Australia Menjadi Sorotan Dunia Karena Berbagai Tindakan Berlebihan Menghadapi Pandemik
Australia menjadi sorotan dunia karena dianggap mengebiri hak – hak demokratik masyarakat melalui tindakan berlebihan bahkan irasional dalam menghadapi pandemik COVID-19. Saat ini, Australia merupakan negara yang melakukan restriksi paling ketat terhadap warganya. Hingga saat ini, Australia melarang warganya meninggalkan negara itu dengan sejumlah pengecualian yang sangat terbatas. Perbatasan antara sejumlah negara bagian dan teritori juga ditutup. Negara bagian Victoria sudah baru saja memberlakukan lockdown ke 7 selama 19 bulan terakhir.
Dalam sebuah tulisannya di Atlantik, wartawan Amerika Conor Friedersdorf mempertanyakan apakah Australia masih boleh disebut sebagai sebuah negara demokrasi liberal melalui berbagai kekangan terhadap kebebasan warga yang diterapkan lewat keadaan darurat.
Di Australia Selatan, sebuah aplikasi pengenalan wajah sudah dibuat dan dipakai untuk mengontrol orang-orang yang diisolasi di rumah. Menteri Utama negara bagian Australia Selatan Steven Marshal bahkan berharap aplikasi ini nanti akan dipakai juga untuk mengontrol kedatangan penumpang dari luar negeri.
“Masyarakat Australia Selatan seharusnya bangga karena kita merupakan pilot nasional untuk aplikasi karantina di rumah (isoman, Red.)”, kata Steven Marshall.
Menanggapi pernyataan Steven Marshall, Charles C.W. Cooke dari National Review menulis sebuah opini dengan judul bernada sarkasme: “Premier of South Australia: Boy, I Hope You’re Proud We’re Spying on You” (Saya berharap anda bangga karena kami memata-matai anda).
Harian Wall Street Journal dalam kolom opini / ulasan tanggal 27 Juli 2021, James Morrow memuat tulisan dengan judul cukup menohok: “Covid Mania Returns Australia to Its Roots as a Nation of Prisoners“. (Covid mania mengembalikan Australia ke akarnya sebagai negara para narapidana).
Harian The Times dalam halaman pertama versi cetaknya mengecam Australia yang menerapkan lockdown yang berlebihan sebagai “Covid prison” (penjara coivd) seperti terlihat dalam gambar. Sementara dalam tulisan berjudul Can Australia break free from an endless cycle of lockdowns?, Bernard Lagan membuka tulisannya dengan kalimat informatif berikut: “Di luar China, tak ada aturan seketat yang diterapkan di Australia.”
Dari dalam negeri, Rowan Dean dari Sky News Australia mengatakan lockdown yang berkepanjangan telah menjadikan Australia bahan tertawaan dunia sementara warga dunia lain menikmati kebebasan.
Selama masa pandemik ini, banyak kisah – kisah memilukan yang dialami warga karena tindakan pengekangan berlebihan ini. Misalnya saja, kemarin, keluarga salah seorang tentara yang gugur dalam latihan sempat tidak dizinkan untuk hadir pada pemakamannya. Setelah melalui himbauan dan tekanan dari berbagai pihak, Menteri Utama negara bagian Queesland, Annastacia Palaszczuk, akhirnya mengizinkan keluarga yang bersangkutan dari New South Wales dizinkan melintasi perbatasan.
Dari data hingga Agustus 2021, kematian yang diasosiaskian dengan COVID-19 di Australia berjumlah 1031 orang dengan rincian: 333 orang berusia di atas 90 tahun, 422 orang (80 – 89 tahun), 187 orang (70 – 79 tahun), 53 orang (60 – 69), 21 orang (50 – 59), 6 orang (40 – 49), 6 orang (30 – 39), 2 orang (20 – 29), dan 1 orang (10 -19). (brk/*)