Pemerintah Prioritaskan Dokter di Daerah Terpencil
Kurangnya tenaga medis, terutama dokter spesialis sangat dirasakan di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah pun memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di daerah terpencil, sangat terpencil dan tertinggal.
“Inginnya semua, tapi untuk tahap awal diutamakan di daerah-daerah yang terpencil, sangat terpencil dan tertinggal seperti Papua dan Irian Jaya Barat,” kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Kesehatan Muharso di Jakarta, Senin (23/4).
Saat ini, program khusus penambahan dokter spesialis melalui “crash programme” yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertengahan Maret 2007 itu, baru bisa dilaksanakan di Wamena (Papua), Nias dan Nias Selatan.
Pemenuhan kebutuhan dokter spesialis dasar yakni spesialis bedah anak, penyakit dalam dan kebidanan di ketiga daerah tersebut, dilakukan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hassanuddin (Makassar) dan Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta).
“Di Wamena sudah dipenuhi dari Universitas Hassanuddin, di Nias dan Nias Selatan dipenuhi dari Universitas Gadjah Mada,” kata Muharso.
Ia menjelaskan pula, bahwa saat ini pemerintah menjalin kerja sama dengan fakultas kedokteran di tujuh universitas di Indonesia untuk membantu pemenuhan kebutuhan dokter spesialis di daerah, termasuk di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hassanuddin, Universitas Padjadjaran dan UNS.
Sebelum menyelesaikan pendidikannya, ia menjelaskan, secara bergilir mahasiswa program spesialis di ketujuh fakultas kedokteran itu ditugaskan ke daerah terpencil dan sangat terpencil selama tiga bulan melalui program “senior resident”.
“Di samping mendapatkan gaji, calon dokter spesialis yang dikirim ke daerah terpencil dan sangat terpencil tersebut mendapatkan insentif sebesar Rp 7,5 juta rupiah dari pemerintah,” jelasnya.
Lebih lanjut, dijelaskan pula bahwa pemerintah membuat program khusus untuk menambah jumlah dokter spesialis yang hingga kini belum sesuai dengan standar kebutuhan pelayanan kesehatan.
Sampai akhir tahun 2006, jumlah dokter spesialis di Indonesia sebanyak 12.374 orang (rasio 6/100 ribu penduduk), sedangkan kebutuhan dokter spesialis tahun 2010 diperkirakan sebanyak 21.234 orang (rasio 9/100 ribu penduduk).
Program khusus tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan tenaga kesehatan berkualitas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di seluruh pelosok Indonesia.
Sumber: Harian Global, 24 April 2007
September 14th, 2007 at 5:18 PM
Sebetulnya yang mempengaruhi adalah bagaimana biaya masa pendidikan dijaga jangan selangit, jangan ada kartel-kartelan dari senior-senior sehingga spesialis yang baru lulus tidak hanya memikirkan bayar utang. Bagaimana mau dokter spesialis banyak kalau untuk mengambil spesialisasi saja sampai menghabiskan 400 jutaan.
Mengenai jaminan setelah lulus sebetulnya amat besar pengaruh dari biaya sekolah ini. Biarkan spesialis banyak seingga akan mempengaruhi suplay dengan sendirinya.