LEAD Center Gembleng 100 Calon Pemimpin Harapan Nias
Kegiatan yang secara khusus menyasar para mahasiswa dan mahasiswi asal Pulau Nias itu, diprogramkan untuk menyiapkan para calon pemimpin Nias pada 2025. Seminar tersebut mengusung tema ‘Becoming Servant Leaders wih Entrpreneurship Spirit and Mature Spirituality.’
Dalam pembukaan acara, pendiri dan penggagas LEAD Center Chapter Nias, Eloy Zalukhu mengatakan, LEAD Center memiliki visi ‘Pada tahun 2025 telah melahirkan 100 pemimpin pelaan (servant leaders) yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurial spirit) dan kedewasaan rohani (spiritual maturity) untuk Nias bersih dan mandiri.’
“Bayangkan, pada 2025 nanti, Nias memiliki 1.000 pemimpin dengan ilmu tinggi dan karakter teruji. Bayangkan, pada 2025 nanti, Nias memiliki 1.000 wirausaha mandiri dengan inovasi dan kreativitas terbaik. Bayangkan, tahun 2025, Nias memiliki rohaniawan-rohaniawati dengan keteladan terpuji. Totalnya 3.000 orang. Betapa hebatnya Nias pada waktu itu nanti. Namun, Nias tidak membutuhkan 3.000 orang. Cukup 100 orang saja,†ujar Eloy.
Acara tersebut dihadiri sekitar 75 orang, didominasi mahasiswa. Di antaranya, dari Universitas Tarumangera dan Akper Cikini. Mereka sangat antusias mengikut seminar tersebut hingga acara selesai.Dalam seminar itu, menghadirkan empat pembicara dengan topik berbeda. Yakni, Etis Nehe dari Dewan Redaksi www.niasonline.net dengan topik ‘Potret Kepemimpinan Nias saat ini dan harapan ke depan; Apolonius Lase (redaksi www.nias-bangkit.com) dengan topik ‘Peran media dalam mengawal dan mewujudkan Nias bersih dan mandiri’; Fotuho Larosa (CEO PT. Global Dispomedika) dengan topic ‘Leadership in the marketplace’ dan Pdt. Eliyunus Gulö, Staf Senior Perkantas dan BPMS GKSI dengan topik ‘Spiritual maturity.’ Acara itu dimoderatori oleh Eloy Zalukhu yang juga dikenal sebagai Theocentric Motivator.
Dalam paparannya, Etis menjelaskan, tanpa mengabaikan sisi positif dari pemekaran Pulau Nias yang kini menjadi lima daerah otonomi, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa janji dan mimpi itu tidak sesuai kenyataan.
“Mimpi yang ditebar bahwa masyarakat akan lebih maju dan sejahtera ternyata bak jauh panggang dari api. Tidak sesuai kenyataan. Data 10 tahun terakhir sejak Pulau Nias pertama kalinya dimekarkan (dengan terbentuknya Kabupaten Nias Selatan) menunjukkan tidak ada perubahan signifikan,†ujar Etis yang tampil sebagai pembicara pertama.Etis merujuk pada data perkembangan APBD setiap kabupaten/kota di Pulau Nias, terutama selama lima tahun terakhir. Ternyata, 95-75% APBD setiap daerah merupakan limpahan dana dari pusat dalam berbagai bentuknya. Dimana-mana infrastruktur, terutama jalan, juga mengalami kerusakan parah.
Data Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga menunjukkan hal itu. Selama bertahun-tahun, rata-rata PAD setiap daerah di Pulau Nias hanya berkisar Rp 3-5 miliar per tahun. PAD pada prinsipnya menjadi indikator masyarakat sebuah daerah makin sejahtera dan maju atau sebaliknya. Makin maju dan sejahtera, makin besar PADnya. Selanjutnya, makin besar PAD akan berkontribusi untuk membuat daerah lebih maju dan sejahtera lagi.
“Yang lebih buruk lagi, data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) lima daerah di Pulau Nias menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, kecuali Gunungsitoli, empat daerah lainnya berada di urutan terbawah dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara,†jelas dia.Persoalan lain, di antaranya, soal kapabilitas Pemda dalam merancang program pembangunan dan penggunaan anggaran yang tidak maksimal. Kenyataannya, rata-rata separuh anggaran daerah habis untuk belanja pegawai dan bukan belanja modal. Dan sisanya, untuk dana pembangunan, tidak sedikit yang harus dikembalikan ke Pusat karena tidak terealisasi dalam bentuk pembangunan.
Kisruh yang terjadi di internal Pemda, misalnya, antara Bupati vs Wakil Bupati, Bupati vs DPRD, ketua DPRD vs anggota DPRD juga jadi fenomena. Juga tidak ada kontrol sosial yang kuat dan sehat dari publik juga menyebabkan tidak adanya pengawas yang kredibel bagi kinerja Pemda. Selanjutnya, juga terjadi krisis figur teladan dan maraknya kasus korupsi yang terungkap yang melibatkan para pejabat pemerintah atau lingkar dalam Pemda.
“Ini keadaan kita saat ini supaya kita tahu apa yang harus dilakukan setelah ini. Kalau Pulau Nias masih dipimpin dalam cara seperti ini terus, saya yakin 10-15 tahun ke depan tidak akan ada perubahan berarti. Lingkaran setan ini harus diputus. Salah satunya dengan memersiapkan generasi harapan untuk memperbaiki keadaan ini. Acara LEAD Center ini sangat relevan,†tegas dia.Sementara itu, dalam paparannya Apoloius menekankan peran media massa (pers) dalam mengawasi roda pemerintahan. Apolo juga menyoroti masih minimnya jumlah media dan juga wartawan yang berkualitas di Pulau Nias.
Dia mengatakan, kenyataan di lapangan peran pers dan wartawan belum sesuai harapan. Menurut dia, banyak media dan wartawan yang gampang dibungkam, baik dengan ancaman maupun dengan iming-iming. Dia juga mengungkapkan adanya media dan jurnalis menyalahgunakan peran dan profesinya untuk menekan atau mengancam dan memeras pejabat.
“Padahal peran media dan wartawan itu sangat vital untuk mengawasi pemerintah, mengawal anggaran agar benar-benar dinikmati rakyat,†kata dia.Di sisi lain, minat warga Nias untuk menjadi wartawan juga sangat rendah. Menurut dia, profesi wartawan sama sekali tidak menarik minat mereka. Terbukti dengan sedikitnya jumlah wartawan asal Nias di berbagai media, terutama di media nasional.
Dalam paparannya, Fotuho Larosa membagikan beberapa hal penting tentang prinsip kepemimpinan yang bisa diterapkan oleh anak-anak Nias. Menurut dia, perubahan sikap mental menjadi hal yang sangat mendasar untuk memperbaiki keadaan.
“Menjadi pemimpin itu, dimulai dari menjadi pemimpin untuk diri sendiri. Itu kunci suksesnya. Untuk mencapai hal itu, ada banyak hal yang harus dipahami dan dilakukan. Mulai dari fisik, intelektual, emosional, sosial, moralitas hingga kepribadian,†ujar dia.
Sementara itu, Pdt Eliyunus, dalam renungan yang disampaikannya, menekankan perubahan paradigma dengan adanya kedewasaan rohani. Menurut dia, tidak mungkin mengharapkan perubahan tanpa dimulai dari perubahan secara spiritual.
Dia menegaskan, modal religiusitas Ono Niha selama ini tidak berarti apa-apa, bila tanpa isinya, yakni spiritualitas. Yakni, pemahaman dan relasi yang kuat dengan Tuhan.“Prinsip kepemimpinan itu, Yesus telah memberikan teladan. Dia turun ke bawah, ke masyarakat. Yang dilakukan Jokowi itu sebenarnya bukan hal baru. Tapi dia melakukannya. Harusnya, para pemimpin Nias juga meneladani hal itu,†kata dia.
Acara tersebut juga diselingi dengan tanya jawab. Pada bagian akhir, ditutup dengan tantangan untuk bergabung dalam gerakan tersebut, dengan menjadi bagian dalam rangkaian kegiatan berkelanjutan tersebut. Secara spontan, sebagian peserta menawarkan diri menjadi bagian dari pelaksana (panitia) sekaligus peserta kegiatan serupa yang direncanakan digelar sekali sebulan.
Nah, bagi Anda para pemuda Nias lainnya, yang mungkin belum sempat hadir dalam acara tersebut, dan ingin bergabung, silakan mengikuti pertemuan berikutnya yang pelaksanaanya akan diinformasikan kemudian. (en)
Terima kasih Bang Etis atas liputannya…
wow…Puji Tuhan acara bisa berjalan dengan Baik.