Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?
Oleh: P. Metodius Sarumaha, OFMCap.
Orang banyak itu mulai pelan-pelan menarik diri dan meninggalkan Yesus karena mereka merasa bahwa kata-kata-Nya keras, terutama ketika Yesus mengajarkan tentang „roti hidup“ dan kewajiban seorang pengkut-Nya. Barang siapa ingin mengikuti Dia harus makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Dengan itu,banyak orang mulai tidak mau percaya kepada Yesus sebab kata-kata-Nya keras.
Ketika Yesus melihat sikap orang banyak itu, Ia berpaling kepada kedua belas rasulnya dan berkata :“Apakah kamu tidak mau pergi juga?“. Kedua belas murid adalah orang-orang terdekat pada Yesus. Sejak dipanggil dan dipilih, mereka selalu setia ikut Yesus. Setiap hari mereka turut merasakan apa yang dialami oleh Yesus dalam perjalanan dan pelayanan, misalnya : haus, lapar, kurang istirahat dan lain sebagainya. Yesus kadang mengecam mereka sebagai angkatan yang kurang percaya karena mereka tidak mampu menyembuhkan anak yang kerasukan setan. Yesus pernah mengatakan kepada mereka:â€Hai angkatan yang kurang percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal bersama dengan kamu?â€. Masih banyak tantangan lain yang mereka terima dari Yesus.
Kembali pada pertanyaan Yesus tadi “Apakah kamu tidak mau pergi juga?†Apa jawaban kedua belas rasul itu? Dengan diwakili oleh Petrus, mereka menjawab: “Tuhan kepada siapakah kami akan pergi? Perkataanmu adalah perkataan hidup yang kekal“ (Yoh. 6:68) Dengan jawaban itu nyata bahwa kedua belas murid itu melihat Yesus dan kata-kataNya sudah merupakan jalan dan tujuan hidup mereka. Maka mereka mau tetap tinggal dan setia kepada-Nya. Mengapa mereka mau tetap setia kepada Yesus pada hal mereka pun sering dikecam, dicobai dan ditantang?
Untuk itu kita perlukan sebuah ilustrasi. Ilustrasi yang dimaksud adalah sebagai berikut. Alkisah pernah hidup seorang gadis yang cantik sekali tetapi buta matanya. Ia berjuang untuk melihat. Berbagai obat dan perawatan telah diusahakannya, tetapi sia-sia. Upaya terakhir untuk dapat sembuh adalah operasi. Dalam usaha ini dia selalu dibantu, didorong dan dikuatkan oleh seorang pemuda. Pemuda itu mempunyai tampang yang jelek, tetapi karena usahanya dan korbannya, gadis ini akhirnya jatuh cinta kepadanya. Ketika gadis itu dioperasi, pemuda itu menanti dengan sangat cemas, karena pikirnya, jangan-jangan sesudah gadis itu mulai bisa melihat dan menemukan tampangku yang jelek ini, dia akan segera meninggalkan aku. Operasi berjalan lancar dan ketika gadis itu sembuh dan dapat melihat dengan baik, ia memeluk dan mencium pemuda kekasihnya itu. Dengan terharu pemuda itu berkata, saya kira setelah engkau melihat tampangku yang jelek ini, engkau segera meninggalkan aku. Jawab gadis itu: sebelum saya melihat engkau dengan mata, saya telah melihat engkau dengan hati.
Petrus bersama murid lainnya tidak mau meninggalkan Yesus karena mereka telah percaya dan mencintai Dia. Bagi mereka Yesus lebih dari segalanya. Oleh karena itu, ketika Yesus menantang mereka untuk meninggalkan Dia, Petrus menjawab: kepada siapakah kami akan pergi? Mereka sudah melihat Yesus dengan hati. Karena itu, sekalipun mereka dikecam mereka tidak mau meninggalkan Dia, walau dicobai mereka akan tetap setia pada-Nya. Yesus adalah hidup mereka. Perkataan-Nya adalah perkataan hidup kekal.
Sekarang, Yesus bertanya kepada kita : “Apakah kamu tidak mau pergi juga?†Pertanyaan itu dialamatkan kepada kita karena Yesus sendiri melihat bahwa dalam masa kini ada pengikut-Nya yang semula setia sekarang sudah tidak setia lagi. Tadinya sangat menghormati kebenaran, sekarang mudah saja merelatifkan kebenaran. Sebelumnya, mau hidup mempertahankan iman, sekarang lebih baik meninggalkan iman daripada tidak punya pangkat dan jabatan atau tidak punya banyak uang.Selama ini aktif dalam kegiatan menolong sesama, terutama orang-orang miskin, sekarang ternyata lebih mudah menindas daripada menolong sesama.Dengan sikap itu ada orang pelan-pelan mulai menjauh dari Yesus, tidak mau lagi mendekatkan diri di mana Sabda Tuhan diwartakan. Orang-orang itu hanya melihat Yesus dalam takaran apa yang bisa dilihat mata bukan dengan hati lagi.Kalaupun kadang-kadang masih di dengar kata-kata-Nya tetapi hanya di dengar dengan telinga, tidak meresap sampai di hati.
Santa Teresa dari kanak-kanak Yesus dalam sepucuk surat tertanggal 9 Mei 1897 menulis: „Kadang-kadang, bila saya membaca buku-buku rohani, jiwaku yang kecil ini cepat lesu, maka saya menutup buku karya orang bijak itu, yang memusingkan kepalaku dan mengeringkan hatiku, dan saya mengambil Kitab Suci. Maka semuanya menjadi terang; hanya dengan satu kata saja mampu membuka jiwaku kepada cakrawala yang tak kunjung putus, dan kesempurnaan menjadi mudah bagiku“
Ternyata, kata-kata Sang Ilahi dapat memuaskan hati yang telah tercipta untuk keabadian; kata-kata itu bukan saja menerangi pikiran tetapi juga menerangi seluruh hidup, sebab kata-kata itu adalah terang, kasih dan hidup. Kata-kata itu memberikan kebahagiaan penuh walau penderitaan kadang datang mengganggu, dan memberikan kekuatan dikala gelombang keputusasaan datang, memberikan keberanian saat sedang dilanda rasa takut. Kata-kata itu membuka jalan kepada kebenaran dan hidup.
„Apakah kamu tidak mau pergi juga?“. Bagaimana orang bereaksi terhadap pertanyaan Yesus ini, sangat tergantung pada kualitas relasi masing-masing dengan Yesus. Berbeda reaksi orang yang melihat Yesus dengan mata daripada orang yang melihat-Nya dengan hati. Orang yang melihat-Nya dengan mata saja, mereka akan mudah menjauh bila ada suatu godaan, cobaan atau pun tantangan. Sedangkan, orang yang melihat-Nya dengan hati, akan berkata seperti Petrus : “Kepada siapakah kami akan pergi? Yesus sudah menjadi jalan hidup dan kekayaan hidup kami.
Percaya dan mencintai Yesus berarti dalam segala situasi dan kondisi melihat Dia dengan hati. Hanya orang yang percaya dan mencintai Yesus mampu membuat refleksi dan menjawab Dia seperti Petrus: “Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal, dan Engkau adalah yang kudus dari Allahâ€
Bagi orang beragama, kalimat: ” Mencintai Yesus”, seperti juga Petrus mencintai guru-Nya memang suatu keharusan atau kewajiban. Karena itu adalah ajaran agama.
Tapi bagi para saintisme hal itu tidak lebih dari Sekedar Ilusi atau Proyeksi manusia semata.