Tolong Beritahu Kesalahan Kami…

Monday, July 18, 2011
By nias

KOMPAS.com – Sudah lebih sebulan sejak Kapal Motor Ranjungan disita oleh Ditpolair Polda Sumbar di dermaga satuan penegak hukum yang ada di wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang itu. Penyitaan dilakukan karena Surat Persetujuan Berlayar (SPB) tidak dikeluarkan syahbandar melainkan hanya dikeluarkan kepala desa dan melanggar kelaikan laut karena ketiadaan kepala kamar mesin (KKM).

Kapal dengan kapasitas 31 gross ton itu membawa kopra, pinang, dan cengkeh dari Pulau Sigolong-Golong, Kecamatan Hibala, Kabupaten Nias Selatan, Suma tera Utara. Tujuannya ke Pelabuhan Muara, Kota Padang, Sumatera Barat karena jarak tempuh yang lebih dekat dibandingkan harus ke Medan.

“Jarak ke Padang sekitar 105 mil laut, sedangkan ke Medan 200 mil laut,” kata Antonius Mendröfa (29), nakhoda kapal tersebut, Rabu (22/6/2011).

Sudah lima tahun kapal itu melayani rute dari Pulau Sigolong-Golong ke Padang. Setelah menjual hasil bumi, kapal itu membawa pulang sejumlah bahan pokok kebutuhan warga di pulau tersebut.

Kapal itu juga dipergunakan mengangkut beras raskin jatah Bulog dari Gunung Sitoli, Nias. Kata Antonius, sebelum ada kapal itu jalur transportasi hanya dilayari kapal perintis yang tidak bisa ditentukan sekalipun jadwalnya datang sekali sebulan.

“Ini kapal satu-satunya, selain kapal perintis ke Pulau Sigolong-Golong,” kata Antonius.

Ada 15 desa dengan ribuan penduduk di pulau tersebut. Tapi sejak disita, praktis kapal itu tidak bisa difungsikan.

Demikian pula dengan Antonius dan lima anak buah kapal serta seorang pemilik kapal yang ikut dalam pelayaran itu. Mereka memang tidak ditahan, namun tanggung jawab pada kapal membuat mereka harus menungguinya.

Tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan selama menunggui kapal yang disita. Sejumlah anak buah kapal pun terpaksa tinggal siang malam dalam kapal ukuran sekitar 10 meter x 4 meter itu.

Ya, tidur di dalam kapal, kata Joni Wau (27), salah seorang anak buah kapal. Selain Joni ada pula Matius Daci (25), Weni Doho (23), Waigi Sarumaha (26), Edini Duha (30), Tao Bago (20), dan pemilik kapal Solakhami Duha (40).

Namun Matius sudah pulang karena ada urusan keluarga. Sementara Weni, Antonius, dan Solakhami kerap bermalam di sejumlah rumah kenalan mereka di Kota Padang. Antonius mengatakan, pemilik kapal memang menanggung biaya hidup selama di Padang.

“Tetapi kami tidak mengerjakan apa-apa disini. Kami juga tidak pernah tahu apa kesalahan kami, dan polisi tidak pernah memberitahu apa salah kami,” kata Antonius.

Ia lalu menerawang mengingat kejadian penyitaan pada kapalnya. “Saat itu kapal sudah berada di pintu Pelabuhan Muara, saya disuruh balik arah ke Pelabuhan Bungus. Saya tidak mau karena memang tidak ada tujuan kesana,” kata Antonius.

Kapal itu lalu dibawa anggota Ditpolair Polda Sumbar dengan Antonius di dalamnya. Sejumlah anak buah kapal ditanyai dan dibuatkan berita acara pemeriksaan sebagai saksi.

Komnas HAM perwakilan Sumbar yang sudah menangani kasus itu memang menemukan sejumlah kejanggalan. Menurut Kasubag Pengaduan Komnas HAM Sumbar Firdaus, SPB untuk daerah seperti Pulau Sigolong-Golong yang tidak memiliki syahbandar bisa dikeluarkan oleh kepala desa.

Itu sesuai dengan Peraturan Bandar 1925 (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 500). “Apalagi kapal ini untuk mengangkut sembako, kebutuhan warga di pulau terpencil itu,” kata Firdaus.

Soal tidak adanya KKM, Antonius menyebutkan saat itu Hotman Bawaulu (34) yang adalah KKM tengah berhalangan sementara hasil bumi harus dikirimkan dan sembako harus didapatkan. Karena itulah dibawa Solakhami sebagai pemilik kapal.

Lagipula tidak mungkin jika mereka sebagai awak dan pemilik kapal mengabaikan keselamatan pelayaran mereka, kata Firdaus. Padahal juga tidak terdapat aturan soal KKM itu dalam Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang pelayaran.

Firdaus menambahkan, itu masih ditambah dengan kewenangan sesungguhnya untuk memeriksa SPB dan kelaikan pelayaran yang berada pada syahbandar. “Jadi ini kewenangan syahbandar, bukan polisi,” katanya.

Permohonan pinjam pakai kapal itu pun belum bisa dilakukan, karena membutuhkan sejumlah syarat. Di antaranya seperti orang atau jaminan uang.

Dirpolair Polda Sumbar AKBP Lukas Gunawan mengatakan penyitaan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17/2008 tentang pelayaran. Demi alasan keselamatan pelayaran, Lukas mengatakan tindakan penyitaan sudah jadi kewajiban.

Soal permohonan pinjam pakai, Lukas punya alasan. “Pengalaman saya, jika barang bukti dipinjam pakai akan sulit kembali pada saat dibutuhkan. Tapi silahkan ajukan saja, pertimbangan ada pada saya,” kata Lukas.

Ia juga menyatakan penyitaan kapal sesungguhnya sudah dilakukan sejak di tengah samudera. Lukas juga mengatakan KM Ranjungan bukanlah kapal satu-satunya yang menyalurkan bahan-bahan pokok komersial untuk warga di Pulau Sigolong-Golong.

“Kapal itu awalnya kita deteksi membawa burung langka, namun setelah diperiksa ternyata bukan burung yang termasuk dilindungi,” ujar Lukas.

Menurut Lukas, saat ini proses hukum terhadap kapal itu terus berlanjut. Sekarang ini berkas pemeriksaan tahap pertama sudah selesai, dan tergantung pada jaksa. Sejumlah anak buah kapal sebagai saksi dan saksi ahli dari Ditjen Perhubungan Laut telah kita mintai keterangan, soal apakah ada pelanggaran hukum kita buktikan di pengadilan, katanya. (INGKI RINALDI)

Sumber: KOMPAS.com 17 Juli 2011

One Response to “Tolong Beritahu Kesalahan Kami…”

  1. Yofin Tel

    Pak Lukas Yth,klw menjalankan tugas itu jangan hanya karna jabatan,tapi dgn hati nurani. Pikirkan mereka mereka yg terlantar penduduk yg sekian ribu orang termasuk ABK yg ksalahnnya tak jelas gitu.

    #39447

Leave a Reply

Kalender Berita

July 2011
M T W T F S S
 123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031