Asiliawa, Osiliyawa, ‘Oisilöyawa’ … Sombong?
Oleh E. Halawa*
Dalam halaman Amaedola Nono Niha di Facebook, ada diskusi menarik tentang: (1) kata mana yang sesungguhnya ada atau dikenal dalam Li Niha: asiliyawa, osiliyawa, atau oisilöyawa, dan (2) apa arti sesungguhnya dari kata itu [1].
Dari diksusi itu juga ketahuan bahwa masalah ini muncul ketika ada pembahasan pembaharuan kurikulum Bahasa Daerah Nias baru-baru ini.
Asiliawa, Asiliyawa
Tidak mengejutkan, kata itu (asili(y)awa) dikenal oleh sejumlah pemberi komentar yang lain. Yang terakhir seorang pemberi komentar merujuk kepada Kamus Li Niha – Nias Indonesia [2].
Ketika masih kecil dan tinggal di desa, kata asiliawa atau asiliyawa sering saya dengar. Berikut sebuah contoh dalam kalimat:
Asili(y)awa sibai ndra’ugö le … → Kalimat kekesalan – misalnya kekesalan seorang tua kepada seorang anak yang tiba-tiba mengejutkannya lalu lari. Di sana tidak ada makna sombong. Dalam kalimat ini, asiliyawa lebih cenderung berarti: kurang ajar atau tidak sopan, tidak menghargai orang (yang lebih) tua.
Niha sasili(y)awa – biasanya adalah orang yang suka bikin kesal atau menimbulkan kemarahan orang lain, entah dengan kata-kata yang kasar (memaki), perbuatan, atau gerak-geriknya.
Terkadang, kata asili(y)awa juga dipakai sebagai kata kelakar dalam suatu kalangan yang akrab karena persaudaraan atau persahabatan.
Asili(y)awa sibai ndra’ugö le … → Kalimat yang di atas tadi bernada kekesalan atau kemarahan, dalam konteks keakraban justru bermakna canda atau kelakar. Contohnya, dua atau tiga orang yang sedang membicarakan orang lain. Misalnya, sebagai bahan kelakar, salah seorang dari mereka berkhayal untuk kurang ajar kepada orang yang sedang mereka bicarakan itu. Lalu salah seorang dari mereka nyeletuk: Asili(y)awa sibai ndra’ugö le …
“Na falukhaga sa ba usöbi mbu mbeweniaâ€, kata si A. (Kalau kami ketemu akan kucabuti kumisnya).
“E… asiliyawa ae ndra’ugö khönia le ..â€, kata si B (Kurangajar (tak sopan) sekali kamu terhadapnya.)
Dengan atau tanpa “y†?
Asiliawa (tanpa y) atau Asili(y)awa ? Dualisme seperti ini lazim dalam Li Niha. Contoh lain: and(r)ö, und(r)e, bahkan dalam marga seperti La’i(y)a. Secara alamiah, penulis lebih cenderung mengucapkan asiliawa, sebab mengucapkannya lebih mudah daripada mengucapkan asiliyawa yang menuntut gerakan ekstra dari lidah.
Asilöyawa
Dalam Kamus Nias – Indonesia susunan Laiya dkk [3], ada entri: asilöyawa. Dalam kamus itu, asilöyawa diartikan: sombong, pongah, angkuh.
Penulis tak pernah mendengar kata ini dalam percakapan sehari-hari. Bisa jadi kata ini dikenal di Nias Selatan.
Osili(y)awa
Ini adalah varian dari asili(y)awa.
Oisilöyawa
Kata ini muncul dalam diskusi [1] tersebut, tetapi seingat penulis, tak pernah mendengar kata ini dalam percakapan sehari-hari dalam bahasa Nias. Atas alasa itulah, dalam judul tulisan ini, penulis menempatkannya dalam tanda kutip.
Ono Niha pengunjung Nias Online yang kebetulan pernah mendengar kata ini diharapkan memberikan informasi dalam bentuk komentar, sekali gus contoh pemakaian dalam kalimat.
Usaha mencari kata dasar (akar kata)
Ada kesan, kata asili(y)awa atau variannya osili(y)awa ditafsirkan berasal dari beberapa kata dasar … dan karena itu dianggap kata yang tepat adalah Oisilöyawa.
Akan tetapi seperti dijelaskan di depan, dan diteruskan di bawah, “hipotesis†itu hanya akan bertahan apabila kata yang sedang didiskusikan itu mempunyai arti: sombong atau tinggi hati.
Sombong?
Ada alasan mengapa kata yang sebenarnya cukup luas dikenal, yakni kata asili(y)awa atau variannya osili(y)awa dianggap bukan kata dasar. Alasannya adalah karena kata yang didiskusikan itu diartikan: sombong atau tinggi hati. Maka (di)muncul(kan)lah kata oisilöyawa, sebab “Oisilöyawa artinya menganggap tidak ada yang di atasnya†[4].
Baik Kamus Lase [2] mau pun Kamus Laiya [3] mengartikan asiliawa (atau dalam Kamus Laiya Asilöyawa) sebagai sombong atau angkuh. Beberapa pemberi komentar juga mengarah kepada pendapat yang sama.
Benarkah asili(y)awa berarti sombong? Penulis memiliki pendapat yang berseberangan dengan kedua Kamus itu.
Sepengetahuan penulis, sombong dalam Li Niha adalah mangosebua atau fayawa.
Terjemahan kata “sombong” dalam Alkitab Li Niha
Dalam Alkitab Bahasa Nias Bahasa Sehari-hari [5], Matius 23:12 yang dalam Bahasa Indonesia berbunyi:
“Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikanâ€
diterjemahkan sebagai:
“Niha sangebua’ö ya’ia da’ö ni’ide’ide’ö, ba sangidengide’ö ya’ia da’ö ni’ebua’ö.â€
Dalam kutipan di atas, meninggikan diri tiada lain adalah menyombongkan diri – mangosebua.
Bandingkan juga terjemahan terbaru Matius 23:12 di depan dengan terjemahan Sundermann [6]:
“Dozi sa, ha niha zamali’ö salawa ja’ia, da’ö ni’ide’ide’ö; ba ha niha zangidengide’ö ja’ia da’ö nibe’e salawaâ€.
Dalam terjemahan Sundermann [6], meninggikan (menyombongkan) diri diterjemahkan secara kaku menjadi: mamali’ö salawa (baca juga tulisan berjudul: Kekurangcermatan Terjemahan Dalam Soera Gamaboe’oela Li Sibohou – H. Sundermann [7].
Walau agak “kakuâ€, mamali’ö salawa jauh berbeda dari “asili(y)awaâ€; mamali’ö salawa lebih dekat artinya dengan mangosebua.
Sejumlah ayat lain dalam Alkitab Li Niha (baik dalam Perjanjian Lama maupun Baru) sama sekali tidak menerjemahkan kata “sombongâ€, “kesombongan†dengan aili(y)awa atau fa’asili(y)awa.
Dapat diinformasikan, usaha pencarian kata-kata asili(y)awa, osili(y)awa, asilöyawa, oisilöyawa dalam Alkitab [5] versi digital sama sekali tidak membuahkan hasil.
Catatan:
- Bahan diskusi yang dimulai oleh Bapak Ama Fame Zebua berjudul: Hezo zatulönia wehede da’a: 1. Asilayawa, 2. Osiliyawa, 3. Oisilöyawa ???
- A Lase, 2011: Kamus Li Niha – Nias Indonesia, ISBN: 9789797095413, Penerbit Gramedia.
- SZ Laiya, S Zagoto, H Laiya, S Zagoto, A Zagoto, 1985: Kamus Nias – Indonesia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
- Kutipan sebuah kalimat dari sebuah komentar dalam [1].
- IBS, 2006: Alkitab Bahasa Nias – Bahasa Sehari-hari, Perjanjian Baru – Indonesian Bible Society, 2006.
- Soera Gamaboe’oela Li Sibohou Edisi 1911 terjemahan H. Sundermann – dicetak ulang oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) tahun 1984.
- E. Halawa, 2007: Kekurangcermatan Terjemahan Dalam Soera Gamaboe’oela Li Sibohou – H. Sundermann – Nias Online.
Kalau menurut saya yang orang awam ini. Kata yang asli sebenarnya Oisiloyawa. Karena kata awalan oi banyak dipakai dalam bahasa Nias dibanding a. oi dapat diartikan semua, sehingga Oisiloyawa dapat diartikan tidak ada orang lain diatas saya atau sama dengan sikap kesombongan. Saohagolo…
Kata Oisilöyawa, yang penulis tak pernah dengar adalah versi Nias Tengah. Lebih tepat lagi, seperti orang di Lölömatua mengatakannya, osilöyawa. “He nogu, hana osilöyawa sibai ndrögö wö’i” demikian barangkali seorang ibu mengungkapkan kejengkelannya atas kenakalan anaknya.
Dan sejauh saya ingat, di Lölömatua kata osilöyawa hanya dipakai dalam arti nakal dan bukan dalam arti sombong. Biasanya dipakai menunjuk kenakalan anak. Kalau dipakai untuk orang dewasa, maka kata osilöyawa berbau jenaka.
Terima kasih Pak Sirus Laia atas informasi yang bermanfaat. Apabila demikian halnya, maka asili(y)awa, osili(y)awa, dan o(i)silöyawa dikenal sebagai varian-varian kata yang sedang kita diskusikan ini.
Cukup menarik juga bahwa artinya di Nias Tengah adalah nakal (konotasi jenaka) dan bukan sombong. Ini sejalan dengan salah satu pengertian di Nias Utara seperti diuraikan di depan.
Saya masih penasaran, ingin tahu di daerah mana o(i)silöyawa punya pengertian ‘sombong’ … sehingga perlu dicari akar-akar katanya.
Setuju, aisili(y)awa di Nias Utara, dipakai untuk anak-anak sampai anak remaja. Kalau dipakai untuk dewasa konotasinya sudah jenaka, seperti dalam tulisan di depan.
Ya’ahoŵu.
tergantung siapa pemakainya. Di Nias TEngah (Lolowa’u) bahkan terdengar osileyawa (pakai e). Menurut saya kata dasarnya “yawa”, lalu menjadi “lo yawa”, lalu menjadi si lo yawa, akhirnya menjadi adjective (kata sifat) osiloyawa)= sifat seseorang yang menganggap diri di atas semuanya; mirip dengan bahasa Latin arogare, arrogant; kata dasarnya rogare=bertanya ditambah dengan a (tidak) jadi orang yang arrogan adalah orang yang tidak (mau) bertanya karena merasa sudah tahu segala-galanya. Sederhananya arrogan diterjemahkan ke dlm bhs Indonesia sombong.
Demikian juga, osiloyawa di atas, salah satu artinya adalah sombong. Sekali lagi menurut daerahnya. Sama dengan kata olohu. Di Nias TEngah olohu artinya kikir (tidak suka memberi). Di daerah lain di Nias ada arti lain. Jadi dalam kata osiloyawa sebenarnya harus dipertahankan unsure negasinya yaitu fonem “lo” (umlaut).
Saya coba ikut komentar:
Saya setuju dg pendapat Bpk Philip Giawa bahwa kata dasar dari pembahasan ini adalah ‘yawa’ yang dapat diartikan (di) atas, namun menurut saya kata ‘yawa’ dalam hal ini tidak dapat disebut sebagai kata dasarnya. Bila menunjuk pada kata oisiloyawa, saya berpendapat mesti dilakukan pemisahan penulisannya menjadi ‘oi si lo yawa’ dimana kira-kira mengandung pengertian ‘tidak lagi yg lebih tinggi’ dari orang yang mengucapkan kata tersebut. Sementara bila menunjuk pada kata asili(y)awa, nampaknya secara pribadi saya kurang paham benar bagaimana kata tersebut menunjukkan pengertiannya, kendati demikian saya tidak menyangkal bahwa kata “asilo(y)awa dimaksud sangat lafal sekali kita dengarkan dalam percakapan sehari-hari.
Dalam komentar ini, saya mohon maaf tidak dapat menjelaskan dengan menggunakan hukum perubahan-perubahan dalam kata karena tidak punya keahlian tentang itu.