Ibu Hamil dan Putranya Meninggal Kelaparan
Basse (35) ibu yang sedang hamil tujuh bulan, meninggal dunia bersama putranya, Bahar (7) di kamar kontrakan di Jalan Daeng Tata I Blok V, Setapak II, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kasus kematian ibu hamil itu, sempat menghebohkan warga Makassar. Pasalnya, keluarga miskin tersebut diketahui meninggal dunia akibat kelaparan di saat suaminya, Basri (39) yang bekerja sebagai tukang becak, beberapa hari tak pulang.Korban pertama kali ditemukan Lina, tetangga sebelah kamarnya, dalam keadaan kritis, dan Jumat (29/2), nyawa ibu malang itu tak tertolong. Dia menghembuskan napas terakhir sekitar pukul 13.00 Wita, berselang lima menit kemudian, Bahar, putra ketiganya pun menyusul.
Sebelum meninggal, Basse sudah beberapa kali diajak tetangga ke rumah sakit, namun ditolak dengan alasan tidak punya biaya. Beruntung, Salma (9), putri sulungnya dan Aco (4) putra bungsunya yang kritis masih dapat diselamatkan, setelah dilarikan warga ke Rumah Sakit (RS) Haji, Makassar. Menurut Lina, ia mengenal Basse sebagai perempuan yang sangat sabar dan tak pernah terdengar mengeluh.
Sebelum meninggal, ia menitip pesan agar menjaga anak-anaknya. “Dia minta tolong ke saya untuk jagakan anaknya. Dia bilang, anak-anak itu anakmu,” kata Lina yang setia mendampingi Aco di ruang perawatan anak kamar 3 RS Haji Makassar, Minggu (2/3) malam.
Basri dan Basse dikarunia tiga anak, Salma, Bahar dan Aco. Pasangan keluarga tersebut sering berpindah-pindah (nomaden), sehingga tidak tercatat sebagai warga tetap di lingkungan tempat tinggalnya. Juga tidak terdaftar sebagai warga miskin yang dapat berobat gratis ke rumah sakit.
“Saya sudah pernah suruh ketemu Pak RT dan RW untuk urus KTP, tapi keluarga itu tak pernah berusaha,” ujarnya. Kedatangan keluarga Basri ke daerah itu, menurut Lina, berawal lima bulan lalu, Basri dan istrinya meminta tolong untuk tinggal bersamanya di rumah kontrakan berukuran 4 x 8 meter.
Lina yang bekerja sebagai buruh cuci dan suaminya, Dudding, tukang becak, mengontrak rumah ber- dinding papan itu sebesar Rp 1,5 juta per tahun. Meskipun tak ada hubungan keluarga, saat Basri datang meminta tolong tumpangan, Lina dan suaminya rela memberikan setengah kamar kontrakannya untuk ditempati keluarga tersebut.
Basri berjanji akan membantu meringankan biaya kontrakan sebesar Rp 50.000 per bulan. Selama keluarga Basri tinggal di kamar kontrakan tersebut, hanya sekali saja ia membayar kontrakan Rp 50.000 pada bulan pertama.
“Saya tidak tega meminta uang kontrakan dari mereka. Kasihan, untuk makan tiap hari saja susah, biasanya mereka makan nasi hanya pakai lauk garam atau sayur. Anaknya sering menangis karena lapar dan tetangga membantu memberikan makan,” kata ibu satu putri itu.
Di tengah kesulitan hidup yang menghimpit keluarga asal Kabupaten Bantaeng tersebut, kondisi mereka makin diperparah oleh sikap Basri yang sering mabuk-mabukan.
Membeli Tuak
Menurut para tetangganya, biasanya hasil mena-rik becak yang diperoleh Rp 10.000 per hari, bukannya dipakai membeli kebutuhan makan anak istrinya, malah dipakai untuk membeli ballo (tuak). Para tetangga jadi tak simpati pada Basri, namun iba melihat istrinya yang sangat sabar.
“Kalau tetangga mau kasih beras, selalu diberikan kepada Basse secara sembunyi-sembunyi karena khawatir beras itu dijual untuk membeli minuman,” ujar tetangga korban.
Wajah Basri tampak diselimuti duka yang mendalam setelah kehilangan istri dan putranya. Ia kelihat- an pasrah ketika melihat anaknya digotong para tetangga menuju RS Haji dan tak bisa mendampingi anak-anaknya karena harus mengurus jenazah istri dan putranya.
Korban dimakamkan Minggu (2/2) dan bukan di tempat pemakaman umum, melainkan disebuah tanah garapan, yang menurut Basri, tanah tersebut adalah tanah garapan orang tuanya.
“Saya makamkan istri dan anak saya di lokasi tersebut, karena saya tidak punya biaya untuk administrasi di tempat pemakaman umum,” katanya.
Aco, satu dari dua korban yang selamat keadaannya sangat kritis, sempat mengalami panas tinggi dan muntah-muntah, kelopak matanya makin dalam dan tubuhnya kurus. Kondisi bocah malang itu, Minggu sore berangsur membaik.
Sebelumnya Wali Kota Makassar, Ilham Arief Siradjuddin menjenguk keadaan korban di RS Haji dan memerintahkan Dinas Kesehatan membantu semua kebutuhan biaya perawatan korban dan keluarganya. Menurut Ilham, dari hasil penelitian, korban yang meninggal diakibatkan serangan diare. Sebenarnya hal itu bisa diatasi jika saja korban cepat ke Puskesmas.
“Tidak ada hambatan untuk berobat ke Puskesmas, karena semua Puskesmas sudah siap melayani secara gratis warga miskin, cukup dengan pengantar dari aparat pemerintah setempat,” katanya.
Sementara itu, ahli Gizi Dinas Kesehatan Kota Makassar Kesumawardani mengatakan, faktor gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan menjadi penyebab menurunnya kesehatan sang anak. Terlihat pula dengan kondisi tubuh yang kurus yang dialami Aco.
Aco juga terindikasi mengalami penyakit infeksi selain kekurangan asupan gizi, hal itu terbukti dengan berak-berak yang dialaminya. Penyebab kurangnya asupan gizi itu disebabkan multifaktor.
Selain karena daya beli keluarga yang kurang, faktor lingkungan dan pengetahuan juga menjadi penyebab, apalagi taraf hidupnya tergolong miskin.
“Kemungkinan ibunya dan kakaknya meninggal dunia dikarenakan kurang asupan dan kadar makanan yang dimakannya. Apalagi, sang ibu saat itu sedang mengandung. Untuk ibu yang mengandung dengan usia kandungan tujuh bulan, sangat memerlukan asupan gizi. Baik untuk dirinya, maupun jabang bayi,” tambahnya.
Untuk memulihkan kondisi Aco, perlunya tambahan protein terhadap bocah itu. Saat ini, tim dokter dan perawat masih memberikan tambahan protein dan vitamin kepada anak itu. Salah satunya, dengan bantuan infus yang dipasang.
Minggu sore, kondisi Aco sudah melewati masa kritis, meskipun selang cairan infus masih menempel di lengannya.
Warga yang bersimpati pada nasib bocah itu dan kakaknya, Salma yang mengaku sempat tidak makan tiga hari, terus berdatangan ke rumah sakit memberi bantuan makanan, pakaian dan ada yang memberikan senjata mainan. Benda itulah yang terus mendampingi bocah itu berbaring. [SP/M Kiblat Said]
Sumber: www.suarapembaruan.com, Last modified: 3/3/08