Informasi Keliru di Situs Disbudpar Nias Selatan Diperbaiki Setengah Hati

NIASONLINE, Jakarta – Usai situs ini memberitakan kesalahan pada situs resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nias Selatan (Nisel) beberapa waktu lalu, Bupati Nisel Idealisman Dachi langsung berespons. Dia berjanji akan menelusurinya, dan tentu saja memperbaikinya.

Dari pantauan Nias Online pada hari ini, sudah ada ‘perbaikan’ pada tampilan situs yang memuat informasi yang salah sebelumnya. Tapi, tampaknya, kalaupun bisa dikatakan perbaikan, itu dilakukan setengah hati.

Pasalnya, pengelola situs hanya menghapus foto rumah tradisional yang diperkirakan milik salah satu suku Batak yang sebelumnya nampang pada laman penjelasan tujuan wisata Desa Bawömataluo. Tapi, pengelola tidak menggantinya dengan foto yang seharusnya.

Seharusnya, kalau benar situs itu situs resmi untuk kepariwisataan daerah Nisel, maka harusnya memberikan informasi yang benar dan lengkap, termasuk fotonya. Sangat ironis karena foto rumah tradisional yang menjadi ikon desa itu tidaklah sulit mendapatkannya.

Sebab, Desa Bawömataluo hanya berjarak sekitar enam kilometer dari kantor Disbudpar Nias Selatan. Kalau pun tidak mau capek-capek, sudah banyak yang memiliki foto itu, atau meng-copynya dari internet. Dan seharusnya, sebagai sebuah kantor dinas, sudah memiliki foto-foto itu untuk dokumentasi.

Kekeliruan lainnya yang sangat fatal dan justru tidak disentuh adalah pada penjelasan mengenai desa Bawömataluo itu. Pengelola situs hanya mengganti keterangan jarak dari Bandara Binaka ke Desa Bawömataluo yagn semula tertulis 15 kilometer menjadi 100 kilometer.

Sedangkan keterangan lainnya pada deskripsi itu tidak diperbaiki sama sekali dengan menggunakan data yang akurat. Di antaranya, mengenai usia rumah yang ditulis sekitar 300 tahun. Beberapa data menunjukkan, belum mencapai usia sebesar itu.

Kemudian, penjelasan mengenai batu besar memanjang di depan Balai Desa, sebelah meriam Belanda, dengan panjang 10 meter. Faktanya, batu itu tidak sampai 10 meter, hanya sekitar 4-5 meter.

Di sana juga tertulis mengenai fungsi batu itu sebagai tempat dimana para pemimpin menyampaikan sesuatu kepada rakyatnya. Padahal, batu itu sekedar tempat duduk biasa. Sedangkan para tetua kampung biasanya berbicara dan memberikan perintah atau arahan dari batu-batu besar yang diatur secara khusus untuk itu di depan Omo Sebua.

Tampaknya, pengelola situs itu hanya sekedar comot artikel yang tidak bisa dipertanggungjawabkan akurasinya kemudian memasukkannya pada situs yang sangat penting itu. Itu sangat tidak baik bagi kepentingan promosi kepariwisataan. (EN)

This entry was posted on Thursday, June 14th, 2012 at 3:34 PM and is filed under Berita Lain Lain. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed.