Ada Apa Dengan Pendidikan? (Bag. 2)
Sebagaimana diulas sebelumnya (Ada Apa Dengan Pendidikan – Bagian 1), kondisi Jepang dan Jerman sama-sama ‘merangkak’ pada tahun 1945. Berikut sekilas gambaran kondisi negara-negara tersebut setelah PD II.
Jepang
Jepang menanggung pampasan akibat perang pasifik 1,3 trilyun Yen. Tidak hanya itu, kondisi perekonomian yang bersumber dari industri dalam negeri dan sumber-sumber ekonomi Jepang diluar negeri, seperti di Filipina, Cina, India, atau Thailand, yang selama perang dunia II dipaksa untuk memenuhi semua kebutuhan perang, menjadi carut-marut menghadapi inflasi tinggi dan devaluasi mata uang.
Sektor pendidikan turut berperan membantu perkembangan Jepang. Sebagai salah satu negara dengan tingkat melek huruf tertinggi dan standar pendidikan tinggi terbaik didunia, pemerintah Jepang disebut turut berperan serta dalam pendidikan. Peran pemerintah adalah menjaga arah pendidikan agar tetap netral dan terfokus pada hal-hal empiris, seperti mengungkap pertanyaan-pertanyaan seputar siapa, dimana dan kapan. Berbekal penekanan pada disiplin, program wajib belajar 9 tahun di Jepangmembuahkan peningkatan jumlah lulusan sekolah menengah pertama yang signifikan yang tahun 1945 hanya 42,5% hingga menjadi 91,9% ditahun 1975.
Jerman
Sebelum PD II, Jerman baru saja bangkit dan lolos dari jeratan hutang pampasan PD I yang berlangsung sejak tahun 1918 dan baru lunas pada tahun 1931. Perekonomian Jerman baru agak pulih dimasa Hitler pada tahun 1933 hingga 1945 dengan menerapkan sistem autarky ekonomi. Namun dengan propagandanya, Hitler membawa Jerman masuk kedalam PD II dan setelahnya mengakibatkan makin memburuknya kondisi perekonomian Jerman.
Sebagaimana Jepang, Jerman pun harus menanggung pampasan perang dalam jumlah yang tidak sedikit. Kepada Sekutu, Jerman harus membayar sebesar 23 milyar US$. Bahkan, Jerman pun harus membayar hutang perangnya lewat tenaga kerja. Pada tahun 1947, tercatat 4 juta orang dikirim ke Uni Soviet, Perancis, Inggris, Belgia, dan Amerika. Tidak hanya itu, tingkat inflasi yang sangat tinggi membuat tabungan dan bahkan hutang berkurang nilainya hingga 99%.
Hal mendasar yang membedakan pendidikan Jerman setelah PD II adalah negara-negara sekutu memastikan bahwa ideologi Nazi dihapuskan dalam kurikulum. Tidak hanya kurikulum, jumlah guru pun dikurangi secara drastis hingga 71%. Pengurangan jumlah guru ini dikarenakan guru-guru yang menjadi anggota Nazi dibebastugaskan dari jabatannya. Sebagai gantinya, pendidikan darurat saat itu mempekerjakan petani atau pegawai sebagai tenaga pengajar. Hal ini diikuti dengan program pelatihan guru yang berbasis demokrasi untuk kemudian diterapkan dikelas. Berbagai cara lewat jalur pendidikan yang ditempuh Jerman setelah PD II membuahkan hasil. Data UNDP menunjukkan bahwa Indeks Perkembangan Manusia (Human Development Index) Jerman peringkat kelima tertinggi didunia.
Mereka Punya Apa?
Dengan kondisi-kondisi demikian, bagaimana cara Jepang dan Jerman, melalui pendidikan, berproses sedemikian rupa hingga menjadi seperti sekarang ini? Program apa saja yang mereka lakukan dan bagaimana cara melakukannya?
Bersambung …
Sumber tulisan:
- War Reparations, Wikipedia, 25.06.2013, dilihat pada 04.07.2013 –
- Economic History of Japan, Wikipedia, 30.06.2013, dilihat pada 04.07.2013,
- Guilty Lessons, Dierkes, Julian, 2010, dilihat pada 04.07.2013
- History of education in Japan, Wikipedia, 02.07.2013, dilihat pada 04.07.2013,
- Economic history of Germany, Wikipedia, 09.06.2013, dilihat pada 04.07.2013
- Education in Germany, Wikipedia, 24.06.2013, dilihat pada 04.07.2013
- Education in the Soviet Zone of Germany after WWII, Heck, Danielle, dilihat pada 05.07.2013,
- Learning Democracy – Education Reform in Germany, 1945-1965, Puaca, Brian M., Berghahn Books, Amerika, 2009, hlm. 3,
- International Human Development Indicators -Â Germany – Country Profile: Human Development Indicators, United Nation Development Programme (UNDP), Laporan Tahun 2013, dilihat pada 05.07.2013
Sumber foto: