Pariwisata Nias – Sisi Penting Yang Ter(Di)abaikan
Oleh E. Halawa*
Hingar bingar yang menyangkut Pembangunan Pariwisata Nias akhir-akhir ini terkesan makin menghangat kalau tidak bisa dikatakan hampir mencapai titik didih yang – kalau suhunya tidak diturunkan sedikit – akan menguap dan akan tinggal menjadi bagian dari masa lalu, seperti kisah tragis i’ambanua, uro, orö, falagaŵo di Sungai Muzöi – Sungai Yang Hampa dan Merana.
Kita tentu saja patut bergembira karena berbagai pihak menunjukkan kepedulian terhadap Pariwisata Nias, yang – konon – merupakan salah satu pilar utama pembangunan dan kemajuan Nias ke depan.
Akan tetapi makna dari penggalan kalimat terakhir di atas itulah: pariwisata sebagai — pilar pembangunan dan kemajuan Nias — perlu kita fahami secara sungguh-sungguh dan sekali gus membandingkannya dengan berbagai kegiatan yang akhir-akhir ini dilakukan untuk merealisasikannya.
***
Tulisan ini dimaksudkan sebagai semacam sumbangsih dan sekaligus brain storming untuk memancing kontribusi lebih lanjut demi pemahaman yang lebih utuh tentang ‘pariwisata’ dalam kaitannya dengan pembangunan Nias.
***
Sisi Penting yang ter(di)abaikan ?
Mari membayangkan pariwisata Nias akan dikembangkan secara besar-besaran. Dan itu bukan mustahil … kita bahkan sudah sampai pada pemikiran menjadikan Republik Sychelles sebagai ‘templat’ pembangunan pariwisata Nias.
Berbagai seminar tentang pariwisata Nias dan lobi-lobi sana sini telah dilakukan dalam rangka pematangan persiapan pembangunan pariwisata Nias itu.
Maka, tulisan ini mengandaikan berbagai usaha yang telah dan tengah dilakukan selama ini akan membawa kita kepada realisasi rencana pembangunan pariwisata Nias itu.
***
Dari berbagai inisiatif yang kita lihat selama ini, tidak diragukan lagi ke 5 pemda di Nias berpikiran ‘maju’ dan mendukung pengembangan pariwisata Nias. Karena mereka (baca: pemda) tak punya modal dan belum memiliki semacam Badan Usaha Daerah bidang Pariwisata, maka mereka tentu hanya mampu memfasilitasi dalam bentuk memberikan kemudahan-kemudahan …
Maka investor pun masuk …
Dan … bisa jadi, skenario berikut ini yang akan terjadi: pembebasan lahan besar-besaran untuk keperluan pendirian berbagai fasilitas seperti hotel, restoran, jalan-jalan, taman-taman hiburan … dan tentu saja perluasan bandara.
Setelah sekian lama, terealisasilah semua itu …
Kalau akhirnya semua itu terealisasi, siapa yang tak berbangga ? Nias akhirnya menjadi daerah pariwisata tersohor, menjadi perhatian dunia. Membanjirlah wisatawan ke sana … singkat kata: luar biasa.
Beberapa tahun kemudian, seorang putra atau putri Nias yang sudah lama di perantauan rindu dan pulang ke sana, menjadi wisatawan.
Sesampainya di sana, kesannya pertama adalah: serba kekaguman.
Namun, beberapa waktu kemudian dia mulai bertanya-tanya pada diri sendiri:
… di mana orang-orang kampung dan rumah-rumah desa yang dulu ?
… di mana petak-petak sawah atau kebun havea yang dulu?
… di mana para pemuda dan pemudi yang dulu memenuhi bangku-bangku Gereja pada hari Minggu?
… ke mana mereka semua?
Penduduk lokal, bagian dari kulitnya ternyata telah melarikan diri – tak mampu bertahan dengan ‘kemajuan’ yang ada di hadapan mereka.
Yang dia temukan kios-kios milik orang dari daerah lain, restoran-restoran dan hotel-hotel entah milik siapa.
Ada juga sebagian warga desa yang dia kenal yang masih bertahan: menjadi penjaga toko, pelayan restoran, tukang semir sepatu, dan anggota kelompok kesenian desa yang setiap saat siap menghibur tamu-tamu wisata dan para pejabat dengan pertunjukan budaya sambil memakai pakaian tradisonal Nias. Mereka molau maena, fatele, fahombo batu, manari moyo dst. Mereka melakukan semua ini dengan kebanggaan dan dibayar sangat rendah entah dari sisa-sisa dana mana.
Yang tak mampu bertahan dengan dahsyatnya pembangunan pariwisata justru makin menjauh dan terisolasi, atau ikut bergabung dengan saudara-saudaranya di Sumatera, bekerja manga gazi di berbagai pabrik demi mempertahankan hidup.
Kalau seperti ini yang akhirnya terwujud lewat pembangunan pariwisata Nias yang sedang diwacanakan ini … sebaiknya tidak disebut pembangunan pariwisata Nias … sebaiknya dicari nama atau slogan lain yang lebih pas.
Masih banyak waktu untuk berefleksi untuk mendefinisikan pembangunan pariwisata Nias, sebelum mengambil keputusan yang dampaknya akan dirasakan oleh generasi-generasi mendatang.
*Tulisan ini merupakan olahan dari komentar penulis terhadap sebuah tulisan dalam Komunitas Sadar Wisata Nias (KOSWIN), 24 Agustus 2013.
Mimpi boleh saja, tetapi tetap berkenan melihat realitas seperti Jogja, Bali, Lombok, Singapura, Malaysia, dsb. Utk mengingatkan boleh saja, karena itu perlu ada Maket Pariwisata, dan Badan Promosi Pariwisata Nias. Meragukan boleh saja, karena itu kita perlu belajar dari Daerah Lain spy kita punya Diferensiasi. Karena itu mari kita rumuskan Positioning Pariwisata Kep Nias. Yaahowu!