Krisis Membuka Topeng Jiwa Kita

Saturday, August 28, 2021
By nias
Beberapa waktu lalu kita disuguhi berita tentang usulan agar dibuatkan rumah sakit khusus untuk para pejabat negara. Alasannya? Mereka harus dilindungi secara khusus agar mereka bisa melaksanakan tugas mereka mengantarkan masyarakat keluar dari pandemik.
Ini terjadi di banyak negara sekarang, termasuk di negara – negara yang biasa kita kenal sangat ketat menjaga kepatuhan terhadap hukum. Entah mengapa di zaman pandemik ini, para pemimpin di negara – negara ini sama saja tingkah mereka dengan rekan – rekan mereka di tempat lain.
Mungkin perbedaannya adalah, di kita: para pejabatnya secara terang – terangan minta fasilitas khusus karena mereka merasa perlu diberi keistimewaan dalam hal perlindungan diri supaya mereka bisa mengeluarkan warga dari pandemik ini.
Di negara – negara lain, hampir sama keadaannya. Tidak terang – terangan lewat pernyataan langsung, tetapi lewat sikap munafik, melanggar peraturan yang mereka buat sendiri. Misalnya, mereka memaksakan warga menggunakan masker, tetapi ketika mereka berkumpul di antara mereka sendiri mereka hidup secara normal, seakan – akan tak ada krisis atau pandemik.
Ini misalnya terjadi baru – baru ini ketika para pemimpin G7 bertemu di Carbis Bay, Cornwall, Inggris dari tanggal 11-13 June 2021 (https://www.g7uk.org/). Di depan umum / pers, mereka bersalaman lewat persentuhan siku tangan dan menggunakan masker. Ketika mereka berkumpul di taman, barangkali dalam suatu perjamuan, wajah mereka kelihatan bersih dari masker, tak ada jarak antara mereka, telapak tangan si A melekat di punggung di B, saling bertatapan dari jarak dekat tanda keakraban. Tingkah mereka yang tak sesuai dengan protokol yang mereka gariskan sendiri dapat dilihat pada berbabagi foto dalam berita ini atau di video ini.
•••
Sangat wajar kita menunjukkan kejengkelan ketika melihat sebagian dari warga seakan – akan tak peduli atau mengabaikan prokes yang diberlakukan pemerintah. Misalnya saja ketika sebagian warga yang tak pakai masker. Akan tetapi kita kadang lupa, tidak semua orang mampu berada pada posisi sebaik atau seberuntung kita. Mungkin kita lupa, sebagian dari ibu – ibu atau bapak – bapak yang jualan di pasar tak punya kemewahan melaksanakan prokes standar itu seperti kita yang jengkel itu. Mereka harus dekat dengan calon pembeli, atau kalau cuaca cukup panas, sangat tidak higienis menggunakan masker kain tipis yang mudah menyerap keringat itu, yang justru menjadikannya sarang bakteri atau virus yang akan melekat di permukaannya. Dan situasi menjadi semakin parah kalau ibu atau bapak tadi menggaruk badannya atau mukanya, lalu secara refleks menyentuh permukaan masker. Bukan hanya itu, virusnya kan tidak hanya ‘terbang’ mendatar ke arah muka pemakai. Ketika si pemakai menarik nafas menghirup udara, mau tak mau udara juga masuk lewat celah di tepi penutup muka itu, terlebih ketika masker itu cukup lama dipakai, menyerap uap air, atau dipenuhi lapisan debu yang menumpuk. Hal yang sama (udara bocor lewat celah di tepi masker) terjadi ketika si pemakai menghembuskan nafas mengeluarkan udara.
Ibu / bapak dalam contoh di atas mewakili jutaan warga yang tiap hari bergelut dengan realitas kehidupan. Di lapangan, di kios – kios kecil dengan kerumunan orang. Di tempat – tempat pemotongan hewan. Di pom-pom bensin. Di sawah – sawah yang entah mana sumber virus koronanya sehingga masker itu ‘harus dipakai di mana saja’ – kalau memang benar dianjurkan demikian.
Dalam keadaan dengan pilihan terbatas itu, sebenarnya mereka tetap menggunakan nalar dan akal sehat mereka.
Di tengah krisis seperti ini, masker atau topeng jiwa kita sebagai manusia benar – benar sungguh – sungguh terbuka dan terungkap, pas pada saat kita mulai membiasakan diri memasang penutup muka badaniah kita.
* Tulisan ini disiapkan 8 Juli 2021, dimuat di Nias Online setelah mengalami perbaikan kecil.

Leave a Reply

Comment spam protected by SpamBam

Kalender Berita

August 2021
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031