Melacak Asal Usul Lagu Maena “Ma’owai Sa Ami …” (” Da Ma’owai Ami”)
Lagu maena ini sangat populer dalam kalangan masyarakat Nias hingga sekarang, baik dalam pesta perkawinan maupun dalam acara – acara pesta lain.
Judul Ma’owai Sa Ami … hampir pasti merupakan judul pertama yang saya kenal, sementara judul Da Ma,’owai Ami muncul belakangan.
Di Youtube ada sejumlah video dari lagu maena MSA/DMA ini. Salah satunya adalah versi yang bait-baitnya (bagian ‘Fanunö’ – nya) menurut video itu diciptakan oleh Ir. Frans Bate’e pada tahun 1974. Versi lain dapat diakses lewat tautan ini.
Ma’owai Sa Ami (Fanehe)
Kehadiran lagu-lagu maena seperti ini di dunia maya tentu saja membantu melestarikan karya seni budaya kita dan memviralkannya ke dunia luar. Namun harus diakui, kualitas aransemen dari berbagai maena dalam video-video musik online itu belum mencerminkan atau memproyeksikan kualitas aslinya. Sorotan khusus akan hal ini akan diusahakan dibuat pada sebuah tulisan lain.
Kepopuleran MSA/DMA hingga sekarang, menurut saya adalah karena dua alasan berikut. Pertama, lagunya – seperti umumnya lagu maena lain – sederhana tetapi indah, enak didengar, apalagi dengan hadirnya melodi yang menyemangati pada jalur suara bass. Dalam versi MSA/DMA yang ada di Youtube, jalur bass ini hilang, pada hal inilah salah satu daya pukau MSA/DMA. Kedua, lirik Fanehe-nya sangat umum: penyambutan tamu, tak terikat pada tema khusus. Itulah sebabnya misalnya bagian baitnya yang dibuat Frans Bate’e di depan adalah tentang perkawinan.
Khusus buat para pembaca yang bukan orang Nias, lirik di atas adalah bagian Fanehe (kurang lebih refrein / korus) dari MDA/DMA. Bagian Fanehe inilah yang diulang-ulang para penari maena setiap kali sesudah Sanutunö (penutur, pengisah) menyelesaikan bagian Fanunö (bait-bait sebuah lagu maena). Juga, umumnya lirik bagian fanehe ini dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, seperti yang dilakukan Frans Bate’e di depan.
Sebagaimana lagu-lagu maena yang lain, MSA/DMA ini pun menjadi milik publik, tanpa kita pernah mengetahui dengan pasti siapa pengarangnya. Sebagai masyarakat yang lebih mengandalkan komunikasi lisan, masyarakat Nias – terutama di zaman dulu – tidak begitu peduli dengan apa yang kita kenal sekarang sebagai hak cipta / hak kekayaan intelektual.
Yang terakhir ini menjadi penting ketika hasil-hasil karya di berbagai bidang menjadi sumber penghidupan – terutama karena dikelola secara profesional dan memberikan nilai tambah bagi konsumen berupa: kenikmatan tertentu.
Ada 3 alasan mengapa saya memiliki kenangan khusus dengan lagu maena ini.
Pertama, setelah coba mengingat-ingat kembali kisah masa kecil, saya merasa yakin – saya tahu kapan pertama kali mendengar lagu maena ini. Yakni, pada waktu persiapan dan hari peresmian gedung Sekolah Dasar SD Orahua Muzöi, mungkin pada bulan-bulan terakhir tahun 1965 (sesudah peristiwa G30S/PKI) atau awal tahun 1966. Situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mencantumkan nama SD ini sebagai SD Negeri 071011 Orahua Muzoi. Dalam situs ini, tanggal SK pendiriannya ditulis: 1910-01-01 yang barangkali berarti “tidak jelas” (tidak diketahui). Kata Orahua (kesatuan) dalam nama SD itu tiada lain menunjukkan bahwa inisiatif pendirian sekolah itu muncul dari kesepakatan para tokoh masyarakat dari sejumlah desa sekitar. Sebelum pesta peresmian gedung sekolah itu, beberapa tahun ke belakang – barangkali sejak umur 3.5 – 4 tahun – (ketika sudah berstatus iraono lö olifu atau anak yang sudah bisa mengingat kejadian-kejadian penting dalam hidup) saya sudah mengenal sejumlah lagu maena yang dibawakan pada pesta-pesta perkawinan yang saya hadiri bersama orang tua. Namun, seingat saya, MSA / DMA pertama kali saya dengar pada pesta peresmian gedung SD Orahua Muzöi itu.
Kedua, bersamaan dengan lagu maena ini, saya juga mengenal satu lagu lain yang menurut ingatan saya bersamaan munculnya dengan MSA/DMA. Lagu itu dibuat khusus untuk pesta peresmian gedung SD Orahua Muzöi tersebut. Saya tak tahu persis apa judulnya, namun dalam tulisan ini saya beri saja judul “S’lamat Datang”, yang merupakan dua kata pertama dari syair bait 1 lagu itu, yang juga tak lengkap saya ingat, sebagai berikut:
Lagu S’lamat Datang
(Catatan: saya masih ingat melodi lagu ini).
Ketiga, saya mengingat siapa sosok yang memperkenalkan kedua lagu tersebut pada even yang sama. Dalam mempersiapkan even yang termasuk besar untuk tingkat Öri ini, tokoh-tokoh dan masyarakat Botomuzöi dilibatkan. Khusus untuk persiapan penyambutan tamu, diadakan latihan maena MSA/DMA dan lagu S’lamat Datang tersebut. Lagu S’lamat Datang dilatih di sekolah selama beberapa hari karena akan dibawakan oleh anak-anak SD (mungkin kelas 2/3 ke atas). Sebagai catatan, walau saat itu SD tersebut baru berdiri, SD tersebut menerima juga anak-anak pindahan dari SD lain, termasuk dari SD Banua Sibohou, di mana saya pernah menjadi ‘tome’ (tamu) sebelum resmi masuk kelas 1. Jadi pada tahun pertama SD Orahua Muzöi sudah memiliki kelas 2 hingga kelas 4 atau 5 kalau tidak salah.
Melihat liriknya, beralasan lagu ini diciptakan khusus untuk even besar itu (dalam skala Öri pada saat itu tentunya). Sama seperti lagu “S’lamat Datang” yang liriknya jelas dibuat untuk even itu. Dalam peresmian itu hadir pejabat dinas terkait dari kecamatan / kabupaten, dan barangkali juga Asisten Wedana (sekarang: Camat). Saya ingat seorang tentara dengan pakaian khas militer ikut dalam maena.
Siapa pelatih MSA/DMA untuk even yang disebut di depan ?
Pelatih dari lagu maena MSA/DMA adalah Bapak Ligimböwö Lase alias Ama Dörö, yang tiada lain adalah Kepala SD Orahua Muzöi pertama. Beliau sendiri bukan dari Öri Botomuzöi, tetapi dari Öri dan desa lain, kemungkinan dari Lahagu, yang masuk wilayah Nias Barat. Bapak L. Lase sangat energetik dan cukup bersahabat dengan warga yang mengenal beliau. Saya tidak memiliki kedekatan khusus dengan beliau. Anak-anak beliau adalah teman bermain, sementara anaknya pertama (yang pada saat itu sedang belajar di SMA BNKP, Gunungsitoli) adalah salah seorang teman saya bermain catur dan bermain tebak-tebakan lokasi di peta dunia, kalau dia lagi libur dan pulang kampung.
Pertanyaan: apakah Bapak L. Lase (A. Dörö) – yang mencipta kedua lagu itu?
Saya cenderung mengatakan “ya”, tetapi bisa saja saya keliru.
Kisah ini saya tulis dengan tujuan baik: berusaha melacak asal usul salah satu karya budaya / seni Nias yang masih kita nikmati hingga saat ini.
Dalam tulisan ini, saya hanya mengandalkan daya ingat yang masih saya miliki, yang karena perjalanan waktu sudah sangat jauh dari sempurna. Itulah alasan mengapa di sana-sini muncul frasa: ‘seingat saya‘, ‘kalau tak salah‘, ‘barangkali‘, dan ‘tak ingat lagi‘. Itu artinya, revisi internal dari saya sendiri masih mungkin, dan koreksi dari pihak pembaca saya sambut dengan hati terbuka dan gembira.