Korban Gempa Di G. Sitoli Keluhkan Persyaratan BRR
Gunung Sitoli, WASPADA Online
Puluhan warga Kota Gunungsitoli yang menjadi korban gempa 28 Maret 2005 berdelegasi ke kantor DPRD Nias Jl Gomo, Selasa (27/12), menyampaikan keluhan soal persyaratan yang diharuskan BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) untuk mendapatkan dana bantuan pembangunan rumah. Delegasi warga diterima Ketua DPRD Nias, M. Ingati Nazara, Amd dan sejumlah anggota DPRD lainnya.
Koordinator delegasi mewaliki warga Kota Gunungsitoli, yang rumahnya hancur akibat gempa, Amran Zebua menjelaskan, beberapa hari sebelumnya, mereka yang telah menjadi korban gempa dan rumahnya hancur total, menerima surat dari (BRR) perwakilan Nias. Disebutkan, korban gempa yang rumahnya hancur, bila ingin mendapat dana bantuan pembangunan rumah terlebih dahulu mengurus izin mendirikan banguan (IMB), serta sertifikat tanah atau rumah harus dilegalisir instansi berwenang.
Persyaratan lain, harus membuat gambar dan rencana anggaran biaya (RAB) rumah yang akan dibangun, serta melunasi retribusi bahan galian golongan C. Juru bicara delegasi itu mengatakan, seperti telah diketahui, para korban gempa yang rumahnya runtuh, hampir seluruh surat-surat penting milik mereka ikut hilang dan terbakar. “Bagaiman kami bisa memenuhi persyaratan yang diharuskan BRR, sedangkan kami saja masih tinggal ditenda atau numpang di rumah kerabat. Jangankan mengurus IMB yang membutuhkan dana jutaan rupiah, untuk makan sehari-hari saja sulit,” keluh Amran Zebua mewakili teman-temannya.
Mereka juga menyesalkan pihak BRR yang membebankan kepada mereka untuk membuat rencana gambar dan anggaran biaya membangun rumah. “Hal itu tidak masuk akal. Katanya BRR sedang menyelesaikan rencana tata ruang Kota Gunungsitoli, sekarang malah masyarakat yang membuat rencana masing-masing,” tandas Amran Zebua.
Selain permasalahan dana bantuan rumah, warga juga mempertanyakan bantuan jatah hidup (Jadup) yang pernah dijanjikan Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla saat berkunjung ke Nias pasca gempa. Saat itu dikatakan akan segera dicairkan melalui Dinas Sosial Sumut sebesar Rp 3.000 perjiwa. Tapi sampai saat ini belum pernah mereka terima.
Mereka juga meminta melalui DPRD Nias agar memperjuangkan pemutihan utang kredit para korban gempa di beberapa Bank di Nias, karena mereka sendiri sekarang merasa tidak mampu melunasinya. Ketua DPRD Nias, M Ingati Nazara Amd mengatakan, semua keluhan dan aspirasi masyarakat korban gempa akan segera ditindaklanjuti dengan mengundang pihak eksekutif dan BRR perwakilan Nias, yang direncanakan 6 Januari mendatang.
Mengenai kredit para korban gempa di beberapa bank di Nias, Ingati Nazara mengakui pihaknya telah menerima surat dari masyarakat, termasuk surat dari Elsaka yang isinya meminta perbankan memutihkan kredit korban gempa. “Untuk itu DPRD Nias telah menyurati bank-bank yang ada di Nias, juga di tingkat provinsi dan pusat, namun jawaban yang diterima DPRD Nias, akan dibahas dengan petinggi di pusat seperti Menteri Keuangan dan Bank Indonesia termasuk perbankan lainnya.
Beberapa anggota DPRD Nias mengatakan, keluhan warga ini merupakan salah satu bukti BRR dan Pemkab Nias tidak berkoordinasi, sehingga yang menanggung akibatanya adalah masyarakat korban gempa. Dikatakan, sebelumnya pada setiap pertemuan, BRR mengatakan lambannya pemulihan melalui rehabilitasi dan rekonstruksi Nias karena rencana tata ruang Kota Gunungsitoli belum selesai. “Nah sekarang malah BRR membebankan warga untuk membuat gambar bangunan rumah sendiri, yang artinya wajah Kota Gunungsitoli ke depan tidak seperti yang digembar-gemborkan menjadi Nias Baru.”
Mereka juga menilai, BRR tidak sepenuh hati membangun Nias menjadi Nias Baru, tetapi hanya untuk menghabiskan anggaran. Seperti pencairan dana bantuan pembangunan rumah korban gempa yang mencapai puluhan miliar dengan berbagai alasan, BRR tidak membayarkannya secara tunai, tetapi bertahap.
Namun Humas BRR Nias, Migo yang dihubungi terpisah mengatakan, kebijakan bukan dari BRR, namun sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda). Bahkan, kata dia, BRR mengajukan kepada Pemkab Nias, Perda tetap diberlakukan tapi tanpa kutipan biaya. “Kalau perlu Pemkab dan DPRD membahas masalah ini, intinya Perda dibebankan kepada Pemkab.” (cbj)
Sumber: Waspada Online, Rabu, 28 Desember 2005