Listrik di Nias semakin meresahkan
GUNUNGSITOLI – Pemadaman listrik di wilayah Kepulauan Nias beberapa bulan terakhir semakin menjadi-jadi dan meresahkan. Akibat pemadaman yang terjadi secara mendadak tersebut banyak menimbulkan kerugian bagi warga seperti kerusakan alat-alat eletronik serta menurunnya produksi industri rumah tangga.
Masyarakat merasa heran dan mempertanyakan mengapa listrik di Nias semakin parah, padahal pasca bencana gempa BRR Perwakilan Nias telah mengucurkan dana sebesar Rp 40 miliar lebih kepada PT PLN untuk perbaikan fasilitas kelistrikan.
Pengamatan Waspada sejak bulan Juli 2008 lalu pemadaman listrik semakin parah dan tidak menentu. Bahkan pemadaman juga terjadi di hampir seluruh masjid yang ada di sekitar Kota Gunungsitoli di saat umat Islam menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan lalu. Masyarakat Nias juga merasa khawatir pemadaman terus terjadi hingga pada perayaan hari Natal dan Tahun Baru.
Kepala Ranting PT PLN Gunungsitoli, H. Tobing didampingi Kepala PLTD Gunungsitoli, Jonny Sumbayak dan Supervisor Distribusi, Edison Sirait pekan lalu mengatakan, pemadaman listrik di Nias disebabkan adanya defisit suplay dari PLTD serta sering terjadinya gangguan pada jaringan di sejumlah tempat setiap hari.
H. Tobing menjelaskan, kebutuhan listrik secara normal di Kabupaten Nias mencapai 9.600 KWh, sedangkan kemampuan suplay dari PLTD Gunungsitoli hanya sebesar 8.800 KWh itupun kalau semua mesin pembangkit berfungsi. Namun sejak bulan Juli lalu akibat adanya mesin pembangkit yang rusak, suplay listrik dari PLTD Gunungsitoli yang bisa didistribusikan kepada pelanggan hanya mencapai 5.400 KWh sehingga terpaksa dilakukan pemadaman bergilir setiap hari.
Kepala PLTD Gunungsitoli, Jonny Sumbayak mengakui suplay listrik dari PLTD sejak bulan Juli 2008 mengalami penurunan. Menurunnya defisitnya suplay listrik akibat dari 10 mesin pembangkit yang ada di PLTD, dua di antaranya mengalami kerusakan dan saat ini sedang dalam perbaikan di Jakarta.
Menurut Jonny, kemampuan yang bisa disuplay dari 10 mesin pembangkit yang ada dalam keadaan normal masih tetap defisit dimana kebutuhan listrik mencapai 9.600 KWh sedangkan daya mampu PLTD hanya mencapai 8.800 KWh. Ditambahkan ke 10 mesin pembangkit yang ada di PLTD rata-rata berumur 20 tahun sehingga sering mengalami rusak.
Jonny juga mengungkapkan PLN Gunungsitoli satu-satunya di Sumatera Utara yang menggunakan mesin diesel sebagai pembangkit sehingga pihaknya selalu mengalami kerugian setiap bulan. Dari data disebutkan, PLTD Gunungsitoli menggunakan BBM solar mencapai Rp10 miliar perbulan, sedangkan hasil yang didapatkan melalui pembayaran rekening pelanggan hanya mencapai Rp2,5 milia per bulan.
Sementara Supervisor Distribusi, Edison Sirait mengatakan defisitnya arus listrik yang didistribusikan juga disebabkan beberapa hal diantaranya panjangnya jaringan listrik, banyak penambahan daya secara ilegal serta hilangnya arus karena banyaknya pohon yang berdekatan dengan jaringan. Hal ini menjadi kendala bagi PLN karena belum adanya kesadaran dari masyarakat yang tidak mengizinkan tanamannya untuk ditebang.
Disinggung tentang dana bantuan BRR Nias kepada PT PLN Ranting Gunungsitoli sebesar Rp40 miliar, H. Tobing mengakui pernah mendengar dan digunakan untuk merehab jaringan yang rusak saat terjadi bencana gempa.
Tobing mengakui pihaknya tidak mengetahui persis pengelolaan dana beserta harga peralatan yang diganti kerena merupakan wewenang dari PT PLN Wilayah Sumatera Utara sehingga pihaknya hanya menerima dan melakukan pengecekan saat serah terima. (Waspada Online, 27 Oktober 2008)
Saya sudah mendengar dan membaca tentang pemadaman listrik yang secara tiba-tiba di Nias. Saya merasa jika di Nias selalu terjadi pemadaman listrik, harus juga diperhatikan efek negatif akibat pemadaman lstrik yang tidak beraturan. Saya memiliki solusi “Bagaimana kalau masyarakat Nias diajak untuk dapat menghasilkan energi listrik yang lebih efektif, sperti dalam pembuatan PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)”. Jangan dikatakan bahwa Nias itu kekurangan sungai yang dapat memacu proses kerja dari alat pembangkit tersebut. Sebenarnya orang sering beranggapan bahwa mengatakan mudah tetapi melaksanakannya yang susah atau dapat dikatakan dalam bahasa pasaran Nias “WA’o-Wa’o Mano”.
Itu semua dapat dilaksanakan jika satu orang sudah memulainya.
Orang yang dapat diajak kompromi dalam hal ini, yaitu orang-orang yang sudah memiliki pengetahuan yang cukup, kemudian berkembang pada penduduk sekitar. Karena saya masih ingat bahwa orang Nias masih memiliki tradisi dalam Gotong Royong, sehingga apapun rencana yang telah dipersiapkan, mustahil tidak akan berhasil. Terimakasih. Ya’ahowu.
Kami masyarakat Nias merasa resah atas pemadaman listrik PLN secara mendadak sejak 2 (dua) tahun terakhir ini. Kami mohon kepada pimpinan PT.PLN di tingkat provinsi dan pusat jkt segera meninjau langsung keadaan di daerah kami Nias, kalau perlu kepala PT.PLN di Nias diganti saja karena kinerja aparatnya buruk dan merugikan masyarakat dan negara.
aq sbg siswa merasa resah & kecewa dgn PLN Nias, kayaknya pemadaman yg dilakukan asal-asalan… faktanya waktu listrik hidup untuk di kota lebih banyak dibanding kami yg ada di desa….aq mulai tidak konsen belajar apalagi UN sudah di depan mata…..kadang aq berpikir untuk apa orangtuaku membayar tagihan listrik sedangkan aq menikmatinya cuma setengah-setengah. maklum sih maklum krn ada pergantian mesin tapi bukan gini caranya terhadap kami yang di desa, lebih baik dimatikan saja semua listrik biar sama-sama merasakanlah……