Anak Dianiaya Hingga Tewas
GUNUNGSITOLI – Untuk kesekian kalinya kasus kekerasan terhadap anak di Nias berujung kematian, kali ini korbanya adalah seorang anak perempuan berusia 7 tahun, bernama A.Telaumbanua. penganiayaan ini dilakukan oleh Kakak Sepupu korban seorang perempuan bernama N.Telaumbanua (20 tahun). peristiwa penganiayaan terakhir kalinya diketahui oleh Edison Kepala dusun Lawa-lawa Luo-Gunung Sitoli pada 14 Juli 2009. Namun menurut informasi warga sekitar kekerasan tersebut sudah sering terjadi dan hampir setiap hari.
Kondisi korban yang kritis dan dalam keadaan pingsan karena mengalami luka memerah dan berdarah di bagian kepala, pangkal paha dan di bagian tubuh lainnya. Edison dibantu warga memaksa masuk kerumah pelaku dan mendapati korban dalam keadaan tidak sadarkan diri, tanpa berfikir panjang edison langsung membawa korban ker Rumah Sakit. Setelah dirawat selama 3 hari di Rumah Sakit Umum Gunung Sitoli, nyawa korban tidak tertolong lagi dan akhirnya meninggal pada tanggal 17 Juli 2009, pukul 19.00 WIB.
Bagaimana pelaku menganiaya korban? Menurut keterangan para warga tetangga korban, beberapa bentuk kekerasan yang pernah diterima korban selama 6 bulan terakhir menggunakan peralatan rumah tangga antara lain:
- Payung (dipergunakan pelaku untuk memukul korban ketika korban mandi, payung tersebut sampai patah akibat kuatnya pukulan yang dilayangkan pelaku ke badan korban)
- Palu (dipergunakan pelaku untuk memukul kepala korban)
- Kayu (dipergunakan pelaku untuk memukul kepala korban)
- Sendok Nasi (dipergunakan pelaku untuk menyodok kemaluan korban hingga kemaluan korban rusak, luka dan melepuh. Daging yang berada dalam kemaluan korban menonjol keluar. Berdasarkan keterangan dari perawat RS keadaan kemaluan korban rusak parah sampai ke batas rahim)
- Gagang Sapu (dipergunakan pelaku untuk memukul korban)
Berdasarkan keterangan seorang saksi, pada hari naas yang mengakibatkan korban Koma, pelaku menarik rambut korban kemudian menghantuk-hantukan kepala korban ke dinding, hal itu juga yang mengakibatkan korban mengalami kerusakan otak. Berdasarkan keterangan dari Dokter Mendrofa, Batas kesadaran seseroang yang masih mempunyai harapan hidup ada berkisar di angka 4-7, tetapi untuk kondisi korban batas kesadarannya dibawah 3, sehingga untuk memasukkan korban ke ruangan ICU akan sia-sia, karena sangat kecil kemungkinan korban dapat bertahan.
Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) yang mendampingi kasus ini telah melakukan beberapa langkah hukum dan membantu proses pemulangan jenazah Korban ke kampung orang tuanya di Kecamatan GOMO-Nias Selatan. Pelaku sendiri sedang menjalani proses pemeriksaan di Polres Nias.
Kasus ini bukanlah yang pertama terjadi, dalam 3 tahun terakhir kekerasan terhadap anak yang berakhir kematian di Pulau Nias tercatat sudah 6 korban. 2 korban anak perempuan di Lahusa meninggal akibat kekerasan seksual yang dilakukan oleh Ibu Kandung dan Pacarnya. 3 anak di Gunung Sitoli mengalami pembunuhan secara sadis oleh tetangganya sendiri.
Bagi PKPA sendiri kasus kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan korban meninggal dunia merupakan kejahatan yang tidak dapat ditoleransi apapun alasannya. Berdasarkan pasal 80 ayat 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pelaku diancam hukuman penjara paling lama 10 tahun, dan/atau denda paling banyak 200 juta. Hukuman bisa lebih berat lagi jika bisa dibuktikan telah terjadi unsur kekerasan seksual seperti yang dituturkan para tetangga korban.
PKPA mendesak aparat Kepolisian dijajaran Polres Nias untuk dapat segera memproses kasus ini. Kemudian hal preventif juga perlu segera dilakukan oleh pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di Pulau Nias untuk meningkatkan upaya perlindungan terhadap anak dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi.
Simpati dan dukungan pembelaan terhadap korban juga datang dari berbagai kalangan di Gunung Sitoli-Nias, diantaranya P2TP2A-Nias, YAPIN, SIGANA-Nias, PPT-RSU Gunung Sitoli dan Monica Supriyati (Relawan). Pihak keluarga yang diwakili oleh Ibu Kandungnya Ndrima Mani Druru (40 tahun), sangat menyesalkan dan terpukul atas peristiwa ini. Ia tidak menyangka kakak sepupu korban yang dipercaya untuk merawat dan mengasuh korban tega melakukan perbuatan keji yang berujung kematian. “Pelaku itu masih bisa dibilang anak saya, karena kami yang merawatnya sejak kecil. Tapi ia tak bisa berbuat yang sama terhadapa adiknya sendiri” ungkap Ibu korban ketika memberi keterangan kepada PKPA saat mendampinginya di Kantor Polres Nias. (Misran Lubis – Program Koordinator PKPA-Nias).
July 21st, 2009 at 12:55 PM
Kalo bisa orang tu di hukum seumur hidup thanks
July 21st, 2009 at 1:07 PM
bisa jadi ada roh jahat yang menguasai jiwa tersangka. coba di cek dulu sejarah keluarganya, karena secara psikologi keadaan itu tidak muncul begitu saja atau tiba2, tetapi butuh proses yang lama. pokoknya pasti ada faktor latar belakangnya dech…kalau tindakan kekerasan itu cuma pelampiasan/imbas/reaksi dari dalam jiwanya. sebaiknya tersangka ditangkap dan dibawa ke psikiater sebelum menjalani pemeriksaan lebih lanjut. thanks
December 9th, 2009 at 6:49 PM
musibah bisa terjadi sama syp aja…orang tua jaman sekarang hrs pintar2 dan g boleh lengah ngejaga anaknya.sakit/keluhan sedikitpun hrs dicurigai..jgn sembarangan menitipkan anak event itu keluarga sendiri.jgn sampe keteledoran orang tua terulang lagi pd kasus ini terjadi di keluarga lain.ambil hikmah nya aja.be wise and patient.maybe God have another plan.thx.
April 1st, 2011 at 9:57 AM
betapa menyedihkan melihat dan menyaksikan hal ini…..sebagai anak daerah dan yang dibesarkan merasa tak sepantasnya hal ini terjadi,….sungguh tak sanggup lagi untuk dapat berkata-kata tetapi yang dapat saya lakukan hanya memohan supaya belajar dari segal peristiwa yang ada jangan sampai terulang dan kita menjadi korban dan pelaku………