Pusaka Indonesia Kecam Perkawinan Secara Paksa di Nias
Nias (SIB)
Pusaka Indonesia (PI) bekerjasama dengan ICMC akan mengumpulkan fakta seputarperkawinan ganda yang terjadi pada bulan Maret 2007 lalu dan telah dilaporkan ke Polsek Alasa karena perempuan yang dikawinkan masih di bawah umur.
Menurut Joni, Pimpinan Pusat Pusaka Indonesia, bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (1/1974) tanggal 2 Januari 1974 (Jakarta), Sumber : LN 1974/1; TLN No. 3019 tentang perkawinan, pasal 2 ayat (1) menyebut perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Kemudian ayat (2) : tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 ayat (1) : pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Ayat (2) : pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 4 ayat (1) : dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) undang-undang ini maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya. Ayat (2) : pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila : istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Berdasarkan undang-undang ini, maka kasus perkawinan di desa Bitaya Kecamatan Alasa dan telah dilaporkan ke Polsek Alasa yang kemudian dibatalkan dengan alasan di bawah umur, tetapi wanita itu dikawinkan lagi kepada laki-laki lain, maka Pusaka Indonesia mengecam perbuatan ini dan akan melakukan upaya-upaya agar hak azasi wanita tidak diinjak-injak oleh oknum-oknum yang mencari keuntungan pribadi.
Sementara itu Boru Sianturi yang Pegawai Negeri Sipil di Satpol PP Nias mengharapkan penegak hukum agar kasus ini dituntaskan secara hukum karena dinilai melanggar undang-undang perkawinan, melanggar adat dan budaya serta melanggar hak azasi wanita, serta melakukan penipuan terhadap suami pertama. (T15/l)
Sumber: SIB, 14 Juni 2007