Gempa Besar Masih Mungkin Terjadi di Patahan Angkola
*Pemerintah Harus Bertanggungjawab Atas Jatuhnya Korban di Muara Sipongi
Medan, (Analisa)
Gempa bumi berkekutan besar masih berpeluang terjadi di sekitar kawasan patahan Angkola yang meliputi daerah Tapanuli Selatan, Padangsidimpuan dan Mandailing Natal.
Hal itu disampaikan Koordinator Dewan Pakar Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Utara Ir Jonatan I Tarigan didampingi Pengurus Pengda IAGI Sumut Ir Gagarin Sembiring dan Ir Eddy Maulana Barus kepada Analisa di Medan, Rabu (3/1).
Jonathan mengatakan, kejadian gempa bumi di jalur patahan di berbagai tempat di dunia terdapat variasi waktu perulangan atau siklus seperti siklus pendek 20-30 tahun sekali, siklus menengah 50 tahun sekali dan siklus 60-80 tahun.
“Berdasarkan catatan sejarah kegempaan di patahan Angkola, telah terjadi tiga kali gempa bumi merusak yaitu tahun 1873, 1892 dan 1934. Jika dihitung dari dari kejadian terakhir tahun 1934 berarti telah berlangsung penimbunan energi selama 72 tahun. Artinya siklus gempabumi di patahan Angkola telah memasuki jadwal geologis terjadinya perulangan gempa bumi,” katanya.
Fakta katanya menunjukkan, telah terjadi dua kali gempa bumi di jalur patahan Angkola berkekuatan lebih 5 SR di Padangsidimpuan dan 5,7 SR di Muara Sipongi.
“Sering sekali gempabumi besar didahului dengan gempabumi kecil. Untuk itu gempa bumi yang terjadi dua kali di patahan Angkola harus diwaspadai sebagai gempa bumi pendahuluan bagi terjadinya gempabumi besar,” ujarnya.
Dikatakan, Sumatera Utara memiliki tiga patahan yang menjadi sumber gempa bumi yaitu patahan Angkola, Toru dan Renun. Patahan ini memiliki patahan sekunder berupa gugus patahan (fault cluster) dengan kerapatan yang tinggi di Madina dan Tapsel.
“Pemahaman tentang pola struktur ini dapat membantu dalam memprediksi dampak goncangan gempa bumi yang muncul dari kegiatan kegempaan yang bersumber dari patahan Angkola ini,” sebutnya.
Menurutnya, kekuatan gempa bumi susulan dari gempa bumi Muara Sipongi tidak serta merta menunjukkan bahwa energi gempabumi di jalur patahan Angkola telah habis.
“Oleh karena itu tidak dapat dipastikan apakah Muara Sipongi telah aman terhadap bencana gempa bumi di masa datang tanpa kajian geologis dan analisis risiko bencana gempa bumi secara mendalam dan komprehensif,” ujarnya.
Sementara itu Eddy Maulana Barus mengatakan, banyak yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak bencana terlebih korban jiwa.
“Pemerintah Tapsel dan Madina harus memikirkan konsep mitigasi yang jelas untuk menghadapi ancaman itu. Diperlukan mitigasi tata ruang untuk meminimalisir dampak fisik yang mungkin terjadi dan mitigasi masyarakat untuk meminimalisir korban jiwa,” ujarnya.
TANGGGUNGJAWAB
Sementara itu, mereka meminta pemerintah bertanggungjawab atas peristiwa tewasnya 33 jiwa penduduk Muara Sipongi pada peristiwa tanah longsor pasca gempa bumi berkekuatan 5,7 skala Richter beberapa waktu lalu.
Dikatakan, jatuhnya korban jiwa pasca gempa bumi tersebut karena warga di-suruh kembali ke rumah masing-masing karena dianggap telah aman.
“Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan dan nyawa warganya. Masyarakat berhak melakukan gugatan kepada pihak yang menyuruh mereka kembali ke rumah-rumah mereka,” katanya.
Siapapun yang menyuruh mereka katanya, harus bertanggungjawab. Kalau Pemkab yang menyuruh pihaknya harus bertanggungjawab. Kalau BMG yang menyuruh mereka juga harus bertanggungjawab, tegasnya. (sah)
Sumber: Analisa Online, Kamis – 4 Januari 2007
December 13th, 2008 at 1:00 PM
saya putra daaaari nias,kec.Hili Megai-lorong. sangat mengharapkan agar penanggulangan gempa-tsunamikita saling bergandengan tangan untuk mengatasinya.Dalam hal menjaga lingkungan,hutan dll.situs nias yaahowu ono niha da…..