Pariwisata Kepulauan Nias dan MEA 2015
Oleh: Drs. Manahati Zebua, M.Kes., MM*
MEA sudah sering kita dengar dan mungkin juga sudah banyak yang membaca di berbagai tulisan di harian atau majalah. Bahkan sudah ada berita iklan di televisi, yaitu seorang gadis yang cemburu kepada pacarnya gara-gara pacarnya sering menyebut nama MEA, dikira MEA itu nama gadis lain, sehingga si gadis cemburu. Tapi untung ada bapak si gadis yang menjelaskan bahwa MEA itu bukan nama gadis. MEA itu kependekan dari masyarakat ekonomi Asean. Setelah si gadis memahami bahwa MEA itu bukan nama gadis lain, akhirnya si gadis tersenyum dan kembali ceria lagi.
Sehubungan dengan MEA ini, Profesor Rhenald Kasali, Ph.D. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, memberikan penjelasan yang lebih dalam tentang MEA ini, pada tulisan Beliau yang dimuat di harian Jawa Pos belum lama ini. Beliau mengatakan bahwa pada intinya MEA itu menyangkut 4 (empat) hal, yaitu: 1. Free flow of barang; 2. Free flow of orang; 3. Free flow of services; dan 4. Free flow of money. Artinya Association of Southeast Asian Nations (Asean) yang terdiri dari 10 negara itu, yaitu: Indonesia, Philipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Myanmar, sudah menjadi satu wilayah sebagai pasar bebas. Produk yang berkualitas dari setiap Negara, bebas diperjualbelikan di Negara lain, orang bebas bepergian, bebas menanam modal di bidang jasa dan industri, dan bebas memasarkan produk pelayanan jasa.
Banyak orang yang berkata bahwa MEA ini merupakan ancaman bagi Indonesia. Bisa bertindak sebagai ancaman, apabila Indonesia tidak menyiapkan diri untuk mengisi dan menyambut MEA tersebut. Tetapi apabila MEA ini didalami secara seksama, mestinya hadirnya MEA ini merupakan peluang emas bagi Indonesia. Pasar yang tersedia semakin luas yaitu meliputi 10 (sepuluh) Negara, kerjasama antar komunitas atau Negara semakin terbuka, alih teknologi semakin tercipta, serta bagi investor akan mendapatkan peluang untuk menanamkan modalnya di berbagai wilayah di Asean, yang dapat memberikan profit besar pada usahanya, sehingga usahanya tersebut bisa lebih menggurita lagi.
Nah, untuk menghadapi lalulintas barang, orang, jasa, dan modal di pasar bebas ini, tentu sesegera mungkin kita melakukan persiapan-persiapan. Persiapan ini sudah dimulai dari pemerintah pusat seperti fokus pembangunan pada infrastruktur, perhubungan, pertanian, dan maritim. Lalu pemerintah daerah juga tentu melakukan persiapan dengan melaksanakan pembangunan di daerahnya searah dengan fokus pembangunan dari pemerintah pusat.
Sekarang ini sudah mulai banyak pemerintah daerah di wilayah Indonesia yang membentuk tim kerja dalam menyiapkan dan menghadapi MEA ini. Mengapa demikian? Karena dengan MEA ini akan tercipta berbagai peluang dan juga menciptakan persaingan yang sangat ketat pada produk barang dan jasa. Kita ambil contoh, sebuah produk barang. Produk ini akan bisa menembus pasar bebas Asean, bila produk itu memiliki daya saing dalam hal daya manfaat, daya beda, dan daya tarik. Artinya produk yang kita hasilkan dapat didayagunakan oleh pasar (konsumen) apabila produk kita bisa bersaing dengan produk lain yang sejenis dari Negara Asean lainnya. Dengan demikian, kita berbicara tentang produk yang berkualitas serta tahan lama dan dengan harga yang bisa bersaing.
Demikian juga dalam hal produk jasa, seperti jasa perhotelan, jasa transportasi, jasa keuangan, jasa pelayanan sumber daya manusia (SDM), jasa kuliner/restoran, dan jasa pelayanan lainnya. Pelayanan yang kita hadirkan harus lebih baik atau minimal sama dengan pelayanan yang kita jumpai di daerah dan Negara lainnya di wilayah Asean. Dengan demikian, kita harus bekerja ekstra untuk segera memperbaiki mutu pelayanan kita di bidang pariwisata, akses menuju objek wisata, pelayanan angkutan, pelayanan kuliner, aneka pertunjukkan budaya, serta kualitas barang souvenir yang kita hasilkan. Barangkali tim kerja yang telah dibentuk oleh beberapa pemerintah daerah tadi, dapat segera bekerja keras dan memberikan berbagai informasi yang harus segera kita benahi, agar tidak terlalu ketinggalan dengan daerah lain atau Negara lain di Asean.
Berkenaan dengan penuturan di atas, seharusnya kita menaruh hormat dan berterima kasih atas kehadiran MEA ini, karena dengan kehadirannya dapat memberikan cambuk atau pecut kepada kita untuk harus segera berbenah dan bertindak cepat. Adanya cambuk dari MEA ini, dapat memberikan daya dorong pacuan kepada kita untuk segera bekerja keras mewujudkan berbagai hal menurut yang terbaik dan yang memiliki daya saing di tingkat regional Asean. Memang manusia itu sering memerlukan tantangan atau cambuk untuk memacu semangat dalam melakukan berbagai hal. Seperti halnya kuda yang menarik dokar/andong, kusir perlu memberikan perintah dengan cara mencambuk kuda itu agar kuda mau berjalan, berlari atau berhenti.
Presiden Jokowi sangat menaruh perhatian pada bidang pariwisata. Kalau kita flash-back, saat Jokowi sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, kegiatan pariwisata sangat dikedepankan. Banyak iven pariwisata yang dihadirkan, bahkan iven kegiatan pariwisata sudah dijadwalkan selama satu tahun. Karena itu sudah sangat tepat yang disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya, bahwa pariwisata harus berkembang dan dikembangkan. Untuk itu target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia tahun 2015 sebanyak 10 juta orang, sedang target jumlah wisatawan nusantara (wisnus) di tahun yang sama sebanyak 254 juta. Wow, jumlah wisatawan yang sudah mulai bergerak lebih banyak.
Jumlah target wisman dan wisnus secara nasional seperti yang disebutkan di atas, tentu perlu mendapatkan perhatian kita dengan sungguh-sungguh. Perlu mendapat perhatian yang utama, karena pemerintah daerah se-Kepulauan Nias telah berkomitmen untuk menjadikan Kepulauan Nias sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata di bagian barat Indonesia serta telah disepakati bersama oleh 5 (lima) pemerintah daerah bahwa sektor pariwisata merupakan lokomotif pembangunan. Sehingga dengan semangat ini, pemerintah daerah telah merumuskan rencana aksi (renaksi) untuk mewujudkan Kepulauan Nias menjadi wilayah destinasi pariwisata di Indonesia. Karena itu, tentu perlu dirumuskan mengenai berapa target kita dalam hal jumlah wisman dan wisnus yang diharapkan bisa berkunjung di Kepulauan Nias pada tahun 2015 ini?
Kehadiran MEA dan komitmen bersama untuk menjadikan Kepulauan Nias sebagai wilayah destinasi pariwisata di bagian barat Indonesia, ternyata sudah berada dalam irama yang sama dan waktu yang sama. Irama yang sama untuk bertindak cepat dalam membangun kepariwisataan di Kepulauan Nias serta dicambuk oleh MEA untuk segera bertindak dan berbenah, demi percepatan pembangunan pariwisata. Momentumnya sudah sangat tepat dan sangat mendukung, sehingga kita bisa menyanyikan salah satu lagu wajib, karangan Ibu Sud, yaitu berkibarlah benderaku lambang suci gagah perwira, di seluruh pantai Indonesia kau tetap pujaan bangsa . . . . . dan seterusnya. Berkibarlah pariwisata, di Kepulauan Nias, di seluruh Kepulauan Nias terdapat objek wisata . . . . . dan selanjutnya.
Semangat yang menggelora ini muncul karena waktunya hampir bersamaan, Pariwisata dan MEA. Sepertinya sudah ada yang mengatur. Percayalah itu. Karena itu marilah kita kibarkan semangat yang sedang menggelora di dada para pengambil keputusan, untuk mewujudkan cita-cita bersama itu. Jadikanlah Kepulauan Nias menjadi andalan Pulau Sumatera di bidang pariwisata atau Kepulauan Nias dirubah menjadi Balinya Pulau Sumatera.
Palu sudah berada di tangan para pemimpin di daerah Kepulauan Nias. Ayunkanlah dan pukulkan palu itu di atas meja, sebagai tanda pengobaran semangat dan pembakar semangat masyarakat untuk bersama-sama melakukan banyak hal di bidang pariwisata, serta menyalakan mercu suar yang dapat memancarkan isyarat untuk membantu memberikan tanda tempat berlabuhnya kapal pariwisata Kepulauan Nias.
*Penulis buku “Inspirasi Pengembangan Pariwisata di Daerah (2014)â€, dan Staf Pengajar di beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta.
kami anak – anak nias yang ada di Batam, berpikir dan ingin mempersiapkan diri untuk kembali ke kampung halaman tercinta suatu kelak nanti dengan membawa segudang ilmu dan pengalaman. Untuk itu, mohon diberikan ruang bagi kami yang mau berkontribusi didalam melakukan hal – hal yang baru.
Tulisan ini menarik untuk dikaji. Sekedar sharing saja ne ke bapak penulis, Saya melihat permasalahannya ada di level implementasi dan willingness yang tak terbangun. .
Pengembangan pariwisata di kepulauan Nias memerlukan tenaga extraordinary untuk dapat mensejajarkan dengan daerah lain yang sudah maju kepariwisataanya. Membangun pariwisata tak bisa sepotong-sepotong yang hanya membangun “Jargon” tapi hasilnya “Nothing”. Pariwisata memerlukan “Human touch” Service excellence sehingga si pelancong selalu ada memorable (kenangan indah) pada akhirnya mereka selalu menginginkan kembali lagi ke daerah object tersebut (Red: Return Guest). Adanya ketulusan semua pihak untuk seiya -sekata dalam membangun pariwisata. Tidak ajang politisasi yang menimbulkan sentimen ego sektoral melainkan viewer pariwisata. Saya pikir untuk stage pertama, tidak perlu harus membangun hotel-hotel yang mewah, tapi bangun “awareness” kepada masyarakat untuk menjadikan kepulauan Nias menjadi destisasi wisata. Keamanan yang sangat mutlak bagi para wisatawan sebab sekali saja ada peristiwa kejahatan yang tak bisa terselesaikan maka akan menciderai kepariwasataan itu sendiri dan dampak negatifnya sangat massif. Service memerlukan SDM yang mumpuni baik dilihat dari perspekti kompetensi maupun mind-set. (Red B3: Brain, Beauty, Behavior). Menyusul sarana akses untuk menuju destinasi. 2 komponen saja sudah memenuhi, itu menjadi trigger bangkitnya pariwisata Nias.
Menurut saya, PEMDA tidak harus di garda depan, tapi bagaimana PEMDA membuat regulasi yang bisa dijalankan semua pihak. KIta bisa lihat contoh yang sangat kasat mata, sepanjang pesisir pantai dari kabupaten Nias sampai Nias Selatan, yang paling SOS adalah daerah Nias Selatan, rusaknya bibir pantai akibat pengambilan pasir laut yang terus-menerus. Sampai kapan pantai tsb bisa bertahan karena lambat laut akan terkikis oleh abrasi ombak. Saya nggak kebayang suatu hari jalan akses Gunung Sitoli ke Telukdalam bisa-bisa tinggal kenangan karena runtuh diterjang ombak secara terus-menerus karena pasir di pantai sudah habis dikeruk. Ini uga menjadi ancaman bagi kelangsungan pariwisata Nias kedepan apabila PEMDA tak sanggup menghentikan masyrakat penambang pasir laut.