Masih Traumakah Penduduk Nias Sebagai Akibat Bencana Alam?

Wednesday, March 28, 2007
By nias

*Artikel dalam rangka peringatan 2 tahun “28 Maret 2005” Gempa Bumi di Nias

Oleh: Restu Jaya Duha

Mengapa Tema ini Aktual?
Ini adalah pertanyaan pertama yang menurut saya adalah hal mendasar. Sebab, dengan pertanyaan inilah setiap pemerhati Kepulauan Nias diiring melihat kembali sejenak situasi di daerah kita.

Bumi kita ini adalah tempat yang paling kita senangi dan paling kita cintai, baik untuk kehidupan manusia itu sendiri maupun sebagai ruang bagi flora dan fauna. Manusia sanggup bereksplorasi ke planet lain, seperti Mars namun hingga kini planet-planet yang ditemukan tidak layak untuk dihuni. Jadi, planet Bumi tetaplah satu-satunya yang layak huni di jagat raya ini dan yang mampu memberikan ruang kehidupan bagi makhluk hidup.

Bumi terdiri dari 9 lempengan, yaitu: lempengan Eropa-asia, Australia, Pasifik, India, Antartika, Afrika, Arab, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Kepulauan Nias terletak di atas lempengan Eropa-asia dekat perbatasan dengan lempengan Australia. Lempengan-lempengan tersebut selalu bergerak setiap saat menurut arahnya masing-masing dan di saat tertentu menimbulkan tumbukan yang akhirnya mengakibatkan bencana alam, seperti gempa, yang bahkan berpotensi memicu tsunami.

Lempengan Eropa-asia bergerak ke arah lempengan Australia atau sebaliknya, kemudian timbul patahan di dasar laut, atau patahan lain di dalam kulit bumi, maka hal inilah yang menimbulkan gempa hebat seperti pada tanggal 28 Maret 2005 yang lalu.

Kalau lempengan yang satu bergerak, maka lempengan yang lain juga akan bergerak memberi reaksi, namun kapan akan terjadi tumbukan atau patahan selanjutnya pada lempengan lainnya seperti yang terjadi di Kepulauan Nias, tidak ada seorangpun yang tahu secara pasti. Para ahli hanya bisa memperkirakannya, misalkan dengan menganalisa jumlah pada setiap titik rawan gempa, yang ironisnya terletak dan tersebar paling banyak di sekitar kepulauan Nias atau kawasan pantai barat.

Memang bumi kita ini tidaklah kekal, akan selalu terjadi perubahan, pergerakan lempengan pun terjadi sangat drastis saat ini. Artinya perubahan luas sebuah daratan atau permukaan tanah pun berubah cepat.

Pada situasi sekarang, manusia semakin tergantung kepada lingkungan alamnya yang semakin terbatas kemampuannya. Bumi semakin pelit untuk menyediakan lahan pemukiman. Bumi telah mengisyaratkan bahwa banyak sumber daya alam tidak akan mencukupi lagi. Atau bumi telah mengisyaratkan ancaman-ancaman besar bagi manusia, seperti akibat rumah kaca atau akibat pemanasan global. Sementara manusia semakin membutuhkan banyak hal dari planet Bumi. Manusia memanfaatkan sumber daya alam semaksimal mungkin dan melalaikan keterbatasannya, hingga bencana demi bencana terjadi.

Bencana alam sangat berdampak kepada lingkungan hidup manusia selanjutnya dan juga berimbas pada perubahan lingkungan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Banyak hal yang bisa terjadi pada masyarakat atau individu setelah bencana alam, kejadian yang paling parah dan menyayat hati masing-masing orang adalah kematian, trauma, kehilangan harta benda, kerusakan infrasruktur, kerusakan lingkungan, dll.

Tema ini juga sangat menarik buat saya, karena kejadian gempa bumi di Nias tanggal 28 Maret 2007 saya alami sendiri.

Arti Trauma dan Gejala-gejalanya
Definisi trauma sangatlah susah untuk diuraikan dengan tepat dan bentuknya tidak dapat dikenali secara langsung dengan kasat mata, namun hanya dapat diketahui dengan melihat gejala-gejala yang diakibatkan oleh trauma. Menurut pendapat Peter A. Livine (1998): “Ein Trauma wird durch stress erzeugende ereignisse verursacht, die sich außerhalb normaler Menschliche Erfahrung bewegen und die auf fast jeden Menschen stark belastend wirken. Diese Defenition schliesst die folgenden ungewöhnlichen Erfahrungen ein: Massive Bedrohungen des Lebens oder der körperlichen Integrität”. (arti dalam Bahasa Indonesia, kurang lebih sebagai berikut: sebuah trauma disebabkan melalui stres, yang bergerak di luar pengalaman normal atau di luar kesadaran manusia dan menimpa hampir setiap orang yang menderita beban yang kuat/berat. Definisi ini dapat diringkas dari pengalaman sebagai berikut: seperti ancaman keras terhadap kehidupan atau ancaman terhadap integritas tubuh manusia).

Gejala-gejala trauma sebagai berikut:

  • Gangguan tidur
  • Seringkali menangis
  • Hiperaktiv
  • Sangat sensitif terhadap cahaya dan suara
  • Depresi, takut akan datang malapetaka
  • Kurang tertarik untuk hidup selanjutnya
  • Fluktuasi suasana hati, kadang senang dan kadang marah tanpa sebab.
  • Tidak mempunyai perasaan menolong.
  • Mimpi buruk
  • Sering terkejut
  • Takut akan kematian, dll.

Akibat Bencana Alam di Nias
Akibat kepulauan Nias tertimpa 2 bencana beruntun beberapa data dapat disajikan sebagai berikut :

  • Bencana yang pertama yaitu tsunami pada 26 Desember 2004 yang bersamaan dengan tsunami Aceh, di kepulauan Nias menimbulkan korban jiwa 122 orang dan 18 orang dinyatakan hilang, disamping itu kehilangan harta benda.
  • Belum berhenti dari kepedihan akibat bencana tsunami, terjadi lagi bencana kedua yaitu gempa bumi dasyat berkekuatan 8,7 SR pada 28 Maret 2005 yang berdampak jauh lebih mengerikan yang meliputi hampir seluruh penduduk Kepulauan Nias. Tercatat 839 jiwa meninggal dunia, labih dari 6.279 terluka, 15.000 rumah hancur dan lebih dari 30.000 rumah rusak berat dan ringan. Infrastruktur vital yang ada ikut hancur, contohnya 12 pelabuhan dan pangkalan ikan, 800 km jalan kabupaten dan 266 km jalan propinsi. Lebih 700 unit gedung sekolah atau 90 persen gedung sekolah di Nias, 2 rumah sakit dan ratusan puskesmas dan ribuan gedung peribadatan. (BRR, 2006).

Beberapa cuplikan foto sebagai akibat gempa 28 Maret 2005 di kepulauan Nias Sumber (Foto: Restu Jaya Duha, Maret-April 2005)

Foto 1: Kerusakan rumah penduduk dan harta benda di Jl.Sirao G.Sitoli

Foto 2: Kerusakan fasilitas ekonomi – Pasar Ya’ahowu (“Pasar Bertingkat”) di Pasar G.Sitoli.

Foto 3: Kerusakan fasilitas kesehatan-Apotik di Pasar G.Sitoli.

Foto 4: Penduduk berusaha menyelamatkan harta benda dari reruntuhan bangunan.


Foto 5: Disamping terjadi kerusakan bangunan, beberapa tempat dibarengi kebakaran.


Foto 6: Anak-anak yang paling menderita tidur/mengungsi di tenda yang
bahannya diambil dari sisa reruntuhan bangunan.


Foto 7: Seorang Ibu mengurus bayinya di luar rumah karena takut tertimpa bangunan.


Foto 8: Korban gempa yang luka-luka mengungsi di lapangan Pelita Gunung Sitoli.


Foto 9: Terjadi kepanikan “penduduk eksodus” karena mendengarkan isu bahwa Pulau Nias akan tenggelam.


Foto 10: Peti mati utk korban meninggal yang ditemukan.

Konsekuensi pada Penduduk Nias
Membaca gejala-gejala trauma dan akibat bencana alam di Nias serta melihat beberapa cuplikan foto sebagai akibat dari gempa Nias tersebut, maka setelah 2 tahun, muncul beberapa pertanyaan berikut ini untuk didiskusikan:

  • Bagaimana persepsi masyarakat terhadap bencana alam dan selanjutnya bereaksi?
  • Terdapatkah trauma bersifat kolektif atau trauma bersifat individu sebagai akibat bencana alam?
  • Jika ja: Bagaimana gejala-gejala traumanya?
  • Bagaimana perkembangan trauma tersebut?

Literatur Utama

  1. GÜNTHER, Horst (1994): Das Erdbeben von Lisabon, Berlin: Verlag Klaus Wagenbach
  2. KARGER, Andrea/Heinz, Rudolf (Hg.) (2004): Trauma und Gruppe : psychoanalytische, philosophische und sozialwissenschaftliche Perspektive, Gießen : Psychosozial-Verlag
  3. LEVINE, Peter A./Frederick, Ann (1998): Trauma Heilung, das Erwachen des Tigers Unsere Fähigkeit, traummatische Erfahrungen zu transformieren, Essen: Synthesis Verlag
  4. WILSON, John P. (1989): Trauma, Transformation and Healing an Integrative Approach to Theory, Research, and Pos-Posttraumatic Therapy, New York: Brunner/Mazel

Ya’ahowu

Karlsruhe-Jerman, 21 Maret 2007

Restu Jaya Duha

14 Responses to “Masih Traumakah Penduduk Nias Sebagai Akibat Bencana Alam?”

Pages: [1] 2 » Show All

  1. 1
    Agus Paterson Sarumaha Says:

    Artikel ini menarik untuk ditelaah, trauma masyarakat Nias akibat gempa dan tsunami yang memporak-porandakan sendi kehidupan sangat membekas dalam jiwa, perlu kiranya healing untuk menghilangkan trauma masyarakat pada gempa dan tsunami sehingga kehidupan dapat normal kembali, untuk melakukan terapi trauma healing tersebut, diperlukan satu institusi trauma center di Nias yang berperan sebagai Disaster Manegement, meliputi :
    – Sistim Pencegahan Dini (Early warning System)
    – Emergency
    – Recovery (Pemulihan Fisik lewat rekonstruksi/Rehabilitasi dan Jiwa lewat Healing).

    Terima kasih,

    Agus Paterson Sarumaha

  2. 2
    Restu Jaya Duha Says:

    Ya’ahowu
    Bapak Agus Paterson Sarumaha

    Terima kasih atas tanggapannya, sebagai akibat bencana alam bisa menimbulkan Trauma pada penduduk Nias, nah seperti saran Pak Sarumaha: dibutuhkan terapi “Trauma Healing” melalui satu Institusi Trauma Center di Nias yang berperan sebagai Disaster Manegement, meliputi :
    – Sistim Pencegahan Dini (Early warning System),
    – Emergency
    – Recovery (Pemulihan Fisik lewat Rekonstruksi/ Rehabilitasi dan Jiwa lewat Healing).

    Kalau boleh tahu, bagaimana Sistim Pencegahan Dini (Early warning System), Emergency dan Recovery (Pemulihan Fisik lewat rekonstruksi/Rehabilitasi dan Jiwa lewat Healing)yang Pak Sarumaha maksudkan.

    Sebelum melakukan hal di atas, saya pikir, perlu dikaji terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
    – Bagaimana persepsi masyarakat terhadap bencana alam dan selanjutnya bereaksi?
    – Terdapatkah trauma bersifat kolektif atau trauma bersifat individu sebagai akibat bencana alam?
    – Jika ja: Bagaimana gejala-gejala traumanya?
    – Bagaimana perkembangan trauma tersebut?

    Dengan mengetahui dan mendiagnosa hal-hal tersebut di atas, diharapkan dapat ditelaah cara terapi “Trauma Healing” yang efektif.
    Ada ide atau info?

    Salam dari Karlsruhe

    Restu Jaya Duha

  3. 3
    Agus Paterson Sarumaha Says:

    Terima kasih untuk respon bapak Restu Jaya Duha

    Seperti tanggapan yang telah saya sampaikan pada artikel bapak, bahwa perlu dibangun satu institusi Trauma Center di Nias yang berperan sebagai Disaster Management yang meliputi : Early Warning System, Emergency, Recovery.

    Ketiga peran Disaster Management diatas akan membentuk masing-masing Divisi, dalam satu struktur organisasi.

    Fungsi dari Divisi Early Warning System adalah :

    Melakukan sosialisasi kepada masyarakat tindakan preventif, bilamana terjadi bencana baik gempa bumi, tsunami, kebakaran, banjir dll, dengan cara simulasi

    Membangun teknologi monitoring dengan perangkat GPS (Global Positioning System) yang dihubungkan dengan sistem komputer sehingga setiap gerakan alam dapat dipantau kemudian di informasikan dengan cepat kepada masyarakat dengan cara Voice.

    Fungsi dari Divisi Emergency

    Melakukan Tanggap Darurat, dengan memindahkan masyarakat yang kena bencana ketempat yang aman, mensuplai langusung bahan makanan, obat-obatan, mobile sarana air bersih dan Sarana (Mandi, Cuci, WC).
    Melakukan koordinasi kepada semua pihak yang akan terlibat menjadi volunteer.

    Fungsi dari Divisi Recovery

    Recovery terdiri dari 2 unit :

    1. Unit Rekonstruksi / Rehabilitasi
    2. Unit Terapi Healing

    Unit Rekonstruksi/Rehabilitasi :

    Melalui unit ini diperlukan PR (Public Relation) kepada donor yang akan bersedia membantu dalam merekonstruksi maupun merehabilitasi kerusakan bangunan fisik pada masyarakat, tentu prinsip transparency dan accountability sangat diperlukan guna menjamin pembangunan kembali sehingga para donor trust terhadap intitusi ini.

    Unit Terapi Healing

    Unit ini mempunyai harus mempunyai ahli phisikologi yang membantu pemulihan mental dari korban bencana, tentu para korban akan disegmentasi menurut katagori : Anak-anak, Remaja, Dewasa, Orangtua,
    Masing-masing katagori akan di terapi healing dengan cara yang berbeda.

    Demikianl penjelasan singkat saya bapak restu, mohon maaf atas kekurangan-kekurangan penjelasan saya.

    Saohagolo,

    Agus Paterson Sarumaha

  4. 4
    Restu Jaya Duha Says:

    Yth. Bapak Agus Paterson Sarumaha

    Terima kasih atas tanggapannya dan salut buat idenya; kalau tidak salah malah idenya sudah sebagian dijalankan, contohnya: Unit Rekonstruksi/Rehabilitasi oleh BRR, Pemerintah, NGO dan organisasi lainnya.

    Kalau fungsi dari Divisi Early Warning System, fungsi dari Divisi Emergency dan Unit Terapi Healing, menurut saya perlu dilaksanakan dan ditingkatkan jika sudah pernah dilakukan. Terlebih-lebih Unit Terapi Healing, sebab setiap daerah bencana bisa mengalami “gejala-gejala trauma” baik individu maupun kelompok. Sesuai penjelasan Pak Sarumaha: “Unit ini harus mempunyai ahli phisikologi yang membantu pemulihan mental dari korban bencana, tentu para korban akan disegmentasi menurut katagori : Anak-anak, Remaja, Dewasa, Orangtua. Masing-masing katagori akan di terapi healing dengan cara yang berbeda”.

    Demikian yang bisa saya diskusikan.
    Semoga ada ide atau informasi dari Netter tentang kajian : Bagaimana persepsi masyarakat terhadap bencana alam dan selanjutnya bereaksi? Terdapatkah trauma bersifat kolektif atau trauma bersifat individu sebagai akibat bencana alam? Jika ja: Bagaimana gejala-gejala traumanya? Bagaimana perkembangan trauma sejak bencana hingga sekarang setelah 2 tahun?

    Dengan mendiagnosa hal-hal tersebut di atas, diharapkan dapat ditelaah cara terapi “Trauma Healing” yang efektif.

    Salam hormat saya,

    Restu Jaya Duha

  5. 5
    Agus Paterson Sarumaha Says:

    Buat Bapak Restu Jaya Duha,

    Saya ingin sharing kepada bapak atau juga kepada seluruh netter niasonline.net, Pertengahan Februari 2007 lalu, salah seorang kerabat saya datang dari Nias ke Jakarta dalam rangka bisnis, ketika saya menjemput beliau bukan main saya terperanjat melihat kondisi beliau tiba-tiba ada serangan jantung mendadak, pada hal sebelum gempa terjadi di Nias beliau sering bolak balik dari Nias menuju Jakarta, saya terus bertanya kepada beliau, apa sebenarnya masalah pak cik (sebutan saya pada kerabat saya tersebut) tolong ceritakan aja ucap saya waktu itu, akhirnya beliau bercerita tentang kedasyatan gempa nias, sehingga dia mengalami stress yang sangat akut :
    – Susah Tidur di ruangan (Kamar Tidur apalagi hotel atau bangunan bertingkat), beliau memilih rumah tidak bertingkat dan tidur lebih memilih di ruangan tamu
    – Takut akan ketinggian
    – Takut Naik Pesawat
    Akhirnya, ketika beliau naik pesawat degup jantungnya sangat tidak normal, sehingga pada saat saya jemput terpaksa dilarikan ke rumah sakit untuk pengobatan.

    Dari kisah diatas, menurut saya sangat banyak masyarakat kita di Nias yang mengalami seperti yang dialami kerabat saya yakni :
    – Susah tidur pada ruangan apalagi ruang bertingkat, maunya tidur ditempat terbuka
    – Takut dengan ketinggian
    – Takut naik pesawat

    Fenomena gejolak phsikis seperti diatas sangatlah diperlukan terapi “Trauma healing” pada masyarakat Nias yang menjadi korban bencana gempa.

    Untuk memulai perencanaan dalam membangun institusi trauma center tersebut, tentunya perlu melakukan assesment dengan field visit sebelum kita merumuskan jenis terapi “Trauma healing” yang akan dilakukan.

    Terimakasih atas perhatiannya.

    Saohagolo,

    Agus Paterson Sarumaha

  6. 6
    Postinus Gulo Says:

    Ya’ahowu Bapak Restu Jaya Duha

    Artikel Anda cukup inspiratif sekaligus aplikatif, terima kasih.
    Teman saya pernah bercerita ke saya soal traumanya ketika gempa melanda Nias. Teman saya ini berasal dari Pulau Jawa dan sudah lama tinggal di Nias. Beliau bercerita: “saya trauma karena saya tidak bisa menyelamatkan orang yang menelpon saya via HP, orang ini berada di balik bangunan tetapi saat ia menelpon saya, ia juga tidak memberitahu di mana ia terperangkap”.

    Beberapa kemudian, teman saya ini mengetahui bahwa yang menelpon dia adalah teman akrabnya.

    Ketika telpon berdering terus dia berusaha mencari temannya itu sampai basah kuyup (karena setelah ada gempa memang turun hujan). Tapi apa dikata, ia tidak menemukannya karena memang ia juga panik, iba, sedih dan berbagai rasa yang bergetar dalam hatinya. Sampai sekarang teman saya ini merasa bersalah. Mungkin kalau ia tahu di mana orang yang menelponnya itu terperangkap, mungkin ia bisa menyelamatkannya. Pikiran semacam ini yang terus menghantui pikirannya, sehingga ia semakin kurus, susah tidur.

    Cerita di atas tentu hanya gunung es dari pengalaman Niha Khoda yang trauma akan gempa yang dahsyat itu. Oleh karena itu, trauma healing sangat urgen.

    Terima Kasih
    Dari Postinus Gulo (Bandung)

  7. 7
    Restu Jaya Duha Says:

    Ya’ahowu Fefu

    Yth.Bapak Agus Paterson Sarumaha

    Terima kasih atas responnya dan ditambah lagi sharingnya, wah menambah keyakinan saya bahwa ada gejala-gejala trauma di Nias setelah terjadi gempa. Saya sependapat dengan pernyataan Pak Sarumaha bahwa : “Fenomena gejolak phsikis seperti diatas sangatlah diperlukan terapi “Trauma healing” pada masyarakat Nias yang menjadi korban bencana gempa.
    Untuk memulai perencanaan dalam membangun institusi trauma center tersebut, tentunya perlu melakukan assesment dengan field visit sebelum kita merumuskan jenis terapi “Trauma healing” yang akan dilakukan”.

    Yth. Bapak Fr. Postinus Gulö, OSC.
    Saya senang dan mengucapkan terima kasih atas responnya, terlebih-lebih atas sharing tentang pengalaman temannya yang mengalami Trauma.
    Pendapat Pak Fr.Gülö bahwa “Cerita di atas tentu hanya gunung es dari pengalaman Niha Khoda yang trauma akan gempa yang dahsyat itu. Oleh karena itu, trauma healing sangat urgen”. Saya sangat setuju.

    Saya sendiri mengalami langsung “Gempa Nias 28 Maret 2005” yang lalu, bahkan beberapa gejala-gejala trauma seperti teori yang diuraikan pada halaman artikel, saya alami sendiri, bahkan di Jerman kadang-kadang saya masih merasakan hal-hal tersebut.

    Terima kasih saya ucapkan Pak Fr. Gulö berpendapat bahwa artikel saya cukup inspiratif sekaligus aplikatif.

    Saya pikir pasti masih banyak cerita dan kejadian lainnya yang terlewatkan oleh kita tentang trauma yang terjadi di Nias setelah gempa dahsyat.
    Yang lebih mengetahui hal ikhwal tentang trauma ini tentu ahlinya “PSIKOLOG/DOKTER”. Apakah kalau memenuhi gejala-gejala trauma di atas sudah dikatakan “Mengalami Trauma”? atau bagaimana?
    Bagaimanakah kondisi Penduduk Nias sekarang?

    Salam hormat saya dari Karlsruhe

    Restu Jaya Duha

  8. 8
    Agus Paterson Sarumaha Says:

    Pak Restu Jaya Duha Yth.

    Saya mau berbagi info ini pada bapak, Pada majalah Tempo English Edition April 3-9, 2007 untuk rubric focus dengan tema : Home and Hope for the Handicapped ada satu Yayasan Kristen focus untuk Public Health dengan nama Yakkum Rehabilitation Center for the Handicapped di Yogyakarta, kebetulan Directornya adalah putra nias dengan nama Dr Fonali Lahagu, MSc. Mereka tenaga special Handicapped Victims (Penyandang cacat korban gempa) untuk merehabilitasi fisik dan mental para korban melalui healing, dengan tujuan menguatkan kembali mental para korban gempa.

    Ini satu challenge buat kita bila Bapak atau who ever yang ingin volunteer dalam membuat suatu Foundation seperti diatas untuk Pulau Nias yang kita cintai, saya yakin bahwa ini sangat dibutuhkan oleh  Niha untuk pemulihan kondisi fisik dan mental akibat gempa.

    Saya kira Yakkum Foundation dapat dilibatkan untuk bekerjasama atau diminta buat Branch di Nias atau memang Nias membangun Foundation untuk Trauma Center, bekerjasama dengan Yakkum sebagai best practices dalam proses knowledge transformation apalagi Directornya juga seorang putra Nias.

    Saya memang belum mengetahui persisnya alamat Yakkum tersebut di Yogyakarta, bagi Netters yang memang mengetahuinya mungkin bisa memberikan info untuk kita semua.

    Demikian sekilas info untuk brainstorming kepada bapak atau para netters semua.

    Saohagolo,

    Agus Paterson Sarumaha

  9. 9
    dewi putri khandayani Says:

    aku mah orak satuju takye atas gempanya

  10. 10
    Restu Says:

    Hallo Mbak Dewi
    Terima kasih…kommentnya..
    Salam
    Restu

Pages: [1] 2 » Show All

Leave a Reply

Comment spam protected by SpamBam

Kalender Berita