Ketenangan di Dalam Badai

Saturday, July 14, 2007
By nias

Bahan bacaan: Mat. 14:22-33 bdk. Markus 6:45-52; Yoh. 6:16-21

Mat 14:22 Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, sementara itu Ia menyuruh orang banyak pulang.

Yesus dalam bagian ini ’memerintahkan’, bukan hanya ’menyarankan’. Keberangkatan murid-murid, mendahului Yesus ke seberang bukan hanya inisiatif Yesus, tetapi keharusan bagi murid-murid untuk mentaati.

Apa yang Tuhan perintahkan dalam hidup saya waktu lalu, sekarang atau untuk ke depan? Sudahkah saya taat? Menarik bahwa Yesus memerintahkan murid-murid pergi tanpa Dia berada disana (secara fisik) bdk. Markus 4:35-41. Saya ingat ketika masih kecil, seorang anak ditemani kemana-mana, tangannya dipegang; tidak dibiarkan berjalan sendiri. Tetapi kemudian, dia mulai diberi kepercayaan berjalan sendiri; tetapi orangtuanya memperhatikannya dari jauh. Dengan pertambahan usia dan pertumbuhan/ kedewasaannya, seorang anak semakin ’dilepas’; bahkan mungkin jarang bertemu orangtuanya lagi.

Saya melihat murid-murid yang sudah melalui ’tahapan’ dalam kisah badai sebelumnya dengan Yesus ’masih’ di dalam perahu; sekarang diberi kepercayaan untuk berangkat sendiri. Tapi Yesus tetap memperhatikan mereka, bahkan sesungguhnya Dia tetap ada bersama-sama mereka.

Dalam perjalanan hidup terkadang ada ’kelas-kelas’/tahapan Tuhan ’memerintahkan dan membiarkan kita berjalan sendiri’.

Yang saya yakin, orangtua tidak akan melepas anaknya untuk berjalan sendiri kalau anak itu belum memiliki kemampuan. Apalagi Tuhan. Dia tentu tahu/lebih kenal saya. Terkadang saya takut, bingung; tapi bagian ini mengajarkan…Tuhan tahu dan dapat memampukan saya. Bagaimanapun Ia yang memerintahkan, saya hanya perlu taat.

Adakah saat-saat seperti ini dalam kehidupan saudara? Jangan melihat hal ini seolah-olah Tuhan meninggalkan/tidak lagi peduli; tetapi lihat hal ini sebagai kepercayaan, tanda pertumbuhan/kedewasaan saya. Dan taatilah!

Mat 14:23 Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri. Ketika hari sudah malam, Ia sendirian di situ.

Setelah melakukan banyak hal, Yesus sendiri mengambil waktu untuk berteduh dengan Bapa. Bagaimana dengan saya? Terkadang saya terlalu sibuk ’bekerja’ tanpa memberi waktu untuk berteduh dengan Bapa. Sebenarnya dengan berdoa, Yesus justru sedang memfokuskan diri pada murid-muridNya yang sedang dalam perjalanan. Terkadang justru kita tidak harus bertindak apa-apa; apalagi kalau keadaan orang lain itu memang diluar kemampuan kita. Berdoalah baginya/bagi mereka.

Sebenarnya Yesus tahu keadaan/kondisi perjalanan murid-murid yang tidak mudah. Tetapi Dia tidak langsung mendatangi mereka.

Mat 14:24 Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.

Mungkin ada diantara kita yang berkata, ”Saya sudah mentaati panggilan/perintah Tuhan. Tetapi mengapa hidup saya mengalami begitu banyak kesulitan, yang bahkan membuat saya putus asa…” Bagian ini jelas menunjukkan tidak ada yang salah dengan keadaan itu. Murid-murid Yesus pun menghadapinya. Di dalam perjalanan, beberapa mil dari pantai…artinya sudah cukup jauh berlayar…diombang-ambingkan… Ya, seandainya mereka masih di tepi pantai, atau belum jauh tentu mudah sekali untuk segera kembali/ terhindar dari badai itu. Tetapi sekarang kemana mereka harus pergi? Tidak mungkin kembali, tetapi untuk melanjutkan perjalanan pun sudah terlalu sulit. Bahkan mungkin saja mereka berpikir, ”perjalanan kita berakhir sampai disini.”

Disini saya bertemu dengan banyak profesor dan mahasiswa teologi, kenyataannya mereka juga mengahadapi berbagai tantangan yang kadang membuat putus asa. Dalam banyak sharing mereka berkata bahwa ,”Bahkan saya tidak tahu apa yang akan saya hadapi hari ini, besok dan ke depan. Saya sungguh-sungguh takut, gentar…rasanya sebentar lagi saya akan ’tenggelam’.”

Mat 14:25 Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air.

Sebagian besar orang memperkirakan murid-murid berangkat pukul 6 sore. Lalu menghadapi badai berjam-jam, tetapi Yesus ’baru datang’ pukul 3 pagi (keesokan harinya). Apa Yesus tertidur? Apa Yesus lupa atau sengaja menyakiti/menakut-nakuti murid-murid? Berapa lama waktu yang sudah saudara gunakan untuk bergumul dalam satu hal/perkara yang teramat sulit? Kapan Tuhan beri kelepasan? Terkadang saya mengalami, hampir saja pertolongan itu seakan-akan ’terlambat’ atau ’nyaris tidak datang’. Saya sudah berdoa bertahun-tahun, bahkan berpuasa, ”tapi tidak ada pertolongan saya rasakan.” Ketika akhirnya saya hampir tidak ada harapan, sudah putus asa, dengan seketika pertolongan Tuhan dinyatakan. Saya lalu bertanya, mengapa Tuhan bukan dari dulu?

Lalu saya melihat diri saya…melalui waktu-waktu yang melelahkan itu, saya lebih banyak belajar. Saya sendiri mengalami pertumbuhan. Seseorang yang pertama mengalami badai tentu sangat lemah, tetapi setelah lama dan beberapa kali; dia akan mengalami kekuatan lebih. Dalam proses belajar, tidak baik bila seseorang terus didampingi dan ditolong ketika mengalami kesulitan. Terkadang harus dibiarkan berusaha sendiri, dan ketika sudah tidak mampu, pertolongan pun diberikan. Tetapi hal ini juga dapat berarti, Tuhan ingin/mengijinkan kita sampai pada batas kekuatan kita. Dengan demikian kita dapat mengenali kelemahan diri dan kebergantungan/kebutuhan penuh akan Tuhan. Ketika kita masih memiliki kekuatan, cenderung tidak terlalu peduli akan Tuhan.

Tuhan tahu yang terbaik untuk kita, dan tidak ingin menyakiti kita. Tuhan tahu waktu yang terbaik bagi kita. Bagaimana pun perjalanan hidup ini ada dalam kendaliNya.

Mat 14:26 Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: “Itu hantu!”, lalu berteriak-teriak karena takut.

Tuhan yang datang untuk menolong, dilihat ’sebagai hantu’. Keadaan yang terlalu berat, persoalan yang sangat menekan memang dapat mengacaukan ’kesadaran/pengenalan kita akan Tuhan.’ Kebaikan dapat kita anggap sebagai keburukan dan sebaliknya keburukan dapat dianggap sebagai kebaikan. Murid-murid yang sudah berjam-jam dilanda badai, saat itu tidak dapat berpikir dengan baik. Terkejut, ketakutan, berteriak-teriak…

Apa Yesus memang terlihat mengerikan? Saya pikir tidak. Persoalan yang berlarut-larut, tekanan pekerjaan dan keluarga yang tidak mendukung, atau kelemahan pribadi yang tidak bisa teratasi dan hal-hal lain yang melelahkan; dapat membuat seseorang sulit memahami kebaikan atau bahkan menerima kasih yang ditawarkan. Hal yang menarik adalah Yesus tidak marah dengan keadaan mereka ini. Itu ’wajar’.

Mat 14:27 Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

Keadaan yang membuktikan batas kekuatan para murid, tidak dibiarkan seterusnya. Yesus ’berkata….’ sebenarnya satu keadaan untuk mengembalikan kesadaran mereka/pengenalan akan Dia. Terkadang saya butuh ’sentakan/ suara yang menolong untuk mengenali kembali seseorang atau sesuatu hal’.

Yesus tidak marah, tetapi memberi kedamaian, ’hal yang sangat dibutuhkan di tengah badai yang menakutkan.’ Tenanglah = tidak perlu panik, ketakutan, cemas. Aku ini ungkapan yang sama dengan pernyataan dalam Perjanjian Lama = Aku adalah Aku, YHWH, Allah yang berkuasa ada di dekat dan bersama mereka, karena itu tidak perlu takut! Keadaan di luar bisa kacau, tetapi karena Yang Maha Kuasa ada bersama saya…maka ada ketenangan. Kalaupun badai tetap ada, Ia dapat melakukan apapun dan menolong saya melalui badai itu, bahkan dapat melakukan perkara besar melalui/ dalam badai itu. Ketika saya mengenal Allah yang menyertai perjalanan saya; seharusnya tidak ada kegentaran dalam perjalanan hidup ini.

Mat 14:28 Lalu Petrus berseru dan menjawab Dia: “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.”

Tetapi sekali lagi, kita butuh kepastian. Diantara para murid, terlihat seorang yang terus terang, ingin membuktikan bahwa benar itu Tuhan yang datang tolong. Memang dikatakan bahwa Petrus memiliki karakter yang terkadang terlalu cepat bertindak. Tetapi saya melihat satu kejujuran, kepolosan di hadapan Tuhan. Dan Tuhan memberi kesempatan untuk itu.

Mat 14:29 Kata Yesus: “Datanglah!” Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.

Yesus tidak menegur Petrus atas keinginannya. Datanglah…satu ungkapan “Aku menerimamu bahkan dalam keadaanmu yang seperti sekarang…kacau..ketakutan..bingung…, datanglah…”

Mat 14:30 Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak: “Tuhan, tolonglah aku!”

Sayang bahwa keinginan kita mudah sekali digoyahkan. Ketika ada ‘angin’ saya menjadi goyah. Padahal dari tadi juga ada angin. Hanya sekarang ada Yesus yang ’berkuasa atas angin’. Tetapi saya mengarahkan diri/ lebih memperhatikan angin. Akibatnya saya goyah, takut, tenggelam. Tetapi kemudian menyadari ada Yesus yang bisa tolong. Petrus segera berseru, ”Tuhan, tolonglah aku!”

Berseru, berteriak kepada Yesus…meskipun ini bukti kelemahan, tetapi justru terlihat pengenalan…bahwa ada satu Pribadi yang dapat menolong, bagaimanapun keadaan saya yang ’hampir tenggelam’.

Mat 14:31 Segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata: “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”

Lalu Yesus ’segera’ menolong. Tuhan tidak ingin membiarkan kita tenggelam, tidak tertolong. Dalam keadaan seperti ini Tuhan tidak menunggu waktu; saat itu juga diangkat dari persoalan. Menarik bahwa Yesus menyatakan Petrus sebagai orang yang ’kurang percaya’, bukan tidak percaya. Tetapi Yesus tidak dinyatakan memarahi murid-muridNya, juga Petrus yang ’terombang-ambing’. Awalnya sudah percaya, kemudian mengganti fokus, bukan memandang Yesus tetapi ’angin’. Ini penyebab kebimbangan.

Mat 14:32 Lalu mereka naik ke perahu dan anginpun redalah.

Apakah Yesus sudah meredakan anging badai di luar perahu? Tidak ada pernyataan itu. Tetapi setelah Yesus berada bersama-sama mereka, sesudah mereka mengalami ketenangan dengan kehadiranNya, angin pun redalah. Seorang penulis menyatakan bahwa badai yang terbesar sebenarnya berada di dalam diri kita. Tuhan lebih tertarik menyelesaikan badai di dalam diri kita. Dengan demikian ada ketenangan meskipun keadaan diluar kita ’tidak tenang’.

Banyak orang yang mencoba menyelesaikan persoalan yang ada di luar dirinya; tetapi tidak pernah merasakan ketenangan. Akibatnya mereka terus berusaha dan tidak pernah menemukan kelegaan. Selama kita ada/hidup di dalam dunia, maka kehidupan akan selalu berhadapan dengan persoalan, badai dan tantangan yang tidak berkesudahan. Kalaupun saya dapat mengendalikan keadaan diri saya, tetapi bagaimana dengan orang-orang sekitar, atau alam yang tidak dapat saya kendalikan. Kalau tidak ada kedamaian dalam hati saya, maka sepanjang hidup saya akan selalu merasa ketakutan, terancam dan hidup dalam kekacauan.

Tetapi di dalam Kristus, ada kelegaan sejati.

Menerima Kristus bersama-sama kita, hidup di dalam diri saya dan menyertai perjalanan hidup saya; merupakan kedamaian sejati dan tidak dipengaruhi oleh keadaan sekitar.

Mat 14:33 Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: “Sesungguhnya Engkau Anak Allah.”

Keadaan mereka yang dipulihkan membuat mereka kembali menyadari bahkan mengenal pribadi Yesus dengan benar. Menarik bahwa mereka dapat menyatakan Yesus sebagai Anak Allah, bukan hanya sebagai pereda badai saat itu.

Saya ingat pernyataan Ayub setelah kesesakan hidupnya, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.” Ayub 42:5.

Terkadang Tuhan mengijinkan kita melalui badai-badai dalam kehidupan untuk mengenaliNya secara sungguh. Yesus bukan hanya pereda angin badai, penyedia kebutuhan saya, dsb…tetapi “Ia adalah Anak Allah, Ia adalah Allah sendiri”.

Saya ingat lagu…”Dalam badai hidupku Yesus kupegang teguh, walau jiwaku lemah kubersandar padaNya. Yesuslah harapanku,…apa jua menerpa, kubersandar padaNya.

Belajar dari bagian ini saya melihat, perjalanan kita seharusnya berdasarkan perintah Tuhan. Kemudian dalam perjalanan, tidak ada jaminan bahwa perjalanan itu nyaman tanpa persoalan. Persoalan Tuhan pakai untuk mendidik/menguatkan kita, dan Tuhan selesaikan pada waktu dan caraNya. Persoalan yang terbesar sebenarnya berada di dalam diri saya, dan bila saya memberikan Yesus kesempatan untuk menguasai diri saya, maka ada ketenangan sejati yang tidak dipengaruhi oleh keadaan sekitar.

Tuhan memberkati.

Salam kasih,

Tety Novriyanti Telaumbanua

One Response to “Ketenangan di Dalam Badai”

  1. saya senang membaca renungan ini, kiranya memberi inspirasi bagi banyak pembaca sehingga kita semakin bertumbuh dalam iman kepada Tuhan Yesus.

    #9259

Leave a Reply

Kalender Berita

July 2007
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031