Selamat Jalan Mas Dody dan Mas Didik…

Wednesday, May 23, 2012
By susuwongi

Oleh: Etis Nehe

Mas Didik Nur Jusuf dan Mas Dody Aviantara (Foto: tribunnews.com)

Kematian itu pasti. Begitulah takdir manusia fana ini. Namun, kematian, juga memiliki sisi ketidakpastiannya. Yaitu, soal kapan dia akan datang, menjemput.

Tidak ada seorang pun yang tahu kenaasan itu akan tiba kapan. Bisa saat sakit, bisa saat sehat. Bisa saat murung, juga bisa saat sedang bergembira. Sekali dia datang, dia datang dengan penuh ‘kejutan’.

Kejutan karena yang tidak teduga itulah yang terjadi pada 9 Mei 2012 kepada para penumpang promo flight pesawat Sukhoi Superjet 100. Dia datang dalam suasana yang harusnya bertabur kegembiraan, joy flight.

Dua sahabat baik menjadi korban hari naas itu. Dody Aviantara dan Didik Nur Yusuf. Keduanya, wartawan andalan Majalah Angkasa dan majalah afiliasi lainnya seperti Commando.

Saya pernah merasakan kehangatan, keakraban dan semangat profesional kedua sahabat baik itu.

Perkenalan pertama dengan Mas Dody adalah saat ikut kegiatan Buka Puasa bersama dengan manajemen AdamAir pada 2007 di Plaza Semanggi.

Kemudian, meliput bersama persiapan angkutan haji pada 2008 di Palembang. Saat itu, selain mengotak-atik apa saja tentang kegiatan operasional bandara di wilayah itu, kami juga sempat menikmati foto-foto di malam hari di Jembatan Ampera dan menikmati resto apung di bawahnya.

Pada 2009, berkesempatan bersama Mas Didik meliput pemberian penghargaan kepada kru pesawat MD-80 milik Lion Air di Bandara Hang Nadim, Batam. Saat itu, juga bersama wartawan senior Majalah Angkasa lainnya, Gatot Raharjo.

Kala itu, Pemerintah provinsi setempat, mengapresiasi kesigapan berbagai pihak terkait sehingga pesawat yang dipilot Captain Anwar Heryanto dan Ko-pilot Eryanto Agus Suryawan tersebut mendarat dengan selamat meski roda depan tidak keluar.

Mas Didik, yang sudah 20 tahun menjadi fotografer di Majalah Angkasa itu, bukanlah orang yang pelit berbagi ilmu. Low profile banget, kata beberapa teman. Dalam liputan bersama di Batam itu, dia sempat berbagi tips bagaimana memotret yang baik di pesawat ataupun di bandara. Baik menggunakan kamera profesional, maupun kamera saku.

Perjalanan ke Batam dari Jakarta menggunakan pesawat MD-80 Lion Air juga diisinya dengan memotret kegiatan di kokpit dan seluruh kegiatan di kabin pesawat.

Mas Dody yang lebih kalem adalah wartawan dengan analisis yang tajam. Tidak meledak-ledak tapi tuntas. Dia tidak akan ragu berbagi kegelisahan untuk menjadi bahan pemikiran dan kemudian ditanyakan. Boleh dia, boleh juga oleh teman yang kebagian sharing pemikirannya.

Sungguh, bersama dua orang sahabat ini, tidak akan merasa seperti wartawan pemula ataupun sebagai orang yang tidak tahu apa-apa. Kerendahan hati, pertanyaan-pertanyaan cerdas, teliti, detil tanpa nuansa interogasi adalah ciri mereka.

Beberapa hari yang lalu, saya mampir di Toko Buku Gramedia. Mencari Majalah Angkasa edisi terbaru. Benar saja, di rak itu terdapat jejeran Majalah Angkasa edisi terbaru yang terbit pada 8 Mei 2012.

Ulasan Mas Dody Aviantara, dkk pada edisi terbaru Majalah Angkasa yang terbit pada 8 Mei 2011, sehari sebelum kecelakaan naas yang merenggut 45 nyawa di Gunung Salak (Foto: EN)

Ya, satu hari sebelum hari yang naas itu. Berita utama majalah itu adalah salah satu ulasan mendalam Mas Dody dengan rekan-rekannya di redaksi. Judul berita utama itu, “Test Pilot, Profesi Paling Berisiko di Dunia.” Dalam ulasannya, Mas Dody, dkk, mengulas pengalaman, pendidikan dan kehidupan para pilot penguji yang jumlahnya sangat terbatas itu.

Mereka bukan pilot biasa. Masa depan sebuah pesawat yang baru diproduksi, kata Mas Dody, dkk, terletak ditangan para pilot penguji ini. Mereka harus menerbangkan pesawat itu dalam keadaan sangat berisiko, bahkan hingga ambang batas tertinggi kemampuan pesawat yang diuji.

Mereka harus menemukan masalahnya, dan juga harus mengetahui solusinya untuk kemudian jadi bahan untuk penyempurnaan pesawat sebelum dilansir ke publik menjadi pesawat komersil ataupun pesawat militer.

Entah suatu kebetulan atau tidak. Pesawat Sukhoi Superjet 100 yang dinaiki Mas Dody dan Mas Didik untuk terbang gembira, sehari setelah tulisan itu terbit, juga dipiloti oleh Test Pilot terbaik milik Rusia Alexander Yablontsev.

Tentu saja, banyak faktor penyebab kecelakaan itu. Tidak pernah ada penyebab tunggal kecelakaan pesawat udara. Selalu kombinasi antar berbagai faktor. Begitulah doktrin dasar investigasi kecelakaan penerbangan.

Di atas semua itu, yang terpenting adalah, apa yang terbaik pernah dan sedang dilakukan selama hidup. Kedua sobat baik itu, telah meninggalkan berbagai monumen kenangan akan profesionalitas dan berbagai kebaikan lainnya.

Terima kasih Mas Dody dan Mas Didik.

Tak lupa juga mengingat tiga rekan jurnalist lainnya. Mbak Ismi Soenarto dan Mas Aditya Sukardi dari TransTv serta Mbak Femi Adi Soempeno dari Bloomberg News.

Selamat jalan sobat-sobat semua. Sampai jumpa di sana. Doa kami, keluarga dan semua kerabat dikuatkan dan dihibur oleh Tuhan, melewati masa-masa kedukaan ini.

Catatan: tulisan yang sama dapat dibaca di sini: Suarapengusaha.com

Leave a Reply

Kalender Berita

May 2012
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031