Pohon (Silsilah) Keluarga

Wednesday, August 19, 2009
By nias

Setahun lalu, saya mendapat kiriman lewat email sebuah informasi tentang sofwer untuk membuat silsilah keluarga.  Dalam bahasa Inggris istilah jenerik untuk sofwer semacam itu adalah family tree. Tertarik akan kemampuan sofwer itu, saya segera menyambutnya dengan mengunduh sofwer itu dari situsnya lalu saya instal di komputer saya.

Kesan saya pertama ketika saya memulai mengeksplorasi fitur-fiturya adalah luar biasa. Saya berkata kepada diri sendiri: “ini sofwer yang saya cari-cari sejak  dulu.” Betapa tidak, sofwer ini memungkinkan kita mencatat hampir segala macam informasi penting tentang keluarga kita: ayah, ibu, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, paman, mertua dan seterusnya. Data diri yang bisa dimasukkan termasuk hal-hal yang kita jumpai dalam KTP plus data-data lain berupa foto, riwayat hidup, dan sebagainya.

Sejak dua puluh lima tahun lalu, saya telah berinisiatif mengembangkan sebuah silsilah keluarga saya, sebuah karya mulia. Mulia karena dengan usaha itu – kalau berhasil tentunya – saya akan mampu memperlihatkan kepada anak-anak saya, kepada keluarga saya  umumnya dan kepada siapa saja yang berminat mengetahui, sejarah perjalanan keluarga saya: dari mana asal nenek noyang saya, siapa-siapa saja yang termasuk dalam keturunan mereka, di mana saja mereka tersebar, apa saja status mereka dst.

Mengumpulkan data yang diperlukan untuk membangun sebuah pohon keluarga ternyata tidak mudah kalau tidak dikatakan terlalu sulit. Data itu umumnya harus diburu ke sumber-sumber yang masih asli: orang-orang tua yang masih ada, dan yang masih memiliki daya ingat yang kuat. Ternyata mereka yang termasuk dalam kategori itu tidak lagi mudah ditemukan di kampung-kampung di Nias. Generasi tua yang diharapkan mampu menyediakan data itu telah banyak yang meninggalkan kita.

Rekaman-rekaman tertulis juga tidak banyak, dan dari yang serba terbatas itu sebagian terselip dan hilang begitu saja. Di desa saya misalnya ada yang disebut tambo, yang konon disimpan oleh mantan kepala desa di zaman Orde Baru – 25 – 30 tahun lalu. Dari mana tambo itu dan siapa penyusunnya saya (dan tentu saja hampir semua penduduk desa saya) tidak tahu. Yang saya tahu (dari informasi dari berbagai sumber) ialah bahwa tambo itu memuat silsilah keluarga sejumlah sub-desa yang semuanya dipopulasi oleh sebuah marga: Halawa (kecuali tentunya para istri orang-orang di desa itu yang berasal dari kampung lain dan (bisa jadi) bermarga (mado) lain).  Bukan hanya itu, dikisahkan bahwa tambo tersebut tidak  hanya memuat silsilah keluarga Halawa di desa saya, melainkan juga kaitannya dengan marga Halawa di desa-desa lain di ‘selatan’ (raya).

Ada satu hal lain yang penting dicatat. Setiap kali saya menanyakan perihal tambo ini kepada warga desa yang saya jumpai, diinformasikan bahwa mendapatkan tambo itu bukan hal yang mudah. “Tidak sembarang orang bisa mendapatkan akses ke tambo itu,” kata mereka yang pernah turut menyumbangkan informasi tentang tambo itu kepada saya. Ketika saya tanyakan ‘mengapa’, maka jawabannya adalah: tambo itu memiliki kekuatan magis, yang bisa saja berpengaruh kepada keselamatan sang penyimpannya kalau ia memperlihatkannya (apalagi menyerahkannya) kepada seseorang.

Barangkali jawaban itu terkesan agak aneh, tetapi mari kita menerimanya sebagai sebuah kenyataan. Silsilah keluarga adalah sebuah ‘harta pusaka’ yang memiliki nilai tinggi dalam masyarakat Nias, seperti halnya ilmu gaib atau elemu (lihat: Elemu solohe ba wa’atekiko) dan pengetahuan adat. Untuk yang terakhir ini, saya memiliki kisah khusus sekitar 4 tahun lalu ketika ‘menyadap’ pengetahuan adat dari seorang (mantan) bangsawan di sebuah desa di Nias Utara. Proses transfer pengetahuan adat itu ternyata tidak sembarangan, ia melibatkan upcara magis.  ‘Ena’õ bõi atata’õ ba gorahua zatua mbanua na fahuhuo’õ’ – (supaya kau tidak gentar dan hilang wibawa ketika berbicara di dalam lingkungan para tetua adat) – kata tokoh adat itu. Tulisan khusus tentang proses transfer ini sedang dalam proses penggarapan.

Apa saja yang dapat kita ambil dari penuturan para orang tua? Umumnya orang-orang tua buta aksara dan karenanya mereka hanya mengandalkan ketajaman ingatan yang masih mereka miliki. Mereka bisa bercerita tentang seseorang (namanya, ayah, ibunya, saudaranya … ), peristiwa (kelahiran, pernikahan, kematian …), dan lokasi (“di …”). Mereka umumnya tak dapat menginformasikan tanggal atau hari kejadian secara tepat. Paling-paling mereka akan mengatakan: “Hal itu terjadi <tidak lama sesudah, sebelum atau pas> ketika …” (lalu mereka menceritakan sebuah peritiwa lain yang terkait dengan peristiwa pertama tadi). Generasi yang sempat mengenyam pendidikan dasar semasa Belanda dan Jepang barangkali masih bisa mengingat-ingat tanggal, hari dan tahun peristiwa bersejarah tertentu dalam keluarga. Akan tetapi jumlah mereka ini semakin kecil saja.

Uraian di atas melukiskan bagaimana susahnya menghimpun data masa lalu yang diperlukan untuk membangun sebuah pohon silsilah keluarga.

Beberapa bulan yang lalu situs ini dibanjiri komentar atas tulisan Victor Zebua berjudul Leluhur Bugis Orang Nias Leluhur Bugis Orang Nias.  Diskusi atas tulisan itu sempat menghangat dan mengingatkan kita akan sulitnya kita melacak asal usul nenek moyang Ono Niha  tanpa mengundang perbantahan. Diskusi atas tulisan itu juga mengingatkan kita betapa berbagai versi asal-usul Ono Niha yang kita miliki masih jauh dari versi yang diterima oleh semua pihak.

Seraya menantikan usaha-usaha penelitian lanjutan tentang asal-usul Ono Niha, ada baiknya kita mulai merekam hal-hal yang dapat kita rekam tentang keluarga kita, hal mana sangat dimudahkan oleh keberadaan sofwer seperti yang disebutkan di depan. (e-halawa).

5 Responses to “Pohon (Silsilah) Keluarga”

  1. 1
    Sari Says:

    Wah bagus sekali keinginan anda untuk menyusun family tree.

    Saya kira kekuatan magis untuk melihat buku silsilah itu tidak ada, itu hanya isapan jempol semata. Kenapa..? Karena saya sendiri sudah melihat buku silsilah tersebut (khusus di kampung kami)….dan tidak memerlukan acara adat seperti yang anda bilang.

    Timbulnya mitos tersebut dikarenakan beberapa hal :
    1. tidak boleh semabarang orang mengetahui silsilah tersebut, hanya orang-orang yang terkait seperti keturunan bangsawan atau raja,dan itu pun terlebih dahulu dilihat jabatannya di sistim adat.

    2. Didalam buku silsilah tersebut tercatat banyak sekali kejadian yang tidak ingin diketahui oleh keturunan2 berikutnya. Sebagai contoh : disilsila tersebut akan tertulis si Budi anak siapa? Orangtuanya asli marganya atau bukan..? Bagaimanakah kenapa bisa bekeluarga si bapaknya Budi? apakah pernikahannya baik-baik atau karena MB (married by accident? Nah, kalau kita mengethaui hal itu , kita biasanya disuruh untuk tutup mulut, jangan memberitahu hal tersebut, karena tidak enak nantinya pada keturunannya.

    Maka dari itu, anda perlu mempertimbangkannya untuk melihat buku silsilah tersebut…..karena tanggung jawab anda besar. Saya sendiri bisa dikatakan kesulitan, kenapa? karena ketika saya berjumpa dengan si A dan saya mengetahui kejelekan moyangnya, saya berusaha bersikap baik kepadanya walaupun saya tahu dia memiliki keturunan tidak baik. Maka dari itu siapkah anda..? dan apakah anda berhak untuk mengetahui silsilah…..atau jangan2 silsilah tersebut ditutupi kepada anda, karena moyang anda punya cacat di masa lalu…who knows..?

  2. 2
    eh Says:

    Sari yang baik,

    Kalau hanya ‘saya kira’, maka seharusnya anda tidak meneruskan kalimat anda pertama itu dengan ‘isapan jempol belaka’, karena akhirnya terjadi kontradiksi yang mengarah kepada irasionalitas. “Isapan jempol belaka” hanya keluar dari seseorang yang sudah pasti tahu duduk permasalahan yang diperbincangkan.

    Pengalaman Anda melihat buku silsilah di kampung Anda tidak serta-merta menjadi pengalaman orang lain toh ? Bagaimana kalau ada orang lain yang memiliki pengalaman yang lain dari Anda ? Apakah Anda harus memaksanya mengubah pengalamannya sehingga persis seperti pengalaman Anda ? Apa dasarnya?

    Menyimak kalimat-kalimat Anda, saya teringat kepada James Randi (www.randi.org) yang mati-matian melawan irasionalitas tetapi terperangkap sendiri ke dalam irasionalitas.

    salam,

    eh
    PS: Kalau Anda mau berkomunikasi lebih lanjut soal ‘unsur magis’ itu, tolong ditinggalkan alamat email yang benar ke Redaksi.

  3. 3
    RAIN TAMBUN Says:

    wah, serem ya… saya jd takut nih tinggal di nias soalnya baru pertama kali saya ke nias ikut test cpns prtma dihantam badai dilautan hindia dr sibolga trus susahnya mencari transpot ke nias brt ditambah cerita mistis lagi dr temen temen di nias. padahal saya kira nias pasti maju dgn pembangunan skrng saya blm pernah liat sekolah SD di desa yg gedungnya sebagus di nias di indonesia raya ini. BRAVO NIAS…… tapi jgn pake mistik broo….. kita ini semua kan udah beriman.

  4. 4
    darsyah Says:

    hidup

  5. 5
    Yulisman Lase,SPdK Says:

    sebenarnya Tambo tu gak punya Magic..tp hanya saja,ditakutin..org yg bacanya tdk menjaga rahasia sisilah keturunan yg laen nantinya..jd punya efek.

Leave a Reply

Comment spam protected by SpamBam

Kalender Berita

August 2009
M T W T F S S
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31