Pengungsi Kecamatan Bawolato Belum Dapatkan Rumah Bantuan

Saturday, January 6, 2007
By nias

Catatan Redaksi: Berikut adalah berita dari harian Waspada Online (Jumat, 5 Januari 2007), ditayangkan bersamaan dengan Laporan Kemajuan RR Nias yang disampaikan oleh Emanuel Migo, Manager Komunikasi dan Informasi Publik BRR Perwakilan Nias. Berita ini dimasukkan dalam kategori “Diskusi Online II”, agar menjadi perhatian dan untuk mendapatkan respons langsung dari BRR Nias.

Gunungsitoli, WASPADA Online
Sedikitnya 40 Kepala Keluarga (KK) pengungsi korban gempa di Kec. Bawolato Kab. Nias, hampir 2 tahun masih tinggal di rumah sementara karena sampai saat ini rumah bantuan BRR untuk mereka belum dimulai pembangunannya.

Para pengungsi korban gempa itu saat ini menempati rumah-rumah sementara di lokasi Lapangan Sepakbola Desa Sisarahili, tepatnya di depan Kantor Camat Bawolato. Mereka berasal dari berbagai desa seperti dari Desa Tagaule, Botohaenga yang mana kedua desa ini saat terjadi gempa sebagian besar wilayahnya terendam air laut.

Di tempat penampungan sementara para pengungsi mengeluhkan tidak tersedianya air bersih, padahal International Federation Red Cross (IFRC) yang menangani pengadaan dan pembangunan sarana air bersih untuk para pengungsi di tempat tersebut, belum berfungsi seperti yang diharapkan.

Relokasi pembangunan rumah pengungsi yang direncanakan di lokasi baru, yakni di wilayah Desa Gazamanu sampai sekarang belum terealisasi, padahal lahan sudah dihibahkan melalui rekanan BRR Perwakilan Nias.

Camat Bawolato, Ogamota Telaumbanua, SH yang ditemui Waspada, Kamis (4/1), di kantornya mengakui sudah hmpir dua tahun pasca bencana masih banyak warganya yang tinggal di rumah-rumah sementara, menunggu selesainya relokasi pembangunan rumah permanen seperti yang dijanjikan BRR Perwakilan Nias.

Dia juga merasa heran mengapa pembangunan rumah bagi para pengungsi di wilayahnya belum dimulai, karena sebagian besar pengungsi yang tinggal di rumah-rumah sementara sangat membutuhkannya. Apalagi tanah untuk membangun kembali rumah mereka di tempat asal sudah tidak memungkinkan karena sudah terendam air laut.

Camat Bawolato yang mencoba mempertanyakan kepada BRR Perwakilan Nias melalui BRR urusan pengungsi tentang keterlambatan penanganan relokasi pengungsi di wilayahnya tersebut, tetapi jawaban yang didapatkan hanya janji dan dalam waktu dekat akan ditinjau langsung ke lapangan.

Pantauan Waspada, penanganan pengungsi korban gempa di beberapa tempat tidak sesuai janji BRR Perwakilan Nias, bahwa paling lambat akhir Desember 2006 seluruh pengungsi sudah dipindahkan ke rumah permanen yang layak huni.

Terlihat para pengungsi masih banyak yang tinggal di tendatenda darurat seperti di sekitar Kota Gunungsitoli Jalan Supomo, Jalan Pancasila dan lokasi lainnya.

Pembangunan rumah untuk relokasi pengungsi di Desa Dahana Kec. Gunungsitoli sebanyak 109 unit juga masih belum rampung dan terlantar, bahkan sebagian mulai ditumbuhi rumput karena kontraktornya menghentikan pekerjaan disebabkan dana proyek dari BRR Perwakilan Nias belum dicairkan.(cbj) (sn)

2 Responses to “Pengungsi Kecamatan Bawolato Belum Dapatkan Rumah Bantuan”

  1. Ada beberapa kelemahan dalam berita ini. Kelemahan paling penting adalah tidak mengcover pendapat dari BRR Nias atau IFRC yang disebutkan dalam berita. Kelemahan berita ini bukan hanya tidak sesuai dengan prinsip ‘cover both side’ dalam etika pemberitaan, tetapi juga dapat menyesatkan.

    Perlu diketahui, kebijakan BRR bagi pengungsi adalah, jika mereka memiliki lahan sendiri, maka dibangunkan rumah permanen. Sedangkan mereka yang tidak memiliki lahan sendiri maka dibangunkan perumahan sementara.

    Sampai saat ini penanganan pengungsi, baik yang memiliki tanah maupun tidak dianggap selesai. Memang ada kurang dari 50 KK yang sampai saat ini masih bertahan di Tenda Darurat, tetapi hal ini lebih disebabkan oleh alasan-alasan spesifik pengungsi sendiri, misalnya tidak mau pindah ke perumahan sementara karena lokasi yang jauh dan lain-lain.

    Beberapa hal yang disampaikan dalam berita ini tidak lengkap, seperti mengenai adanya lahan relokasi yang telah dihibakan melalui rekanan. Rekanan siapa? Mengapa hiba diberikan melalui rekanan yang belum tentu mendapat kepercayaan BRR mengerjakan perumahan di sana?. Dengan kata lain, ia (rekanan)yang tidak disebutkan namanya itu mungkin saja ‘rekanan’ tetapi belum tentu sebagai rekanan BRR.

    Hal yang perlu dipahami, bangunan rumah sementara, meskipun bernama sementara, rumah tersebut layak huni dan dapat bertahan untuk beberapa tahun mendatang.Hal yang perlu dihargai dalam kondisi dimana masih banyak keluarga lainnya yang masih harus sabar menanti giliran rumah mereka dibangun/diperbaiki.

    Banyak keluarga yang perlu dibantu di seluruh pulau Nias yang kini tinggal ‘nebeng’ di rumah-rumah keluarga karena rumah mereka sendiri hancur atau tidak layak huni. Mereka memang tidak menarik untuk ‘eksploitasi berita’ dibanding mereka yang tinggal di tenda-tenda darurat. Namun, demikian mereka juga perlu mendapat prioritas bantuan perumahan, dimana saat ini sedang dikerjakan oleh BRR maupun mitra lainnya.

    BRR belum genap 2 tahun bekerja di lapangan. Adalah tidak mungkin dan mengada-ada mengharapkan semua hal dapat diselesaikan pada 1 tahun pertama, dimana waktu 5 tahun saja tidak cukup untuk membangun kembali ‘Nias Baru’ yang lebih baik.

    #63
  2. Pak Migo,
    Iya benar ada beberapa poin yang menurut saya Pak Migo juga benar. Pertama, tentu kita mulai dari cover both side nya prinsip jurnalistik, iyakan? Setuju soal itu mestinya BRR dan IFRC harus dimintain keterangan jugalah.

    Kedua bahwa benar juga keluarga yang ‘nebeng’ harus diperhatikan juga. Saya tidak tahu persis persentasenya tetapi dari pengamatan saya lumayan juga banyaknya. Pak Migo pasti lebih tahulah soal ini. Ketiga barangkali tentu saja membangun ‘Nias Baru’ dalam 1 tahun juga suatu yang mustajab alias mustahil.

    Barangkali pertanyaan sekarang yang prinsip adalah
    pertama “Berapa KK yang menerima bantuan BRR yang sebenarnya rumahnya tidak rusak?”

    Kedua adalah relokasi dan pembangunan rumah yang tidak memiliki lahan. Pertanyaan adalah “Seberapa intens BRR mempublikasikan kebijakannya soal ini?” Mohon maaflah ya Pak Migo tetapi ada lho masyarakat yang diminta direlokasi tetapi karena tidak mampu membayar Rp 1.620.000,00 kepada rekanan itu akhirnya merekalah yang semestinya mendapatkan bantuan rumah tetapi karena tidak sanggup membayarkan itu akhirnya mereka masih tinggal di tenda sampai hari ini. Kapan-kapan kita bisa jalan-jalan ke sana.

    Ketiga barangkali dan ini yang selalu saya katakan, BRR itu signifikan dalam menentukan Nias ini mau kemana. Dan setahun telah berlalu dan di luar keberhasilannya dalam beberapa hal, pertanyaanya kemudian adalah “Apakah BRR juga pernah mengakui bahwa ada hal-hal yang harus diperbaiki dan meminta stakeholders (multi pihak) terutama rakyat yang menderita hari ini pendapat mereka?” Maksud saya adalah pelibatan masyarakat yang bener. Perubahan kebijakan untuk tahun 2007 ini yang akan melibatkan masyarakat positif lho tetapi kita kan masih wait and see. Persoalan kemudian menjadi rumit ketika, mohon maaf, jawaban-jawaban yang sering diberikan BRR ketika ada banyak kritik sangat defensif. Kalau itu yang terus terjadi, saya tidak begitu yakin perubahan dalam diri BRR itu akan menjadi lebih baik. Setiap orang dan lembaga punya kelemahan toh? Dan saya tidak yakin akan ada perubahan yang lebih baik ketika kelemahan-kelemahan tidak diakui dan kemudian dengan rendah hati meminta solusi dari yang lain. Oh ya, pengalaman kita di lapangan, masyarakat itu cerdas dan kita meyakini adanya ‘local wisdom’itu lho…

    Segitu dulu Pak Migo. (Kita barangkali tidak berdiskusi banyak karena masing-masing sibuk dan kebetulan saya lagi di Medan dan kebetulan saya melihat ini).
    Selamat Bekerja dan walaupun sedikit agak telat Selamat Tahun Baru semoga Pak Migo semakin sehat dan kritis.
    Duman

    #82

Leave a Reply

Kalender Berita