Perjuangan Untuk Perempuan Afgan
Oleh Sohaila, anggota Asosiasi Revolusioner Perempuan Afganistan
Jika Anda pencinta kebebasan dan anti-fundamentais, Anda bersama kami, kata Asosiasi Revolusioner Perempuan Afganistan (RAWA). RAWA telah melakukan perlawanan gigih untuk hak-hak azasi, demokrasi dan nilai-nilai sekuler selama 30 tahun. Taliban telah tersingkir dari kekuasaan di Kabul tetapi mereka masih meneror negeri kami.
Yang cukup mengecewakan adalah sedikitnya kemajuan untuk kaum perempuan yang telah dicapai oleh Pemerintahan Hamid Karzai yang didukung oleh negara-negara Barat. Perjuangan RAWA untuk hak-hak perempuan sangat vital dan berbahaya. Kaum perempuan Afgan pemberani ini menghadapi resiko besar setiap hari, tetapi alternatif lain – menyerah pada perlakuan brutal dan merendahkan – bukanlah pilihan mereka.
Perkawinan paksa untuk anak-anak perempuan, terkadang semuda 11 tahun, kekerasan dalam rumha tangga, dan berbagai bentuk perlakuan tak wajar lainnya sudah merupakan hal yang “normal” di Afganistan dan tidak jarang menjurus kepada bunuh diri. Pada bulan November 2006, di Afganistan bagian Utara, Sanubar, gadis berumur 11 tahun diculik oleh penghulu perang (warlord) dan ditukar dengan seekor anjing.
Kemiskinan yang luar biasa, tingkat kematian yang tinggi karena kekurangan gizi dan kelahiran, sikap sangat negatif terhadap perempuan adalah keseharian suram di Afganistan.
Tingkat keamanan bagi gadis-gadis sangat rendah; penculikan, perkosaan dan pembunuhan sangat kerap terjadi. Masa perang tiga puluh tahun telah meninggalkan 2 juta janda di Afganistan, 50 ribu di antaranya di Kabul. Mereka dan anak-anaknya seringkali hidup dalam kondisi yang sangat mengenaskan.
RAWA adalah organisasi politik/sosial tertua bagi perempuan Afganistan. RAWA telah berkampamye untuk perdamaian, kebebasan dan hak-hak perempuan sejak 1977. Perjuangan ini telah berlangsung selama masa pendudukan Uni Soviet, masa serangan Amerika dan masa kejayaan para penghulu perang saat ini.
Para perempuan RAWA yang pemberani ini seringkali menghadapi resiko besar. Meena, pendiri RAWA dibunuh pada tahun 1987 dan karya para anggotanya seringkali menjadikan mereka sasaran fundamentalis. Perang Amerika terhadap terorisme telah menghalau rezim Taliban pada bulan Oktober 2001 tetapi belum melepaskan Afganistan dari fundamentalisme agama.
Pada kenyataannya, dengan mengangkat para penghulu perang pada pusat-pusat kekuasaan di Afganistan, pemerintah Amerika hanya mengganti sebuah rezim fundamentalis dengan yang lain. RAWA mengklaim bahwa Amerika dan pemerintahan Afganistan mengandalkan para pemimpin kriminal Aliansi Utara yang brutal dan sangat anti perempuan seperti Taliban. RAWA percaya bahwa kehadiran Amerika dan tentara asing di Afganistan memperburuk situasi di sana.
RAWA mendukung Malalai Joya (lihat gambar), perempuan yang baru-baru ini dikeluarkan dari keanggotaan parlemen Afgan. Sekembalinya dari perjalanan keliling dunia yang sukses – termasuk pidato di University of South Australia – keanggotaan Joya di Parlemen dibekukan selama tiga tahun karena mengkritik anggota parlemen yang lain. Joya kini sedang diinvestigasi oleh Mahkamah Tinggi dan Kementrian Dalam Negara melarangnya keluar negeri.
Selain tantangan politis, RAWA juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan pelayanan sosial untuk perempuan dan anak-anak yang mengalami trauma luar biasa. Karya ini muncul dalam berbagai bentuk: RAWA telah mendirikan sekolah-sekolah dengan asrama-asrama untuk anak laki-laki dan perempuan, kebanyakan di perkemahan pengungsi, sebuah rumah sakit dengan tim mobil untuk para pengungsi dan panti-panti asuhan. RAWA sangat yakin bahwa pendidikan merupakan kunci perubahan positif yang akan memberdayakan perempuan untuk mengambil tempat yang pantas dalam Afganistan yang bebas dan demokratis, yang bebas dari fundamentalisme dan kekerasan.
Sayangnya, karena RAWA tidak mendukung rezim pemerintahan Karzai, RAWA tidak menerima bantuan resmi internasional. Projek-projek kemanusiaan RAWA bergantung dari bantuan yang datang dari kelompok-kelompok pendukung di luar negeri.
Salah satu dukungan itu adalah SAWA (Asosiasi Dukungan untuk Perempuan Afganistan) yang bermarkas di Adelaide dan yang memiliki cabang di kota-kota lain di Australia. Kelompok ini berusaha mencari dana untuk projek-projek RAWA dan menyebarkan berita tentang berbagai persoalan yang dihadapi perempuan dan anak-anak Afganistan.
Dana yang diperoleh dari Australia dimanfaatkan untuk Sekolah Menengah Atas anak-anak perempuan “Nasimah Shaheed” di perkemahan pengungsi di perbatasan Afganistan / Pakistan. Sekolah ini memiliki kurikulum sekular yang didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan, persamaan dan penghormataan pada pihak lain. Sekolah ini menyediakan pendidikan dan bahan-bahan ajar gratis kepada 300 pelajar putri dan asrama bagi pelajar yang orang tuanya tinggal di daerah di mana tidak tersedia sekolah bermutu baik.
Kurikulum sekolah-sekolah pemerintah di Afganistan didominasi oleh pelajaran agama dan menekankan ideologi yang menganggap bahwa seorang perempuan nilainya hanya setengah nilai seorang laki-laki. Karena itu banyak orang tua di Afganistan mengirim anaknya belajar di sekolah-sekolah RAWA di Pakistan karena sekolah-sekolah ini menawarkan keamanan dan pendidikan bermutu yang bebas dari indoktrinasi fundamentalis.
Dua tahun lalu, menurut kantor UNICEF cabang Kabul, lebih dari sejuta anak perempuan berusia antara 7 hingga 13 tahun tidak masuk sekolah. Sekarang, anak-anak perempuan menjauhi sekolah, karena sering menjadi sasaran Taliban. Lebih dari 400 sekolah telah diserang selama 10 bulan terakhir; guru-guru dibunuhi di depan kelas. Bulan lalu saja (Juli), 6 pelajar ditembaki ketika sedang menuju sekolah, dua di antaranya menjadi korban. (*)
Sumber: Advertiser, 4 Agustus 2007
April 15th, 2008 at 1:49 PM
Semoga Tuhan memberikan penghiburan yang kekal kepada para perempuan dan anak- anak yang tertindas dan teraniaya di Afgan. Kiranya Tuhan memberikan keberanian kepada para pemimpin dunia dan masyarakat dunia untuk memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi anak- anak dan perempuan yang teraniaya.