Pertemuan pertama
Oleh: Tety Telaumbanua
Pertemuan pertama biasanya sangat berkesan. Terutama kalau hal itu berhubungan dengan kehidupan di masa depan, seperti studi, pekerjaan atau pernikahan.
Pertama kali saya tiba di Jerman sangat terkesan dengan penerimaan dari teman-teman di Wohnheim yang nyaris semua Deutsche (red. orang Jerman). Ini membuat saya takjub dan sedikit bingung dengan pemikiran / pengetahuan saya tentang mereka selama ini. Dan saya harus mengubah beberapa hal dalam pemikiran saya tentang mereka.
Mengingat pertemuan pertama dengan seseorang atau sesuatu dapat menimbulkan kesan yang sangat mendalam, bahkan mungkin membangkitkan semangat yang sudah lemah. Ya…tetapi juga bisa sedikit terharu kalau pertemuan itu tidak berakhir baik.
***
Bagaimana dengan pertemuan kita dengan Kristus? Saya tahu bahwa sebagian besar orang Nias adalah ’Kristen’. Mengingat pertemuan pertama dengan Kristus dapat membawa makna yang lebih baik, khususnya menghargai diri kita dan oranglain.
Dalam bagian ini saya mengajak kita mengingat, bagaimana saya bertemu (mengenal secara pribadi) Kristus? (Catatan: Ini bukan tentang pengajaran salah satu aliran teologi atau gereja.)
Saya hanya merindukan setiap orang yang ’Kristen’ akhirnya sungguh-sungguh di dalam Tuhan; terlepas dari segala hal yang pernah kita alami.
Memahami hal ini juga menolong kita untuk tidak menghakimi dan dapat menerima saudara kita seperti Kristus menerimanya.
Untuk itu saya mengajak kita memperhatikan kisah pertemuan Petrus dan Paulus dengan Yesus.
a. Lukas 5:1-11
Bagaimana kisah pertemuan Petrus dengan Yesus dalam bagian ini?
Luk 5:1 Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah.
Luk 5:2 Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya.
Luk 5:3 Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu.
Luk 5:4 Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.”
Luk 5:5 Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”
Luk 5:6 Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak.
Luk 5:7 Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.
Luk 5:8 Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.”
Luk 5:9 Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap;
Luk 5:10 demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.”
Luk 5:11 Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.
Di mana Petrus bertemu dengan Yesus dalam bagian ini? Di danau, artinya di tempat kerja Petrus, di tempat/lokasi Petrus biasa ada. Keadaan yang ada saat itu tidak asing bagi Petrus. Di danau, di sekitarnya ada perahu dan perlengkapannya, teman-temannya penjala sesama nelayan….kondisi yang biasa. Ingat, Petrus adalah seorang nelayan yang “profesional”, keluarganya juga nelayan.
Perhatikan waktu pertemuan. Saya ingat gambarkan peristiwa ini dalam bahasa sehari-hari. Waktu itu seperti biasa Petrus dan teman-temannya pergi menjala ikan. Biasanya, di negara manapun; orang-orang yang menjala ikan (sebagai profesi, bukan hobi) berangkat sore hari dan akan tiba di tengah laut atau danau pada malam hari untuk menjala ikan. Lalu semalaman mereka di sana dan pulang pada pagi hari. Petrus dan teman-temannya juga berbuat demikian. Bayangkan saudara ada dalam kondisi ini. Melakukan satu pekerjaan biasa/profesi saudara seperti biasa, dalam hal ini tentu sangat melelahkan. Mereka semalaman di danau. Mereka profesional. Tetapi tidak ada hasil !!! Mereka sangat kenal danau Galilea. Mereka sudah biasa menjala ikan disana, tapi mereka gagal !!! Seberapa penting ’ikan’ bagi nelayan seperti mereka? Sangat penting. Itu mata pencaharian. Tidak mendapat ikan artinya tidak mendapat kebutuhan hidup. Lalu dengan lesu mereka pulang ke darat. Saya ingat di Nias, keluarga para nelayan sudah menunggu di tepi Pantai; tapi tidak ada hasil yang mereka peroleh. Bagaimana perasaan para nelayan dan keluarganya? Kecewa. Lelah.
Pernahkah saudara mengalami hal ini? Di tempat kerja atau studi; sesuatu hal yang sudah biasa saudara lakukan; hal yang saudara sangat paham, dan untuk itu saudara sudah berjerih lelah, tapi tidak ada hasilnya. Anda gagal!!!
Lalu apa yang terjadi? Seorang yang bernama ’Yesus’ datang dan memberi saran untuk kembali ke ’tempat yang tadi mereka sudah lalui’. Siapakah Yesus? Guru, tepat! Tetapi apa profesinya, profesi Yesus yang diturunkan dari ’ayahnya’? Tukang kayu. Mungkin saja Yesus sebagai seorang guru tahu tentang danau. Tetapi itu kan teori. Dia bukan nelayan. Bagaimana seorang tukang kayu mengajar nelayan menjala ikan, apalagi ini nelayan profesional? Klo Anda menjadi Petrus, maukan mendengar dan mengikuti Yesus???
Di mana-mana menjala ikan waktunya selalu malam. Tapi sekarang sudah terang. Artinya, sudah terlambat!!! Tetapi Tuhan Yesus tidak suruh mereka tunggu lagi sampai malam tiba untuk coba lagi. Hari itu juga ketika mereka sudah tidak punya semangat, merasa hari itu sudah gagal, tidak ada kesempatan.
Saya bayangkan, klo malam sebelumnya mereka semangat mendayung perahunya, mungkin juga bercanda di tengah perjalanan dan sambil memandangi langit dan sebentar-bentar memperhatikan jalanya; sekarang mereka sudah lelah, mengantuk dan kehilangan semangat. Tetapi kemudian mereka melakukannya. Apakah menurut saudara Petrus dan teman-temannya dengan senang hati melakukan perintah/anjuran Yesus?
Perhatikan ayat 5. Menurut saya, bagian ini menunjukkan sebenarnya Petrus tidak ingin melakukannya. Kalau dalam bahasa sehari-hari mungkin dapat digambarkan kekesalan Petrus tentang usahanya sepanjang malam yang tidak mendapat apa-apa. Tetapi Yesus adalah seorang guru. Pada masa itu guru adalah seorang yang disegani / dihormati / ditaati; meskipun murid tidak selalu dapat memahami. Saya pikir kalau pun guru menganjurkan hal yang ’aneh’, mungkin, murid-murid pada masa itu akan menduga mereka sedang diajarkan sesuatu konsep penting dari hal itu. Akhirnya Petrus taat, tetapi jujur; saya rasa dia tidak memiliki harapan apapun dari perjalanan hari itu. Dia hanya ’merasa sungkan’ untuk menolak perintah Yesus. Saya bayangkan, Petrus dan rekan-rekannya mendayung perahu sampai di tempat yang Yesus katakan dengan lemas, mungkin sambil tidur-tiduran. Lalu ketika mereka tidak mengharapkan sesuatu; tiba-tiba jalanya bergerak-gerak sangat kencang; dan tiba-tiba dipenuhi ikan-ikan.
Apa yang terjadi kemudian? Petrus mungkin menggosok-gosok matanya, rasa tidak percaya/takjub; tapi kemudian dalam ayat 8 dikatakan Petrus ’tersungkur’. Saudara, kapan seseorang tersungkur? Atau kondisi ’tersungkur’ sebenarnya menggambarkan apa? Malu, perasaan bersalah yang sangat mendalam. Hal ini menyadarkan Petrus akan hatinya yang merasa lebih tau dari Yesus, yang tidak sungguh-sungguh percaya pada Yesus. Petrus hanya lihat Yesus sebagai tukang kayu; padahal Dia yang membuat danau itu, Dia yang atur ikan-ikan itu!!!
Betapa seringnya kita memperlakukan Tuhan seperti Petrus. Kita membatasi kekuasaanNya. Kita merasa lebih tau, lebih pengalaman dari Tuhan. Tetapi kemudian kita gagal. Syukur bahwa pertolongan Tuhan datang tepat pada waktunya. Tidak ada istilah ’terlambat’ pada Tuhan; karena Dia yang menciptakan dan mengatur waktu!!!
Peristiwa ini membawa Petrus pada pertobatan total dan memulai satu tugas yang mulia, memberitakan Injil. Kita mengenal dalam Alkitab 2 tokoh Perjanjian Baru yang dipakai sebagai rasul-rasul ’terbesar’. Petrus dipakai sebagai rasul dalam kalangan Yahudi, dan Paulus dalam kalangan non-Yahudi.
Pengalaman pertemuan mereka dengan Yesus tidak sama. Tetapi ada hasil yang sama: bertemu dengan Yesus dan kemudian melayani Dia.
Bagaimana kisah Paulus?
b. Kisah para rasul 26:1-23
Perhatikan ay.12-18; bandingkan Kis.9
Kis. 26:12 “Dan dalam keadaan demikian, ketika aku dengan kuasa penuh dan tugas dari imam-imam kepala sedang dalam perjalanan ke Damsyik,
Kis. 26:13 tiba-tiba, ya raja Agripa, pada tengah hari bolong aku melihat di tengah jalan itu cahaya yang lebih terang dari pada cahaya matahari, turun dari langit meliputi aku dan teman-teman seperjalananku.
Kis. 26:14 Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang.
Kis. 26:15 Tetapi aku menjawab: Siapa Engkau, Tuhan? Kata Tuhan: Akulah Yesus, yang kauaniaya itu.
Kis. 26:16 Tetapi sekarang, bangunlah dan berdirilah. Aku menampakkan diri kepadamu untuk menetapkan engkau menjadi pelayan dan saksi tentang segala sesuatu yang telah kaulihat dari pada-Ku dan tentang apa yang akan Kuperlihatkan kepadamu nanti.
Kis. 26:17 Aku akan mengasingkan engkau dari bangsa ini dan dari bangsa-bangsa lain. Dan Aku akan mengutus engkau kepada mereka,
Kis. 26:18 untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka oleh iman mereka kepada-Ku memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan.
Saya memikirkan satu pasukan lengkap, dengan kuda dan perlengkapan senjata memasuki kota Damsyik. Tentu sangat gagah dan ditakuti. Mereka pasukan resmi, membawa mandat resmi untuk membinasakan orang-orang percaya. Rumah-rumah orang percaya segera ditutup, mendengar derap kuda mereka, orang-orang bersembunyi ketakutan. Tetapi apa yang terjadi? Tiba-tiba cahaya dari langit menerangi, dan mereka rebah ke tanah. Bayangkan, seseorang yang sangat gagah/ percaya diri, tiba-tiba terjatuh….rebah ke tanah. Bagaimana kuda dan pasukannya? Mungkin ada yang melarikan diri. Tidak hanya sampai disitu, dalam Kis.9 dikatakan bahwa Saulus buta/tidak dapat melihat selama 3 hari, ditampung di rumah Yudas, tidak bisa makan dan minum; lalu ditolong seorang yang bernama Ananias. Hi, bukankah itu para musuhnya? Orang-orang yang tadinya ingin dia binasakan? Tetapi sekarang dia dalam kelemahan/kondisi tidak berdaya; ada di tengah-tengah mereka, dan mereka membantunya. Saya bersyukur bahwa mereka tidak bertindak membalas kejahatannya.
Siapa Saulus? Perhatikan Fil.3: 4b-6. Saulus adalah seorang keturunan Israel asli. Artinya secara lahiriah / keturunan sangat dihargai, bangsa pilihan Allah. Dia seorang yang terdidik, murid guru besar saat itu: Gamaliel. Kalau saja waktu itu sudah ada lembaga pendidikan resmi seperti saat ini, mungkin Paulus adalah seorang Ph.D., dengan berbagai gelar Doktor. Dia seorang yang taat dalam agama Yahudi, dan secara politik anggota Farisi. Dia faham dan mengajar Taurat. Bahkan dia sendiri menyatakan kehidupannya ‘tanpa cacat cela’. Sempurna!!! Kis.8:1a menyatakan Saulus setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh; sebenarnya menunjukkan Saulus salah seorang pengambil keputusan untuk itu. Artinya dia seorang terhormat dalam kalangan Yahudi saat itu. Selain itu dia berkewarganegaraan Roma. Artinya, dia dihargai dalam pemerintahan. Saat itu bangsa Israel masuk dalam jajahan Roma; orang yang memiliki warga Negara Roma = warga terhormat. Kemungkinan besar Saulus berasal dari keluarga kaya dan berkedudukan tinggi.
Orang seperti Paulus tentu tidak melakukan sesuatu secara sembarangan. Mengapa dia ingin membunuh orang percaya? Justru karena keyakinannya. Dari mana keyakinannya? Dari pengetahuannya. Artinya, dari pemahamannya sendiri. Tetapi suara itu menyatakan bahwa Saulus ‘menendang ke galah ransang’; sesuatu yang tidak dapat ditekan, suatu usaha yang sia-sia; yang justru akan kembali menekan/menyakiti dia. Saulus berusaha untuk menekan bahkan mengakhiri usaha pemberitaan tentang Yesus; justru dia akhirnya menjadi pemberita Injil. Dalam segala pengetahuan dan keberadaannya Paulus merasa memahami segala sesuatu, termasuk tentang imannya. Tetapi oleh cahaya itu ‘matanya dibutakan’. Mengapa harus matanya. Mengapa bukan pangkal pahanya seperti kisah Yakub? Saya memikirkan mata adalah jendela jiwa. Melalui mata fisik atau rohani, seseorang memperoleh pengetahuan. Tetapi pengetahuan Saulus selama ini tentang imannya ternyata ‘buta’/tanpa pemahaman yang benar.
Mengapa untuk Saulus peristiwa pertemuan dengan Yesus ‘dramatis’, mungkin spektakuler? Apakah saudara termasuk atau pernah bertemu seseorang yang sangat cerdas dan percaya diri? Mudahkah untuk meyakinkan orang seperti itu tentang hal baru apalagi yang tidak dapat dipahami logika?
Bagaimana karakter Saulus yang pernah kita baca dalam Alkitab? Kolerik. Keras. Orang seperti ini ‘butuh’ sesuatu yang ‘cukup mengejutkan’ untuk menyadarkannya.
Saya pernah bertemu orang-orang seperti ini, mungkin juga saya termasuk di dalamnya. Keras kepala, sulit tunduk; sampai akhirnya sesuatu yang berat/keras/menekan membuat mereka menyerah.
Apakah Tuhan kejam terhadap Saulus? Tidak, Justru ini cara yang dia butuhkan. Mengapa tidak seperti cara kepada Petrus? Mengapa ada perbedaan? Ini kondisi yang sesuai untuk dia. Hasilnya: Saulus bertobat, dan sungguh-sungguh percaya Yesus. Lalu memulai tugasnya; berbalik total. Tadinya semangat memburu orang percaya; sekarang semangat membawa orang percaya Yesus.
Pengalaman hidup setiap kita berbeda-beda. Mungkin ada yang seperti Petrus atau Paulus. Ada yang hidupnya biasa-biasa saja, ada juga yang harus melalui berbagai pengalaman mungkin berat dan menyakitkan. Yang kita lihat sekali lagi kasih Tuhan yang menerima kita apa adanya; dan membawa kita di dekatNya. Kalau akhirnya Petrus dan Paulus melayani sebagai Rasul Tuhan, bukankah itu hal yang sangat luar biasa?
Siapa Petrus? Nelayan, orang biasa, tidak terpelajar. Kalau di Nias saya ingat kita masih sering menanyakan asal-usul seseorang, haniha, hadia sekola/halöwö nia, ono haniha, ngaötö haniha; dan lain-lain. Petrus sebenarnya tidak layak untuk itu!!!
Siapa Paulus? Memang asal-usulnya, kalau dilihat dari (istilah Jawa) bibit,bebet,bobotnya sangat baik. Tetapi, dalam hal melayani Tuhan? Paulus seorang ’pembunuh’. Paulus terlibat dalam penganiayaan orang-orang percaya. Saudara, hidup kita tidak selalu ’mulus’. Bahkan orang yang selama ini terlihat baik, mungkin ’gagal/jatuh’ dalam satu dua hal. Tetapi Tuhan tidak menolak Saulus. Tuhan pilih, pulihkan dan pakai dia. Kalau Tuhan terima Saulus, bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan saudara kita yang juga pernah ’hancur’? Mungkin Tuhan memang mengijinkan hal yang tidak menyenangkan atau bahkan kesalahan untuk mengubah kita secara total, membuat kita siap untuk dibentuk bagi kemuliaanNya.
Bagaimana kisah pertemuan dan pemanggilan Petrus dan Paulus dibandingkan pengalaman hidup kita?
Bagian ini sebenarnya mengajarkan kita tentang kasih dan kedaulatan Allah yang menjangkau dan menyelamatkan kita dalam kondisi kita yang berbeda-beda. Allah menghargai perbedaan karakter dan latarbelakang serta kondisi kita. Bagaimanapun perbedaan yang ada, Allah sanggup selamatkan kita dengan cara dan waktunya, unik…tapi sesuai untuk kita. Tidak sampai disitu, keselamatan diikuti tugas yang mulia. Kita diselamatkan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan baik yg dipersiapkan Allah sebelumnya (Ef.2:10). Lihatlah betapa Allah mengasihi dan menghargai setiap kita.
Melihat hal ini, saya tidak perlu membanding-bandingkan pengalaman pertobatan saya dengan orang lain. Saya dapat ‘lebih sabar’ dan menerima diri saya; juga tidak menghakimi orang lain. Tuhan yang punya waktu dan cara sendiri untuk saya; juga punya waktu dan cara sendiri untuk orang lain. Amen.
Ya’ahowu.