingin melihat perkembangan bantuan yang diberikannya. ternyata perahu boat tersebut tidak pernah digunakan, badan perahu digeletak-kan di kolong rumahnya sedangkan mesinnya sudah dibongkar dan dijual!(???)NGO-nya kapok!
Sesuatu yang didapatkan dengan gratis tanpa capek & bercucuran keringat cenderung disepelekan. harapan saya sifat-sifat ini segera dikikis dari saudara/saudari kita Ononiha.
Saran buat NGO & BRR,
Bentuk bantuan dan system pemberian bantuan pun perlu dipikirkan agar tidak mendatangkan masalah-masalah baru kelak.
Ya’ahowu.
Emanuel Migo Manager Komunikasi dan Informasi Publik BRR Perwakilan Nias (22 Desember 2006):
B. Sektor Air Bersih
Tujuan sektor ini adalah membangun sistem layanan air bersih pedesaan yang sustainable dan perbaikan dan perluasan jaringan air bersih PDAM yang rusak oleh gempa. Sedangkan sasaran pembangunan sektor air bersih adalah rehabilitasi dan rekonstruksi seluruh jaringan air bersih yang rusak karena bencana gempa. Memastikan bahwa sebanyak mungkin fasilitas publik memiliki layanan watsan. Membangun sistem layanan air bersih pedesaan yang sustainable dari sisi pasokan maupun pengoperasiannya.
Sampai saat ini telah dan sedang dilaksanakan penggantian pipa jaringan distribusi air bersih 28km di Gunungsitoli dan penambahan hidran umum, serta pembangunan reservoir dengan sistem gravitasi. Area dan dan penduduk yang terlayani adalah penduduk di kecamatan Lahewa (300 KK), Sirombu, Gunungsitoli (memulihkan pasokan 3.160 KK), Tuhemberua, Hiliduho, Olora, Alasa (200 KK), Lotu, Gido, Lahusa, Gomo and Lolowau akan terlayani.
Berita Waspada online:
… para pengungsi di lokasi pengungsian Desa Lasara Bahili, Kec. Gunungsitoli…
Dia dan keluarga pengungsi lainnya terpaksa menggunakan air parit yang mengalir di sekitar lokasi karena stok air yang dipasok ketempat mereka setiap harinya hanya satu tangki atau 5.000 liter setiap harinya.
Zebua #2:
Setiap hari untuk pengungsi Lasara selalu diantarkan air dari PDAM.
Pertanyaan:
1. Air bersih untuk pengungsi: “di antar dari PDAM” atau “lewat pipa jaringan distribusi air bersih, hidran umum, serta reservoir dengan sistem gravitasi”?
2. Bagaimana sistem monitoring dan evaluasi kerja PDAM yang mengantar air bersih itu?
3. Apakah volume air bersih telah cukup untuk kebutuhan camp pengungsi itu?
4. Apakah hampir 2 tahun ini (setelah periode darurat bencana dilewati) tidak ada upaya pemberdayaan masyarakat (baca: pengungsi) dalam penyediaan watsan (water and sanitation)? Kasihan sekali, bila para pihak yang datang membantu Nias masih memposisikan diri sebagai sinterklas.
Zebua #2: “Jangan disalhkan terus dong BRR…”.
http://www.beritasore.com (Jan 24, 2007):
… Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara masih meneliti berkas acara pemeriksaan (BAP) dugaan kasus korupsi pembangunan 40 rumah senilai Rp800 juta, yang dilimpahkan Polda Sumut, oleh BRR Aceh-Nias di Desa Siehenaasi, Lahewa, Kabupaten Nias…
… BAP dugaan kasus korupsi yang melibatkan Kepala Satker Pembangunan Rumah BRR Nias, RS, Pengawas Proyek PH dan Pelaksana Proyek SS dilimpahkan Polda Sumut kepada Kejati Sumut, Senin lalu…
… Proyek pembangunanan rumah tersebut senilai Rp1,5 milyar dan telah digunakan sebesar Rp828 juta. Dugaan kasus korupsi tersebut berdasarkan hasil audit dilakukan oleh BPK terhadap proyek BRR Nias yang dikerjakan pasca gempa dan tsunami.
Komentar #5: sang sinterklas itu rupanya tetap doyan korupsi, koq enggak mau disalahkan, Zebua?