Pemanasan Bumi dan Dosa Arsitek
 Tri Harso Karyono
Konferensi Dunia Perubahan Iklim di Bali, Desember 2007, masih menunggu waktu, tetapi pemanasan Bumi tidak dapat ditunggu lagi. Bencana melabrak tempat di mana pun tanpa pandang bulu, negara maju atau terbelakang, kaya atau miskin. Gelombang panas melanda Jepang, Perancis, dan beberapa negara Eropa lainnya. Banjir melanda Korea, Inggris, Sulawesi, dan Kalimantan justru saat musim panas.
Badai laut menelan puluhan korban di kawasan Asia Pasifik. Mei 2003, Amerika dihantam topan Tornado sebanyak 562 kali jauh melebihi yang pernah terjadi pada waktu sebelumnya. Anomali cuaca muncul di segenap penjuru dunia dan sangat berpotensi membawa bencana.
Juli 2003 Badan Meteorologi Dunia memperingatkan akibat pemanasan Bumi, cuaca ekstrem akan lebih sering muncul. Celakanya ancaman ini akan lebih banyak menimpa wilayah sekitar khatulistiwa, tempat negara berkembang umumnya berada.
Pemanasan global
Adalah Baron Jean Baptiste Fourier (1820), ahli matematika Perancis, sebagai penggagas pertama teori “gas rumah kaca” (greenhouse gases). Peran CO2 sebagai salah satu gas rumah kaca sangat dominan dalam mengatur suhu planet. Konsentrasi CO2 atmosfer Bumi adalah yang paling memadai untuk menciptakan suhu ideal bagi kehidupan makhluk hidup. Konsentrasi CO>sub<2>res<>res< di Venus terlalu tinggi, suhu udara planet ini menjadi sangat tinggi dan tidak memungkinkan kehidupan berlangsung di sana. Situasi Mars sebaliknya, rendahnya konsentrasi CO2 membuat planet ini beku dan kehidupan juga tidak dimungkinkan.
Ilmuwan sepakat, pemanasan Bumi disebabkan peningkatan CO2 atmosfer. Konsentrasi CO2 meningkat 25 persen setelah Revolusi Industri. Pusat pemantauan cuaca Amerika di Mauna Loa, Hawaii, memperlihatkan kenaikan CO2 18 persen dari tahun 1958 hingga 2002 dan menaikkan suhu dari 0,5 hingga 2 derajat Celsius.
Pembangkit listrik di Amerika Serikat mengemisi 2,5 miliar ton CO2 per tahun, sementara kendaraan bermotor melepaskan 1,5 miliar ton per tahun. Ilmuwan mengklaim tanpa ada usaha mengurangi emisi CO2, suhu udara Amerika akan meningkat 1,5 hingga 4 derajat Celsius akhir abad ini.
Negara maju gagal mematuhi Protokol Kyoto 1997 untuk memangkas 5 persen emisi CO2 hingga akhir 2012. Konferensi Lingkungan bulan Desember 2003 di Milan memprediksi emisi CO2 di negara maju justru meningkat 17 persen hingga akhir 2010 daripada 20 tahun lalu.
Bangunan boros energi
Studi konsultan energi Inggris, Max Fordam, mengungkap bahwa sektor bangunan mengonsumsi 50 persen total konsumsi minyak nasional negara maju, sektor transportasi mengonsumsi 25 persen, dan sisanya 25 persen dikonsumsi industri. Konsumsi minyak 50 persen di bangunan memperlihatkan betapa rentannya peran arsitek dalam menyumbang CO2 yang memicu pemanasan Bumi.
Dengan suhu udara ekstrem saat musim dingin, negara maju menggunakan energi untuk pemanas ruang. Dengan suhu udara tidak ekstrem, masih berada di sekitar ambang kenyamanan, lebih dari 90 persen bangunan kantor di Jakarta bergantung pada AC yang konsumtif terhadap energi dan melepaskan jutaan ton CO2. Terlalu banyak energi dibuang untuk pendingin ruangan yang semestinya tidak perlu jika arsitek menguasai perancangan bangunan hemat energi sesuai dengan iklim setempat.
Selain membuat pengguna bangunan kedinginan, sebagian besar kantor di Jakarta boros energi karena mematok suhu ruang terlalu rendah. Patokan suhu ruang masih meng-adopt standar asing, ASHRAE, yang terpaut 1 hingga 3 derajat lebih rendah daripada kebutuhan kenyamanan manusia Indonesia; berkonsekuensi membuang 10-30 persen lebih banyak energi. Penelitian di Bandung memperlihatkan suatu potensi penghematan energi; suhu nyaman manusia mendekati suhu udara luar. Dengan rancangan tepat, tidak satu pun bangunan di Bandung memerlukan AC.
Dalam suatu seminar internasional, Dr Robert Vale, penulis buku laris Green Architecture, tercengang mendengar pemaparan saya tentang kemampuan survival manusia tropis seperti Indonesia menghadapi kelangkaan sumber minyak dunia jika benar-benar habis. Untuk kehidupan dasar, manusia tropis tidak memerlukan energi. Manusia tropis dapat hidup dengan pakaian normal di alam bebas atau hidup di bangunan tanpa dinding. Tidak seperti halnya mereka yang bermukim di iklim subtropis, manusia tropis dapat bertahan hidup tanpa pemanas atau pendingin ruangan dan tidak memerlukan energi.
Dosa arsitek
Arsitek merancang kota, mengubah wajah kota, mengukir permukaan tanah kota. Jika kota atau perumahan tidak disediakan trotoar atau jalur khusus sepeda, itu kesalahan arsitek. Arsiteklah yang menyebabkan warga kota menggunakan kendaraan bermotor untuk jarak pendek karena tidak ada trotoar atau jalur sepeda. Arsiteklah yang mensterilkan kota dari pejalan kaki dan pengendara sepeda. Arsiteklah yang membuat kota boros energi dan mengemisi banyak CO2.
Bus tingkat (double decker) di Eropa berisi 70 penumpang mengonsumsi 1/30 bahan bakar per orang per 100 km dibanding kendaraan pribadi ditumpangi satu orang. Bus berpenumpang 25 masih menghemat 1/10 bahan bakar dibandingkan dengan kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi merupakan penyumbang CO2 terbesar di sektor transportasi. Lima liter bensin digunakan kendaraan pribadi akan melepas 15 kilogram CO2 ke udara. Tiga ratus ribu kendaraan pribadi di Jakarta melepas sekitar 4,5 ribu ton CO2 per-hari atau 1,5 juta ton per tahun. Tangan arsitek punya andil besar dalam hal ini.
Tangan arsitek membuat kota miskin ruang terbuka, miskin vegetasi penyerap CO2. Tangan arsitek memanaskan kota karena terlalu banyak perkerasan aspal dan beton, memunculkan fenomena heat urban islands. Kota berperilaku seperti pulau yang memancarkan panas di tengah hamparan lahan yang lebih dingin. Kenaikan suhu kota dan kenaikan suhu lingkungan menyulitkan bangunan dapat nyaman tanpa AC. Semuanya adalah andil arsitek.
Dalam buku terbarunya Adapting Buildings and Cities for Climate Change, Prof Susan Roaf mengutip pernyataan Sir David King, Kepala Penasihat Perdana Menteri Inggris bidang Sains, Climate change is now a greater threat to humanity than terrorism. Perubahan iklim (akibat pemanasan Bumi) jauh lebih berbahaya daripada terorisme.
Arsitek berperan besar dalam memanaskan Bumi. Kekeliruan tangan arsitek akan memanaskan Bumi dan berpotensi lebih besar membasmi manusia dibandingkan dengan kemampuan teroris.
Tri Harso Karyono Guru Besar Arsitektur Universitas Tarumanagara; Peneliti Utama Balai Besar Teknologi Energi (B2TE BPPT), Serpong
Sumber: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0709/11/opini/3830710.htmÂ
saya sebagai mahasiswa arsitek dan sebagai calon arsitek
sangat setuju dengan pendapat pak Tri Harso Karyono.
Dan saya berjanji, apabila saya sudah menjadi arsitek, saya
akan menyelamatkan dunia dari pemanasan global.