Fadirihifi, Fabehadoho
Anda pernah mendengar kedua kata itu dalam percakapan di antara orang-orang Nias ? Barangkali kedua kata itu sudah jarang-jarang muncul sekarang dalam percakapan. Akan tetapi dulu, kedua kata itu kerap terdengar.
Fadirihifi kurang lebih berarti: berbicara dalam satu bahasa Barat. Dulu, sama seperti sekarang, orang Barat (Eropa, Amerika, Australia) suka datang ke Nias, entah sebagai misionaris atau sebagai wisatawan. Wisatawan orang Barat ini sering datang ke kampung-kampung, dalam kelompok kecil, 2 hingga 3 orang. Kadang mereka ditemani oleh pemandu (guide) amatiran orang Indonesia, termasuk orang Nias, yang ingin melatih kemampuan mereka berbahasa Inggris atau bahasa Barat lainnya.
Nah, masyarakat di kampung-kampung tentu saja tidak bisa menangkap pembicaraan orang-orang asing ini. Jangankan bahasa Barat, bahasa Indonesia saja pun, merupakan sesuatu yang asing bagi mayoritas orang Nias di kampung-kampung pada waktu itu (seperti sekarang juga, walau sudah banyak kemajuan karena kehadiran televisi).
Yang mereka bisa tangkap ketika mendengar percakapan yang ‘aneh’ di telinga mereka itu adalah bunyi dirihifi. Maka ketika mereka mengisahkan kembali percakapan orang asing ini di kalangan mereka sendiri (orang Nias), keluarlah istilah fadirihifi – fa- dalam kata itu adalah awalan yang berfungsi mengubah kata yang menyandangnya menjadi kata kerja. Fabola -> bermain bola, fadiala -> menjala ikan.
A: Hewisa me falukha ami niha tori ?
B: Ae …, lõ u’ila hadia geluaha niwa’õnia. Harazaki wa so Ga Buke, ifo’eluaha khõgu niwaõwaõ niha tori.
A: Onekhe gabuke fadirihifi ?
B: Onekhe, balugu*. No tama sekola ba Sakarata. Ami-ami dõdõgu wamendrongo me fadirifihi ia khõ niha tori.
Terjemahan bebas:
A: Bagaimana ketika bertemu dengan orang turis?
B: Ah … aku tak tahu apa yang dibilangnya. Untung ada si Buke, dialah yang menerjemahkan perkataan orang turis itu pada saya.
A: Pintarkah si Buke berbahasa Inggris (atau bahasa Barat lainnya)?
B: Oh iya donk. Si Buke sudah tamat sekolah di Jakarta. Asyik banget mendengar Buke berbicara dalam bahasa turis itu.
Fabehadoho
Bukan hanya wisawatan mancanegara yang datang ke Nias sedari dulu. Orang-orang dari Sumatera seperti orang Batak Aceh, Padang dan daerah lain juga terkadang datang ke Nias, bahkan ada yang menetap di Nias entah sebagai pedagang, pegawai negeri, anggota kepolisian, tentara dan sebagainya.
Sebaliknya, banyak orang Nias juga di zaman dulu pergi ke daratan Sumatera dan ke Pulau Jawa. Orang-orang Nias yang datang ke Sumatera umumnya tinggal dan mencari pekerjaan di daerah Tapanuli – daerah Sibolga – Padangsidimpuan dan sekitarnnya.
A: Ha wa’arau ba Zimarlela
B: Lõ ara sibai, ha 6 (õnõ) wawa.
A: Hadia gaurifa ba da’õ sisa?
B: Ngawa-ngawalõ: fogai gitõ, folaza, fogaragazi , ma zui mokabu lada.
A: No mangowalu’õ ba da’õ sisa?
B: Noa le. No uhalõ boru. No torõi gasagasa khõ ndra amania.
A: Ba hadia li nifake ba da’õ sisa ba?
B: Na falukha ita niha khõda ba talau faliniha. Na fahuhuo ita khõ niha Mbae’a ba fabehadoho ita.
Terjemahan bebas:
A: Berapa lama kamu tinggal di Simarlela* ?
B: Ah tidak lama, cuman enam bulan.
A: Apa saja pencaharian di sana.
B: Macam-macam: menyadap karet, bersawah, menggergaji kayu, atau menanam cabe.
A: Sudah menikah di sana?
B: Sudah. Saya menikah dengan boru. Untuk sementara masih tinggal di rumah mertua.
A: Bahasa apa yang dipakai di sana?
B: Kalau bertemu dengan Orang Nias ya bahasa Nias. Kalau berbicara dengan orang Batak ya ‘fabehadoho’ (berbahasa Batak).
Catatan:
- *Dalam percakapan pertama, si B mengucapkan kata ‘balugu’ – gelar tertinggi adat di Nias Utara. Kata balugu di sana tak ada hubungannya dengan ‘balugu’ dalam pengertian adat itu. Kehadiran kata ‘balugu’ dalam kalimat di atas hanya mengindikasikan situasi ‘antusiasme’ atau ‘semangat’ percakapan.
- **Simarlela, konon, bukan nama daerah di Tapanuli, barangkali yang dimaksudkan si pembuat kisah adalah “Simarlayanglayangâ€. (Mohon koreksi bagi yang lama tinggal si daerah Tapanuli).
Kosakata:
aurifa: penghidupan, mata pencaharian
boru: gadis suku batak
fabehadoho: berbahasa batak
fadirihifi: berbicara dalam salah satu bahasa Barat
gasagasa –sementara
mangowalu – menikah
niha tori – wisatawan
torõi – tinggal
gokil abizzzzz….
saya suku nias tapi saya tidak bisa berbahasa nias
trinitasgolgata@ymail.com
kirim komennya ya
Aq sEneng x., T’nyata msh ada pihak-pihak yG mw ingAt kebIasaan Qt org Nias ketika brbicara pAda zAman dULu…..
Thanks y pk E.haLawa.
sAya sangat Berharap sUpaya haL2 spt Ini lg bs terus diperhatikan terkait hUbungannya untuk mengantisipasi pUnah’y bahasa2 Nias asLi…..
paLAgi anak zaman skg yg tidak mw tw mElestarikan budaya2 leluhur Qt boro wangumao anak gaUL.
………….okay
typologi penggunaan instrumen artikulasi suara dalam bahasa nias menghendaki agar daerah artikulasi suara sinambung, kontiniu, tidak loncat – barang kali kalau loncat seperti misalnya seperti pada kata : aksi – instrumennya adalah tekak atas dan desis ujung lidah ke langit-langit atas masih dirasakan loncat dan belum sinambung sehingga diubah agar makin nyaman diucapkan menjadi asi, atau assi (lihat Morfofonemik bahasa Nias oleh Wa’oezisoekhi Nazara diatas), dengan model berfikir yang sama dalam li niha adalah cukup nyaman untuk mengeluarkan kata dengan konsonan : fdrhf untuk fadirihifi dan fbhdh untuk fabehadoho.
yang menarik dalam pengamatan ini adalah – pengucapan kata dalam bahasa nias dikehendaki agar kata yang disampaikan berada dalam instrumen artikulasi suara yang sinambung atau berdekatan dan tidak meloncat , misalnya seperti fdrhf – bilabial, dental, ujung lidah bergetar, h mengikuti keluar udara konsonan sebelumnya, kemudian kembali bilabial udara keluar., dengan cara yang sama dapat dibuat dengan fbdh – fabehadoho.
barangkali ini juga yang membuat kedekatannya dengan pembentukan kata dalam bahasa arab , dimana informasi dasar hanya tersimpan pada barisan konsonan, artinya akar kata hanya dikenali dari konsonan misalnya fbdh, apakah fabihuduhu, atau fubihidihi, atau fabahadaha dst. tergantung pada fungsinya dalam kalimat.
kesimpulan :
* untuk konsonan, bahasa nias menjaga instrumen artikulasi suara konsonan agar sinambung, runtut tidak loncat, sedangkan bahasa arab menyimpan seluruh pesan dan akar kata pada konsonan.
* untuk vowel, dalam bahasa nias terdapat penambahan konsonan seperti mb, ndr untuk penyesuaian ke konsonan diatas, sedangkan pada bahasa arab perubahan vowel (a,i,u,e,o) menjadikannya funsional , misalnya kata itu akan berfungsi sebagai benda, verba atau keterangan bahkan menandai tenses..
kira-kira demikianlah menurut saya, bagaimana menurut anda
yaahowu
zul azmi sibuea
hahaha…. lucu dan gila………
sungguh karya yg luar biasa. masyarakat nias msh beruntung mempunyai pemerhati bahasanya sendiri. kembangkanlah talenta yg dmliki utk kmjuan nias. ya’ahowu ono niha sihino dola.